Bel istirahat baru saja berbunyi. Sarah langsung mengajak Areta untuk ke kantin.
"Mau makan apa?," tanya Sarah.
"Apa aja,"
"Aku pesen dulu, kamu cari kursi yang kosong ya," ujar Sarah yang diangguki Areta.
Areta mulai mengedarkan pandangan mencari kursi yang kosong. Kantin tampak penuh dengan siswa-siswa yang kelaparan membuat Areta kesulitan mencari kursi yang kosong.
"Permisi, boleh gabung nggak? Nggak ada kursi kosong selain di sini," ujar Areta setelah melihat hanya ada kursi kosong di meja yang sudah ditempati seorang cowok.
Cowok itu mendongak, kemudian dengan ragu menganggukkan kepala. "Makasih ya," ujar Areta tersenyum. Cowok itu hanya mengangguk lagi.
Areta melambaikan tangan saat Sarah terlihat mencari keberadaannya. Sarah tersenyum kemudian berjalan mendekati Areta.
"Nggak ada meja lain Ta?," tanya Sarah pelan saat melihat siapa yang duduk satu meja dengan Areta.
"Yang lain penuh semua," jawab Areta. Sarah ragu-ragu duduk di samping Areta. Sedangkan seseorang di depan mereka terlihat makan dengan tenang. Tak memedulikan sekitar.
"Nih makan," ujar Sarah menyodorkan satu piring berisi batagor di depan Areta.
"Makasih Sar,"
"Bisa makan nggak?," tanya Sarah saat ingat telapak tangan Areta masih terbalut perban.
"Bisa bisa," jawab Areta walau sedikit kesulitan memegang sendok.
"Gimana? Katanya mau cerita," ujar Areta di sela makannya.
"Ha? Oh itu," Sarah melirik sekilas cowok didepannya sebelum lanjut berbicara.
"Nanti aja habis makan ya. Keburu bel masuk ntar," ujar Sarah. Areta hanya mengangguk saja.
"Btw, nama lo siapa? Gue Areta," ujar Areta mengajak cowok didepannya berkenalan.
"Aldo," jawab cowok itu singkat.
"Gue udah selesai makan. Gue duluan ya," pamit cowok itu kemudian langsung pergi dengan buru-buru.
"Kamu tau nggak Ta dia siapa?," tanya Sarah tiba-tiba.
"Aldo kan?,"
"Bukan itu maksud aku. Aku juga tau kalau itu Aldo,"
"Terus kenapa nanya?," tanya Areta.
"Aldo itu sering jadi bahan bullyan di sini. Nggak ada yang mau temenan sama dia jadinya. Kamu jangan deket-deket sama dia ya. Takutnya kamu ikutan dibully," ujar Sarah.
"Emang siapa yang suka ngebully dia?,"
"Mereka," tunjuk Sarah hati-hati kearah empat cowok yang duduk tak jauh dari mejanya.
"Mereka itu sama aja kayak Tari. Suka ngebully murid yang lemah. Tapi bedanya, mereka cuma gangguin Aldo doang di sekolah ini. Kalau Tari banyak yang dijadiin sasaran buat dia bully,"
"Aku nggak tau apa masalah Aldo sama mereka. Tapi kayaknya mereka benci banget sama Aldo," jelas Sarah.
"Pihak sekolah nggak tau kalau ada kasus pembullyan kayak gitu?," tanya Areta.
"Tau. Tapi menurut aku pihak sekolah kurang tegas. Kalau mereka ketahuan bully orang gitu paling cuma di skors beberapa hari. Dan itu nggak bakal bikin mereka jera,"
"Kenapa keluarga korban nggak lapor polisi aja?,"
"Mereka nggak akan berani. Murid yang dibully Tari itu kebanyakan anak-anak dengan status sosial menengah ke bawah. Jadi, orang tua Tari tinggal ngasih uang ganti rugi ke korban dan masalah selesai," ujar Sarah dengan senyum miris.
"Bagi orang kaya, semua masalah langsung selesai hanya dengan uang," lanjutnya.
"Oh iya, pokoknya kamu jangan sampe berurusan sama Tari lagi kalau mau tenang selama di sekolah ini," pesan Sarah.
"Siapapun yang berurusan sama dia, pasti berakhir keluar dari sekolah ini. Entah karena dikeluarkan atau keluar sendiri akibat nggak tahan dibully," jelas Sarah sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Harusnya kan Tari yang dikeluarin karena udah bully murid lain. Kenapa malah korbannya yang dikeluarin?," heran Areta.
"Nah itu. Tari itu anak dari salah satu donatur terbesar di sekolah ini. Dia juga jago bela diri dan sering menangin lomba bela diri gitu. Makanya nggak ada yang berani sama dia. Pihak sekolah juga kayak nggak bisa berbuat apa-apa dan terlalu abai sama masalah pembullyan,"
"Itu alasan aku nggak nolongin Aulia. Aku nggak mau berurusan sama Tari. Aku cuma orang miskin yang bisa sekolah di sini karena beasiswa. Dan aku nggak mau ngecewain ibu aku kalau sampe aku dikeluarin dari sekolah," jelas Sarah.
"Aulia?,"
"Cewek tadi pagi yang dibully Tari," Areta hanya beroh ria.
"Mmm, Ta," panggil Sarah.
Areta menoleh." Kenapa?," tanyanya.
"Kamu masih mau temenan sama aku? Kamu kan udah tau kalau aku orang miskin,"
"Kenapa nanya gitu? aku nggak pernah mandang temen dari status sosialnya. Kalau dia mau nerima aku, aku juga pasti nerima dia apa adanya," balas Areta.
"Jadi, kita temen?," tanya Sarah.
"Enggak,"jawab Areta. "Tapi mungkin sahabat," lanjutnya membuat Sarah tertawa.
Mereka lanjut makan sambil sesekali bergurau. Hingga tiba-tiba Areta memekik kaget saat seseorang tanpa sengaja menumpahkan minuman dan mengenai tangannya yang terluka.
"Eh sorry-sorry. Gue nggak sengaja," ujar orang itu.
Areta ingin sekali marah karena tangannya yang masih terluka bertambah perih gara-gara tersiram air. Namun orang itu tidak sengaja dan sudah meminta maaf. Jadi, Areta tak perlu marah. "Iya gapapa," balas Areta sambil tersenyum tipis. Orang itu langsung pergi setelah permintaan maafnya diterima Areta.
"Aku ke UKS dulu ya Sar. Mau ganti perban," ujar Areta sambil menunjuk perban ditangannya yang basah.
"Aku temenin ya,"
"Nggak usah. Udah mau bel. Kamu langsung ke kelas aja. Nanti aku nyusul," ujar Areta. Sarah hanya mengangguk dan membiarkan Areta pergi.
Areta memasuki ruang UKS yang terlihat sepi. Ia mencari kotak P3K untuk mengganti perban ditangannya. Sedang sibuk membalut luka ditangan kanannya, pintu UKS terbuka. memunculkan seorang lelaki yang tidak ingin Areta temui.
"Gue bantuin," ujar lelaki itu mengambil alih kain kasa ditangan Areta.
"Nggak usah!," tolak Areta merebut kembali kain kasa itu. walau agak kesulitan, Areta tetap mencoba membalut lukanya sendiri. Ia tak mau meminta bantuan orang lain, apalagi lelaki didepannya ini.
"Gue khawatir," ujar lelaki itu.
"Nggak usah sok peduli sama gue," desis Areta kemudian langsung keluar dari UKS.
"Tapi gue emang peduli sama lo," lirih lelaki itu yang masih didengar Areta. Namun Areta tak memedulikannya.
***
22 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETA
Подростковая литератураAreta Zevania Putri. Tak ada yang lebih membuatnya hancur selain harus berpisah dengan satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini. Perpisahan yang membuatnya tidak akan bisa bertemu dengan orang itu lagi. Dalam setiap pertemuan memang akan ada p...