31 - Surprise

1.1K 85 10
                                    

Sandra menatap putrinya yang sejak kemarin menjadi lebih diam. Gadis itu juga sering melamun. Dan hal itu membuatnya khawatir.

Terhitung sejak kemarin malam, gadis itu belum berbicara apapun. Kecuali tadi pagi saat merengek meminta pulang. Awalnya Dirga menolak namun akhirnya memberi izin setelah anak gadisnya itu merajuk. Dan setelah itu, Areta belum membuka suara lagi.

"Mau beli cup cake nggak?" Sandra berusaha mengajak Areta berbicara. "Bentar lagi lewat toko kue langganan mama." lanjutnya.

Dirga yang sedang menyetir diam-diam melirik anaknya lewat kaca tengah. Mereka sedang dalam perjalanan pulang.

Si gadis yang mengenakan hoodie berwarna abu-abu itu menoleh sekilas sebelum akhirnya menggeleng pelan. Kemudian kembali sibuk dengan kegiatannya tadi, menatap keluar jendela. Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Pedagang kaki lima yang sibuk menyiapkan dagangan. Atau anak kecil yang menawarkan koran dipinggir jalan. Apa pun yang bisa dijangkau oleh indera penglihatannya.

Sandra menghela napas pelan melihat respon anaknya. Biasanya Areta akan bersemangat saat diajak ke toko kue langganannya. Dengan wajah berbinar dan penuh semangat gadis itu akan meminta dibelikan beberapa cup cake favoritnya. Lalu berebut dengan Raka karena abangnya itu iseng mengambil cake miliknya.

Sandra menghela napas untuk kedua kalinya. Diam-diam masih mengawasi Areta. Dalam diamnya, ia menerka-nerka apa saja yang dialami putrinya selama mereka berpisah. Membayangkan jika putrinya menghadapi masa-masa sulit dan ia tak ada di sana pada saat itu membuat Sandra sedih sekaligus merasa bersalah.

Perjalanan selama dua puluh lima menit pun mereka habiskan dalam keheningan.

"Ayo turun." ajakan Sandra membuat Areta mengerjap. Ternyata mereka sudah sampai. Areta bergegas keluar dari mobil saat Dirga membukakan pintu disebelahnya.

"Pelan-pelan." Sandra memeluk bahu Areta dari samping dan menuntunnya menuju pintu utama. Walaupun sudah diperbolehkan pulang, gadis itu masih terlihat lemas.

Dirga mengekor dibelakang mereka dengan satu tangan membawa tas berukuran sedang yang berisi keperluan mereka selama di rumah sakit.

"HAPPY BIRTHDAY ARETA!!" pekikan disusul bunyi terompet ulang tahun menyambut kedatangan Areta setelah pintu utama dibuka.

Di ruang tamu sudah ada banyak orang yang menyambut kedatangannya. Ada Opa dan Oma, Om Dion dan Tante Cyntia, Om Adrian dan Tante Selly, Raka, Rendi serta beberapa pekerja yang memang bekerja di sana.

"Selamat ulang tahun sayang." ujar Oma menghampiri Areta kemudian memeluknya dengan hangat. Areta yang memang masih terkejut hanya diam ketika Omanya memeluknya erat disusul ciuman bertubi-tubi di wajahnya.

"Tadinya Oma mau ngadain pesta tapi karena kamu lagi sakit, jadi kita cuma nyiapin acara kecil-kecilan di rumah. Kamu suka ngga?" tanya Oma menunjuk ruang tamu yang kini sudah di dekor sedemikian rupa.

Gadis itu mengangguk pelan. "Areta suka. Makasih Oma." ujarnya tersenyum malu. Apalagi melihat semua orang di sana kompak memakai kaos dengan gambar wajah dirinya dibagian depannya.

Astaga. Berasa jadi anak kecil.

"Tiup lilin dulu dong." ujar Tante Cyntia membawa satu kue dengan lilin angka 17 diatasnya.

Areta menutup mata dan berdoa sebelum akhirnya meniup lilin itu. Riuh tepuk tangan dan suara terompet yang Rendi dan Raka tiup saling bersahutan setelah lilin itu padam.

Areta tersenyum kecil melihat semua orang nampak antusias merayakan ulang tahunnya. Sebelum akhirnya netranya tak sengaja menatap seseorang yang berdiri tepat di samping Bi Sumi. Senyumnya perlahan memudar.

ARETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang