Erlan memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah megah bernuansa Eropa itu. Ia mengambil sebuah kado yang sudah dibungkus rapi di kursi samping kemudi sebelum keluar dari mobil. Menghela napas panjang kemudian mulai melangkah memasuki rumah.
“Yang ditunggu-tunggu akhirnya dateng juga.” seru Oma Lani, nenek Erlan.
“Kenapa baru dateng sih Lan? Oma kamu nggak mau niup lilin gara-gara nungguin kamu.” ujar Opa Rian.
“Maaf ya Opa, Oma. Tadi kena macet.” alibi Erlan. Ia hanya tidak mau bertemu orang-orang itu. Jika saja omanya tidak terus-terusan menghubunginya, Erlan tidak akan datang ke sini.
“Udah gapapa. Yang penting sekarang kamu udah dateng. Oma kangen banget sama kamu.” ujar Oma Lani sambil memeluk tubuh Erlan membuat lelaki itu tersenyum. Ia merasakan kehadiran mendiang ibunya ketika bersama omanya. Wajahnya mirip dengan Vania, Ibu Erlan. Jika ibunya sudah menua, apakah wajahnya juga akan seperti omanya ini? Namun Erlan tidak akan pernah bisa melihat wajah ibunya ketika sudah menua karena ibunya lebih dulu pergi untuk selamanya.
“Kok malah ngelamun sih?” tegur Oma.
“Ah enggak. Oh iya, happy birthday Oma. Panjang umur, sehat selalu ya. Semoga Oma bahagia terus.” ujar Erlan menyerahkan kado untuk omanya.
“Terima kasih sayang” ujar Oma Lani bahagia.
Setelah acara tiup lilin, mereka makan malam bersama. Tidak banyak yang diundang di acara ini. Hanya kerabat dekat dan sahabat-sahabat omanya.
“Ini anaknya Vania kan jeng?” tanya sahabat Oma.
“Iya. Erlan namanya.” ujar Oma.
“Duh, udah gede aja ya. Dulu terakhir kali ketemu kamu masih SD kayaknya.”
“Kamu sih, betah banget di luar negeri. Makanya nggak pernah ketemu.”
Sahabat Oma yang bernama Diana itu tertawa. “Kamu kelas berapa?” tanyanya pada Erlan.
“Kelas sebelas Oma.” Jawab Erlan. Erlan memang memanggil sahabat neneknya dengan sebutan oma.
“Sekolah di mana?”
“Di SMA Cendana.”
“Oh ya? Cucu oma juga sekolah di sana loh. Kelas sebelas juga,” ujar Diana antusias.
“Kita jodohin aja gimana jeng? Biar kita bisa besanan.” ujar Diana bergurau.
“Kalau aku sih terserah Erlannya aja. Kan dia yang nantinya bakal ngejalanin.” ujar Oma tersenyum tipis. Wajahnya berubah sendu. Ia teringat pernah ingin menjodohkan Vania, anak tunggalnya yang akhirnya tidak berjalan dengan baik. Opa yang duduk di sebelah Oma Lani mengusap pelan punggung istrinya. Keduanya menyesal pernah memaksakan kehendak kepada putrinya.
***
Erlan mendudukkan tubuhnya di kursi taman belakang. Setelah makan malam tadi, ia pamit untuk mencari udara segar. Sedangkan Oma dan yang lain masih berbincang-bincang di dalam.
Erlan mengeluarkan sebatang rokok dari saku jasnya. Menyulut rokok itu kemudian menghisapnya dalam-dalam. Kepulan asap berwarna putih langsung keluar dari dalam mulutnya setelah ia menghembuskannya.
Lelaki itu menikmati rokoknya sambil menatap gerombolan bintang di langit. Matanya menerawang jauh. Kemudian ia terkekeh pelan. Menertawakan hidupnya yang penuh kesendirian. Kenapa hidupnya tidak seberuntung teman-temannya? Punya keluarga utuh yang saling menyayangi. Kapan Erlan bisa merasakannya lagi?
Dulu hidupnya baik-baik saja sebelum satu fakta menyakitkan ia ketahui. Ayahnya ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. Bahkan ayahnya juga memiliki anak dari wanita itu. satu fakta yang membuat hati Erlan hancur seketika. Apalagi setelah beberapa bulan mengetahui fakta itu, ibunya pergi untuk selama-lamanya meninggalkan Erlan sendirian. Hati yang belum sepenuhnya sembuh itu serasa dihancurkan lagi hingga remuk tak berbentuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/281087650-288-k139427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETA
Fiksi RemajaAreta Zevania Putri. Tak ada yang lebih membuatnya hancur selain harus berpisah dengan satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini. Perpisahan yang membuatnya tidak akan bisa bertemu dengan orang itu lagi. Dalam setiap pertemuan memang akan ada p...