34 - Kado

972 69 1
                                    

Seorang gadis dengan seragam SMA berlari menaiki anak tangga dengan panik. Dibelakangnya, seseorang berjalan mengikutinya dengan seringai mengerikan.

Tiba di lantai dua, gadis itu segera masuk ke dalam sebuah kamar di ujung ruangan. Pintu ia kunci rapat-rapat. Dengan wajah ketakutan dan seragam penuh bercak darah, gadis itu mencari tempat persembunyian di kamar yang minim penerangan itu.

Lemari berukuran besar berbahan dasar kayu jati menjadi pilihannya. Dengan tangan sedikit bergetar, gadis itu masuk ke dalam lemari dan menyembunyikan dirinya di dalam sana. Ia berusaha mengatur napasnya yang masih tersengal-sengal.

Kedua tangan gadis itu refleks membekap mulutnya rapat-rapat ketika terdengar pintu didobrak dari luar.

Dari lubang kecil di sisi pintu lemari, gadis itu bisa melihat seseorang yang sedari tadi mengejarnya berhasil masuk ke dalam kamar. Mata tajamnya menelisik setiap sudut ruangan.

Gadis dengan rambut sepunggung itu semakin memperkuat bekapan dimulutnya, sementara kedua matanya tertutup rapat kala orang itu memukul vas bunga dengan kapak yang dibawanya hingga vas itu hancur berkeping-keping.

"Keluar!" bentaknya.

Orang itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan berhenti pada satu titik– lemari di sisi kanan kamar. Ia berjalan mendekati lemari itu dengan senyum miring. Suara kapak yang ia seret membuat siapa saja yang mendengar bergidik ngilu.

Seseorang yang menyeret kapak itu berhenti melangkah tepat di depan lemari. Kapak ia angkat tinggi-tinggi dan–,


BRAKK!!




"Aaaaaa..!!" dua gadis seusia itu berteriak kaget ketika pintu kamar di gedor dengan keras. Disusul dengan teriakan yang memanggil nama salah satu gadis itu.

"Ta!"

"Areta!" panggil seseorang dari luar.

"Dek!!"

"Apa bang?" sahut Areta dari dalam. Tangannya bergerak mempause film horor yang tengah ia tonton bersama Sarah. Baru setelahnya ia beranjak untuk membukakan pintu. Karena kalau tidak, Areta yakin pintu itu akan roboh.

"Kenapa?" tanya Areta begitu membuka pintu.

"Abang panggil dari tadi nggak denger?"

Areta mengerutkan dahi kemudian menggeleng pelan. "Enggak."

Satu sentilan mendarat di kening gadis itu. "Makanya kalau nonton dikecilin volumenya." kata Raka.

Areta cemberut sambil mengusap keningnya yang tadi Raka sentil. Ia memang sengaja mengeraskan volumenya agar lebih terasa suasana horornya.

"Dicariin papa tuh." ujar Raka kemudian.

"Ngapain?"

"Ke sana aja dulu."

"Yaudah bentar." Areta kembali masuk ke dalam kamar Sarah untuk mengambil ponselnya yang sedang di charge. "Lanjutin nanti ya, Sar." ujar Areta sebelum keluar. Sarah mengangguk.

Tadi setelah mengantar Areta sampai rumah, Dirga langsung pergi lagi. Raka belum pulang dan Sandra juga sedang pergi bersama Tante Cyntia. Karena kesepian dan tidak ada kegiatan akhirnya Areta mengajak Sarah untuk menonton bersama.

Ngomong-ngomong, Oma, Opa, Om Adrian dan Tante Selly juga sudah pulang ke Bandung pagi tadi.

"Papa nyariin Areta?" tanya Areta begitu melihat Dirga. Pria yang sedang sibuk dengan IPadnya itu mendongak kemudian mengangguk.

"Sini." Dirga meminta Areta untuk duduk di sebelahnya. IPad yang sedari tadi ia pegang disingkirkan.

Gadis itu menurut dan segera duduk di samping papanya.

ARETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang