Areta berjalan menyusuri koridor dengan langkah santai. Setelah kemarin absen, hari ini akhirnya ia bisa sekolah lagi.
Gadis itu mengernyit bingung ketika setiap orang yang dilewatinya berbisik-bisik sambil meliriknya. Ia kembali mengamati penampilannya dari atas sampai bawah. Tidak ada yang aneh. Hanya saja hari ini rambutnya ia gerai. Tak seperti biasa yang selalu ia kuncir.
Areta mengambil ponsel di saku roknya kemudian membuka fitur kamera. Menatap wajahnya yang ternyata juga tidak ada yang aneh. Ia menggeleng pelan kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Mata gadis itu menyipit saat melihat banyak orang berkumpul di depan mading. Di dorong rasa penasarannya, Areta mendekat ke arah kerumunan itu. Bisa Areta rasakan jika beberapa murid langsung bergeser dan bisikan-bisikan yang sedari tadi terdengar langsung hilang.
“Jadi bokap lo yang mana nih?" tanya Tari. Satu sudut bibirnya terangkat.
Dahi Areta berkerut. “Maksud lo?” tanyanya.
“Jangan pura-pura nggak tau deh.” celetuk Bunga.
“Jadi dia lahir tanpa ayah ya?,”
“Kasian banget ya,”
“Masa ibunya kayak gitu sih,”
“Dia anak haram dong,”
Bisik-bisik itu kembali Areta dengar. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah beberapa foto yang tertempel di mading. Di sana, ada foto ibunya juga dirinya sedang bersama pria yang berbeda di setiap foto. Ada juga sebuah artikel berjudul ‘Kira-Kira yang Mana Ayah Areta?’ tertulis dengan rapi.
Areta menatap satu persatu foto itu. Foto pertama adalah foto dirinya dan Ratih bersama seorang pria yang terlihat memeluk Ratih dari samping. Padahal bukan seperti itu kejadiannya. Areta ingat, saat itu pria di dalam foto yang tak lain adalah ketua RT di daerah tempat Areta tinggal sedang membantu Ratih yang sebelumnya pingsan di jalan. Areta kewalahan jika harus memapah ibunya seorang diri. Oleh karena itu, pak RT yang kebetulan lewat membantunya.
Foto kedua adalah foto Ratih bersama pria lain. Areta tidak terlalu mengenalnya. Namun ia tahu Pria itu sering mendekati ibunya. Akan tetapi Ratih selalu menolaknya dengan suatu alasan. Dalam foto itu, Ratih dan lelaki itu nampak saling berhadapan dengan mata saling menatap.
Foto terakhir memperlihatkan foto ibunya berada di sebuah club. Disamping kanan kiri wanita itu ada dua pria yang nampak tersenyum merangkul bahunya. Kedua mata Ratih menutup dengan tangan kanan memegang gelas kosong terkulai di samping tubuhnya.
Areta tertegun. Tidak mungkin itu ibunya. Pasti itu orang lain yang memiliki wajah mirip dengan ibunya kan?
Gadis itu menggeleng pelan. Ia percaya ibunya bukan wanita seperti itu.
Ratih bukan tipe orang yang suka bersenang-senang dengan pergi ke club. Ibunya juga tidak akan pernah meminum minuman haram seperti itu.
“Jadi yang mana nih bokap lo?” tanya Tari lagi. Areta mengepalkan tangannya kuat saat semua murid kini menatapnya dengan pandangan mencemooh. Ia menarik napas panjang kemudian terkekeh pelan.
“Berita sampah kayak gini siapa yang buat sih?” tanyanya.
“Kalian yang buat?” tanya Areta kepada Tari dan teman-temannya.
“Nggak penting juga sih siapa yang buat.” ujar Areta santai. Ia mulai melepas foto-foto dan artikel di mading. Meremasnya kemudian membuangnya ke dalam tong sampah.
“Tapi nggak ada yang mirip sama dia. Iya nggak sih?” tanya Angel tiba-tiba.
“Jangan-jangan masih banyak cowok lain yang berhubungan sama nyokapnya dia lagi,” sahut Tari sambil tertawa. Areta yang tadinya sudah berbalik ingin pergi dari sana langsung menghentikan langkahnya. Ia menatap Tari dengan mata berkilat marah. Areta tidak akan diam jika ada yang menghina ibunya.
![](https://img.wattpad.com/cover/281087650-288-k139427.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETA
Подростковая литератураAreta Zevania Putri. Tak ada yang lebih membuatnya hancur selain harus berpisah dengan satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini. Perpisahan yang membuatnya tidak akan bisa bertemu dengan orang itu lagi. Dalam setiap pertemuan memang akan ada p...