Saehee berkutat dengan laptopnya selama satu jam. Segelas kopi yang sudah tandas berada di samping buku-buku tebal yang ikut memenuhi meja kayu itu. Matanya terlihat fokus kearah laptop sambil sesekali tangannya ikut bergerak membalik halaman dari salah satu buku disana. Ini sudah pukul sebelas malam. Dan lagi, Jimin tak memberinya kabar. Ia sudah mencoba menghubungi pria itu namun ponselnya masih tak aktif. Tampaknya, Jimin benar-benar melarikan diri setelah acara pemilihan gaun pengantin dadakan hari ini.
Saehee dan Ibu Jimin bercerita banyak hari ini. Wanita itu persis seperti putranya; ceria dan mudah bergaul. Entah mantra apa yang wanita paruh baya itu gunakan tapi hari ini Saehee sangat mudah terbuka dengan wanita yang notabene baru satu kali ia temui. Ia menceritakan banyak hal kepada wanita 'asing' itu. Ibu Jimin juga bercerita banyak tentang Jimin. Tentang masa kecil putra bungsunya, tentang pencapaian putranya yang dengan senang hati ia banggakan dihadapan Saehee, juga beberapa cerita lain mengenai keluarganya. Bahkan Ibu Jimin juga bercerita tentang Jimin yang tak terlalu dekat dengan ayahnya dan seringkali berkonflik dengan Jimin. Sementara kakaknya, Park Chanyeol, mereka cukup dekat namun terpisahkan oleh jarak antara Seoul dan Busan serta kesibukan masing-masing sebagai orang dewasa.
Saehee dan Ibu Jimin berkeliling kota Seoul setelah menyelesaikan pertemuan mereka di Bridal Shop itu. Mereka pergi ke café, sekedar memesan segelas americano dan cappuccino lalu mengobrol ringan. Lalu makan siang di restoran Jepang terkenal dan melanjutkan dengan shopping ria berdua. Saehee pulang ke apartemen pukul 8 malam dengan tubuh remuk redam dan setumpuk belanjaan hasil perburuan dengan calon mertua sosialitanya itu.
"Kau belum tidur?"
Jimin muncul dari balik pintu dengan wajah kusamnya. Tangannya segera melemparkan jas hitam ke atas tempat tidur lalu segera mengendurkan dasi dilehernya dan ikut melemparnya ke atas jas.
Saehee menoleh. Matanya baru saja melihat sosok yang sudah menghilang seharian dan tak bisa dihubungi itu.
"Oppa sudah pulang? Kenapa tak bisa dihubungi?" tanya Saehee sembari membalikkan kembali tubuhnya dan mencoba fokus kembali ke tulisan di layar laptop.
"Maaf, baterai ponselku habis sejak pagi."
Saehee melirik dari sudut matanya, lalu menyungging senyum miring. "Benarkah? Sayang sekali, hari ini ada insiden besar. Tiba-tiba Ibu Oppa datang dan mengajakku melihat-lihat gaun pengantin. Aneh, kan?" sindir Saehee.
Jimin yang sedang berbaring di kasur tersenyum simpul. "Maaf, aku lupa memberitahumu. Lagipula, kau langsung tertidur karena kelelahan semalam. Aku tak tega membangunkanmu," kilah Jimin.
Hening. Saehee malas membalas ucapan Jimin. Toh, semuanya sudah terjadi. Ia sudah memilih dua gaun yang akan di gunakan untuk resepsi dan pre-wedding. Tak ada yang harus di perdebatkan lagi. Akan lebih baik jika ia tetap fokus dengan tugasnya yang sudah menumpuk itu.
Hanya helaan nafas berat Jimin yang terdengar untuk beberapa menit. Saehee sibuk dengan tugasnya dan Jimin masih melepas penat di kasur.
"Oppa lihat kalungku?" tanya Saehee yang tiba-tiba teringat dengan kalung yang ia cari pagi ini.
Jimin tersentak kaget. Harusnya ia sudah menduga hal itu. Hanya Jimin dan Saehee di apartemen itu, tak ada yang lain. Jimin akan jadi sasaran empuk untuk ditanyai perihal kalung yang diam-diam ia lepaskan dari leher Saehee semalam dan ia kembalikan kepada pemberinya.
"Tidak. Kalung yang mana?" tanya Jimin dengan santainya.
"Tentu saja kalung yang selalu aku pakai. Kalung berbandul hati. Apa Oppa melihatnya? Hanya ada Oppa dan aku semalam. Seingatku, aku masih memakainya semalam. Aku tak pernah melepasnya." Saehee mulai berapi-api. Ia memutar kursinya menghadap langsung kearah pria yang masih dengan santainya berbaring di kasur itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/236620803-288-k423978.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Baper! Kita Cuma MANTAN |Jeon Jungkook| [SELESAI]
ФанфикDalam hidup, pertemuan dan perpisahan adalah misteri yang kerap di simpan rapat oleh takdir. Perpisahan bisa saja menjadi hal yang menyakitkan, namun kadang kala pertemuan setelah perpisahan adalah hal yang lebih menyakitkan berkali-kali lipat. Hal...