Saehee terbangun dari tidurnya. Ia masih memakai gaun semalam, dan bahkan tak menghapus riasannya yang sudah hancur berantakan. Matanya sembab, lengkap dengan kantung mata hitam yang samar-samar terlihat di balik riasan yang masih melekat di wajahnya. Ia menangis semalaman suntuk, sekedar mengutuk keputusannya untuk mengencani Jimin. Tak lupa, ia juga geram dengan keputusan sepihak yang diambil oleh Jimin. Itu benar-benar membuatnya tak tahu harus melakukan apa.
Samar-samar, hidungnya mencium aroma makanan yang langsung membuat perutnya bereaksi. Menangis semalaman suntuk benar-benar menguras energinya. Saehee berjalan keluar kamar dan langsung menuju dapur, sumber aroma sedap itu berasal.
“Selamat pagi,” sapa Jimin sambil mengumbar senyum. Tangan pria itu sibuk mengaduk sepanci sup yang baru saja ia masak. Di meja sudah tertata rapi hidangan sarapan sederhana racikan Jimin yang resepnya ia temukan secara online.
“Duduklah,” kata Jimin.
Saehee bergeming di tempat. Tampilan Jimin lengkap dengan apron yang melekat ditubuhnya terlihat asing dimatanya. Biasanya Jimin sudah siap sedia dengan setelan jas lengkap dengan dasinya. Tapi pagi ini, Jimin sedang memasak di dapur dengan senyum cerah bak malaikat. Wajahnya terlihat tanpa beban setelah argumentasi dan adegan pertemuan keluarga semalam.
“Kau tidak mengganti pakaianmu? Riasanmu juga tidak dihapus,” oceh Jimin dengan pandangan mata yang masih lurus ke panci panas berisi sayuran itu. Ia tak berani membahas tentang mata Saehee yang tampak sembab. Tampaknya gadis itu menangis semalaman hingga tak sanggup untuk mengganti gaunnya dengan piyama atau sekedar menghapus riasan wajahnya.
Saehee mendengus saat mencium aroma tubuhnya yang cukup menyengat. Ia tak menanggapi ocehan Jimin dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Rasa kesal dan emosi sisa semalam masih menumpuk di otaknya. Ia tak tahu bahwa Jimin pulang ke apartemen tadi pagi, tepat setelah Taehyung mengomelinya panjang lebar dan membuat pria itu jengah dengan segala ceramah dan nasehat tak berguna. Omelan Taehyung membuat Jimin mual dan sedikit tercerahkan dengan masalahnya saat ini.
Lima belas menit berlalu. Saehee mendaratkan pantatnya ke kasur sambil menggosokkan rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil. Ia tak berniat untuk menghampiri Jimin ke meja makan. Selera makannya lenyap bersamaan dengan wajah tak berdosa yang ditunjukkan Jimin padanya. Jangan lupakan senyuman manis bak malaikat yang membuatnya tak sampai hati untuk meluapkan kekesalannya pada Jimin.
“Ayo makan. Supnya sudah matang.” Jimin menyembulkan kepalanya dari balik pintu, masih dengan atribut koki dadakannya serta sendok sup ditangan kanannya.
Saehee menoleh sebentar, menghela nafas panjang lalu mengekori Jimin dari belakang. Mereka berdua duduk di meja makan. Ritual sarapan pagi yang biasa mereka lakoni terasa begitu canggung dan aneh. Tak ada yang memulai percakapan selama sepuluh menit. Jimin yang duduk bersebrangan dengan Saehee hanya berani melirik gadis itu sesekali. Saehee menikmati tiap suapan dengan berat hati, namun ia juga tak tega mengabaikan ajakan damai Jimin. Tak biasanya pria itu berkutat dengan bahan makanan seperti ini didapur. Seringkali Jimin hanya memasak mi instan dan nasi instan atau sekedar mengambil minuman dingin di lemari es yang berdekatan dengan meja makan.
“Bagaimana rasanya?” tanya Jimin.
Supnya sedikit asin dan telur dadarnya hambar. Nasi yang dimasak terlalu lembek. Mungkin Jimin terlalu banyak memberi air saat memasaknya. Ikan panggangnya terlalu gosong. Saehee bisa melihat warna hitam pekat di tubuh ikan malang itu. Yang normal hanyalah kimchi sawi putih buatan ibu Saehee yang dikirimkan dari Busan beberapa waktu lalu, juga tuna tumis pedas kalengan yang mereka beli di supermarket. Selebihnya memiliki rasa yang nyaris tak bisa di terima oleh lidah.“Enak,” kilah Saehee seadanya. Ia bahkan masih enggan menatap Jimin. Ia hanya fokus mengunyah makanan dengan rasa tak biasa buatan Jimin.
Jimin tersenyum simpul. Ia meletakkan sumpitnya, lalu bersandar di sandaran kursi. Matanya menatap lurus kearah Saehee, lalu sesekali menatap sesekeliling, sekedar mengenyahkan rasa canggung yang sejak tadi menyesakkan.
“Kau marah?” tanya Jimin dengan nada sangat lembut. Saehee tak menjawab dan masih sibuk menyumpit satu persatu lauk dihadapannya dan melahapnya dengan cepat. Makanannya memang tidak enak. Tapi lebih tidak enak lagi jika harus berlama-lama dengan Jimin seperti ini.
“Matamu sembab. Kau menangis semalaman?” Tanya Jimin lagi.
Saehee menggeleng pelan. Mata sembabnya memang terlihat sangat mencolok. Ia tak tahu bagaimana harus menutupinya saat pergi kuliah siang nanti.
Jimin tertawa pelan mendengar sanggahan Saehee yang seadanya. Gadis itu dipastikan menangis hingga larut malam. Hingga ia lupa untuk mengganti pakaian dan menghapus riasan dan tertidur karena kelelahan. Taehyung mengomelinya tentang banyak hal pagi ini. Tentang cinta, tentang ketulusan, tentang bagaimana cara merobohkan tembok dihati wanita tanpa menyakitinya bahkan menggunakan Yeontan sebagai perumpamaan. Tak banyak yang bisa ia pahami, namun logikanya langsung bekerja setelah mendengar rentetan omelan panjang dari sahabatnya itu.
“Maaf. Tak seharusnya aku begitu. Aku harusnya mendiskusikan semuanya denganmu. Aku tahu aku egois, aku minta maaf.”
Saehee yang baru saja mendengar kalimat itu langsung meletakkan sumpitnya dan menatap tajam kearah Jimin. “Lalu?”
“Lalu? Lalu apa?” Jimin balik bertanya.
“Tidak ada yang lain? Hanya minta maaf? Setelah kekacauan yang Oppa buat semalam, Oppa hanya bilang maaf?”
“Kekacauan?” Jimin tertawa sumbang, “Tidak ada kekacauan semalam.”
“Tentu saja itu kekacauan.” Suara Saehee meninggi. Matanya mulai melotot tajam. “Tolong tarik kembali ucapan Oppa. Apapun resikonya, aku akan siap menanggungnya.”
Raut Jimin berubah drastis. Senyum yang sejak tadi menghiasi wajahnya sirna, lenyap diganti raut dingin bercampur mengerikan dengan sorot mata tajam menatap langsung kearah Saehee.
“Aku tahu ini akan menyakiti hati banyak orang. Aku akan mempermalukan dua keluarga besar, juga mencemarkan nama baik Oppa. Tapi, ini lebih baik daripada-“
“Daripada apa?!” sergah Jimin.
Saehee bungkam, cukup terkejut dengan reaksi tak terduga pria itu. Jimin tak pernah meninggikan suaranya selama ini dan terkesan sangat baik dan lembut. Untuk pertama kalinya mendengar suara Jimin ditambah raut wajahnya yang seram membuat Saehee seketika mati kutu. Tak ada kata yang terlintas di benaknya. Matanya fokus kearah perubahan watak Jimin yang terjadi tepat di hadapan matanya. Jantung Saehee mendadak berdebar kencang, reaksi alami yang terjadi saat manusia ketakutan.
“Aku masih tidak mengerti kenapa kau menolak rencana pernikahan itu. Kau tahu seberapa besar aku menginginkanmu menjadi istriku?! Aku tahu aku terdengar egois, arogan, keras kepala atau apalah. Tapi, sadarkah kau bahwa kau sedang menyakitiku sekarang? Apa kau sedang bermain-main dengan perasaanku sekarang?!”
Mata Jimin tampak berapi-api, ditambah suara menggelegar yang kian membuat bulu kuduk merinding.
“Kau mencintaiku kan?” tanya Jimin penuh penekanan.
Saehee bungkam. Hanya genangan airmata yang menjadi penerjemah bungkamnya bibir gadis itu. Tubuhnya juga mulai gemetaran akibat adrenalin yang berpacu kencang di tubuhnya.
Merasa tak mendapat jawaban dari kekasihnya, Jimin beranjak pergi dengan tangan terkepal dan rahang mengeras. Sedangkan Saehee, sedang berusaha mati-matian menghalau tangisnya sekuat tenaga. Ada rasa kecewa bercampur sedih melihat perubahan sikap Jimin. Tak tahu siapa yang bersalah dalam hal ini, tapi Saehee harus jujur bahwa mereka sama-sama sedang terluka sekarang.
Airmata perlahan menuruni pipinya. Tangisnya tak bisa terbendung, menyusul hujaman perih yang tiba-tiba menyerang dadanya. Satu tangannya membungkam bibirnya sekuat tenaga, berusaha tak meloloskan isakan sekecil apapun. Ia bisa melihat sekelebatan bayangan Jimin melengos pergi dengan sebuah map ditangannya dan juga kunci mobil yang menggantung di jarinya.
Saehee mencoba mengatur nafasnya, berusaha menenangkan dirinya yang tengah terguncang. Telinganya dengan jelas bisa mendengar dentuman lumayan keras saat pintu di tutup dengan kasar oleh pria itu.
Wajah manis nan polos bak malaikat itu berubah menjadi wajah iblis yang mengerikan hanya dalam satu malam. Dan itu, membuat Saehee takut akan sosok Park Jimin.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Baper! Kita Cuma MANTAN |Jeon Jungkook| [SELESAI]
Fiksi PenggemarDalam hidup, pertemuan dan perpisahan adalah misteri yang kerap di simpan rapat oleh takdir. Perpisahan bisa saja menjadi hal yang menyakitkan, namun kadang kala pertemuan setelah perpisahan adalah hal yang lebih menyakitkan berkali-kali lipat. Hal...