Saehee melangkah gontai. Tubuhnya kehilangan energy untuk bertahan hidup. Mungkin sebentar lagi malaikat maut akan mampir dan membawa arwahnya pergi. Ia sudah menghembuskan nafas berat ratusan kali dan ia melakukannya lagi. Pelajaran yang disampaikan oleh dosennya bahkan tak ada satupun yang bisa ia pahami. Buku catatan yang biasanya penuh dengan berbagai huruf dan coretan hari ini sangat bersih dan mulus. Tak ada satu titik ataupun noda disana.
Koridor kampus yang ramai tak membuatnya merubah raut mukanya yang sudah murung sejak berangkat ke kampus tadi. Bahkan, Cha Dong-Suk, pria sok keren yang sering menggodanya hari ini tak berani mengatakan sepatah katapun. Lirikan tajam dari Saehee dan juga kantung mata serta mata sembab yang tak bisa ia tutupi dengan riasan membuat pria itu gentar dan memutuskan untuk berhenti menggoda Saehee hari ini. Intinya, wajah Saehee lebih mengerikan berkali lipat daripada hantu yang sering muncul di film horror.
“Annyeong.” Jungkook yang muncul entah darimana langsung merangkul Saehee dan dengan wajah riangnya berjalan beriringan dengan gadis itu. “Kau ingin makan apa hari ini?” tanya Jungkook dengan antusias.
Saehee tak menjawab. Wajahnya tertunduk, lalu dengan kasar ia melepaskan rangkulan tangan Jungkook di pundaknya dan berjalan mendahului pria itu. Jungkook yang terlihat bingung langsung mengejar Saehee yang berada beberapa meter di hadapannya.
“Kenapa? Apa semuanya … baik-baik saja?” tanya Jungkook khawatir.
Saehee tak menjawab, ia hanya mempercepat langkahnya bahkan nyaris setengah berlari.
“Kenapa?” Jungkook segera menghentikan Saehee dengan menahan lengannya. Untuk pertama kalinya ia baru menyadari bahwa mata Saehee sembab dengan kantung mata hitam yang ikut menghiasi wajahnya. Saehee kembali menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang barusaja ketahuan oleh Jungkook.
“Kau … kenapa?” tanya Jungkook. Matanya membulat sempurna. Keadaan Saehee benar-benar mengerikan. Kantung mata itu menjelaskan semuanya.
Gadis itu hanya bungkam dan mencoba meloloskan dirinya dari tangan Jungkook. Ia sekuat tenaga memberontak, menggerak-gerakkan tubuhnya secara brutal agar tangan Jungkook lepas dari lengannya. Sayang sekali, kali ini ia juga harus menerima kenyataan bahwa Jungkook yang kini berada di hadapannya berlipat kali lebih kuat daripada tenaga seorang gadis lemah yang suka rebahan seperti dirinya.
Jungkook menoleh kesekitarnya, memastikan bahwa tak ada satupun yang memerhatian mereka berdua. Segera ia menarik Saehee menuju mobilnya. Gadis itu masih tak menyerah. Ia masih memberontak dengan sekuat tenaga namun Jungkook dengan mudahnnya membawanya ke mobil dan segera menginterogasinya.“Kau kenapa?” Tanya Jungkook, kali ini dengan nada tegas. Tangannya masih tak lepas dari lengan Saehee, mencoba menahan gadis itu agar tak kabur.
“Aku dan Jimin Oppa …,” Saehee meneguk salivanya dengan susah payah. Sulit sekali rasanya mengatakan satu kata terakhir yang menyangkut di tenggorokannya. “Akan menikah,” lanjutnya dengan suara serak.
Cengkraman tangan Jungkook mengendur, seiring raut wajah yang berubah serta alis yang nyaris menyatu. Dilihatnya airmata Saehee menetes diikuti isakan kecil yang membuat tubuhnya seketika mati rasa.“A-apa yang kau bicarakan?”
Saehee tak henti menangis, malah merebahkan kepalanya ke pundak Jungkook. Tubuhnya sedikit terguncang karena isak tangis yang makin menjadi.“Aku … dan Jimin Oppa akan menikah bulan depan. Orangtuaku dan orangtua Jimin Oppa sudah bertemu semalam dan mereka setuju dengan ide itu. Mereka setuju. Mereka … setuju,” ulang Saehee disela isakannya.
Tubuh Jungkook kaku seketika. Pikirannya mulai bercabang kemana-mana. Pernikahan, tapi bukan dia mempelai prianya. Pria yang paling ia benci selama 3 bulan belakangan ini yang akan menjadi pemilik sah dari gadis yang ia cintai.
“Maaf,” ucap Saehee pelan, nyaris berbisik.
Jungkook menjauhkan tubuh Saehee dari tubuhnya, mencoba menatap mata Saehee yang masih berlinang airmata.“Jangan bercanda. Ini benar-benar tidak lucu,” ucap Jungkook diikuti tawa sumbang diakhir kalimat.
Saehee mencoba menenangkan diri. Ia menarik nafas dalam lalu mengembuskannya perlahan.
“Aku tahu. Ini juga tidak lucu buatku. Tapi, aku tak bisa melakukan apapun. Aku melihat kekecewaan dan kemarahan di mata Jimin Oppa pagi ini saat aku memintanya membatalkan rencana pernikahan kami. Aku … tak bisa melakukan apapun,” ungkap Saehee sambil menghapus airmatanya perlahan.
Jungkook menjadi orang dengan reaksi paling menyedihkan di seluruh dunia. Ia mengacak rambutnya dengan kasar, lalu sedetik kemudian tawanya meledak dan langsung memicu tatapan heran dari Saehee.
Tawanya mereda. Tatapannya kosong kearah depan. “Dan kau pikir aku akan menyerah?” tanyanya dingin.
“Aku tidak akan menyerah,” lanjut Jungkook tegas.
Saehee terbelalak kaget. “Berhenti. Ini sudah berakhir. Aku yang salah sejak awal. Aku tak harusnya mempermainkan Jimin Oppa. Dia sangat tulus denganku. Dan aku harusnya—“
“Harusnya kau tidak kembali padaku?” Jungkook menatap mata Saehee sangat tajam.
Saehee terdiam. Wajahnya tertunduk, mencoba menyembunyikan kesedihan dan airmata yang kini kembali mengalir membasahi pipinya.
“Aku tak akan menyerah, Saehee-ya. Tidak lagi, tidak kali ini. Cukup Jeon Jungkook si egois saat SMA yang bisa melepaskanmu, tapi Jungkook dihadapanmu kini tak akan selemah itu.”
Tangan Jungkook menggenggam tangan Saehee erat, mencoba menghangatkan perasaan tak karuan keduanya.
“Aku akan memperjuangkanmu, Kang Saehee,” ucap Jungkook dengan lembut.
Saehee menarik tangannya segera. Lalu cepat-cepat menghapus airmata yang membasahi pipinya. Ia adalah dalang dari segala kerumitan ini. Dengan gegabahnya ia memutuskan sesuatu yang berakhir dengan konsekuensi mengerikan pada akhirnya. Ini adalah pertarungannya dengan takdir. Takdir yang sejak awal mengatur skenario dan memaksa Saehee untuk memilih antara cinta masalalunya atau seseorang yang tulus mencintainya dan berharap bisa menjadikannya pendamping hidup.
“Aku tak seharusnya merespon baik perlakuanmu. Maafkan aku. Kita sudahi saja hubungan ini. Aku tak bisa terus menerus menyakiti Jimin Oppa. Dan kini, aku sudah melibatkan keluarga ku dan keluarganya. Permainan ini selesai,” kata Saehee dengan percaya diri. Lagi-lagi, keputusan bodoh ia ambil tanpa memikirkan perasaan sosok disampingnya. Kata-kata barusan meluncur tanpa beban dari bibirnya.
Jungkook tersenyum sinis, “Permainan katamu?” Jungkook segera menoleh kearah Saehee yang baru saja selesai menghapus jejak-jejak airmata diwajahnya. “Aku hanya permainan dimatamu?!”
“Sudahlah. Sejak awal aku harusnya tak memantik api di hubunganku dengan Jimin Oppa. Aku tahu aku bodoh. Aku yang tak bisa mengendalikan perasaanku terhadapmu. Aku … adalah Kang Saehee yang masih terjebak dengan sosok cinta pertama di masa lalunya. Dan saat kau muncul, aku langsung jatuh berlutut dihadapanmu lagi seperti orang bodoh. Aku seharusnya—“
“Itu yang namanya cinta! Kau tidak bisa menyalahkan dirimu karena kau mencintaiku dan kau tak memiliki perasaaan yang sama dengan Jimin sialan itu!” amuk Jungkook seraya mencengkram bahu Saehee dengan kuat, menatap dalam-dalam mata Saehee lewat sorot mata penuh kemarahan miliknya. “KAU MASIH SANGAT MENCINTAIKU!” teriak Jungkook dengan penuh emosi.
Saehee bungkam. Tak ada gunanya mengelak apalagi mengatakan sesuatu yang jelas-jelas sudah terpampang kebenarannya. Ia hanya bisa memejamkan mata, mencoba menahan airmata yang untuk kesekian kalinya memberontak keluar.
“Aku tak akan menyerah,” ucap Jungkook dengan penuh penekanan.
“Berhentilah. Sebelum kau terluka semakin parah.”
“Tak akan ada yang terluka. Aku hanya ingin mendapatkan sesuatu yang mutlak milikku.”
“Aku bukan milik siapapun!”
Jungkook melepaskan cengkramannya dari bahu Saehee, tapi tangannya masih mengepal erat. Dadanya naik turun menahan emosi yang sejak tadi meledak-ledak. “Tidak. Kau milikku, Saehee-ya. Dan akan tetap seperti itu.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Baper! Kita Cuma MANTAN |Jeon Jungkook| [SELESAI]
FanfictionDalam hidup, pertemuan dan perpisahan adalah misteri yang kerap di simpan rapat oleh takdir. Perpisahan bisa saja menjadi hal yang menyakitkan, namun kadang kala pertemuan setelah perpisahan adalah hal yang lebih menyakitkan berkali-kali lipat. Hal...