3 tahun kemudian ...
Semenjak kejadian hari itu, ketika Sinb mengetahui semuanya tentang kedua orang tua mereka, dia menjadi anak kecil yang pendiam. Sowon mendapat dorongan agar tidak menyerah dari orang-orang terdekat, dia bangkit dan orang baik tanpa diketahui membantu pengobatannya dengan Sinb. Meski begitu, Sowon dan Sinb harus tetap check up mengingat penyakit yang mereka derita bukanlah penyakit biasa.
"Sinb yya."
"Ya?"
"Hari ini kau akan memulai menjadi anak kelas 2, kau harus mencari teman, ya?"
"Hmmm."
Sowon meraih pucuk kepala Sinb. "Sarapan yang baik dan benar, mengerti? Eonie akan mengantarmu."
"Ya."
Sowon duduk di kursi meja makan yang tidak jauh dari Sinb. Ia memperhatikan adiknya yang tumbuh menjadi gadis dingin.
"Sinb, kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Kenapa kau tidak pernah tersenyum lagi?"
Sinb memasukan sesendok makanan ke dalam mulutnya, membuat mulut itu terisi penuh oleh makanan. Tentu saja hal itu membuatnya tidak bisa bicara, tidak bisa menjawab pertanyaan dari Sowon.
"Aku sudah selesai, Eonie."
"Ya?"
"Melamun terus, aku mau berangkat sekarang."
"O-oh? Baiklah, ayo kita berangkat."
Sowon lantas beranjak dan membantu Sinb untuk turun dari kursi tersebut. Ia memasangkan tas ransel sebagai wadah dari seluruh peralatan sekolah yang ia punya.
"Belajar yang baik, ya?" ungkap Sowon sembari mengusap pucuk kepala Sinb.
"Ya."
Tidak mau melihat wajah datar adiknya, Sowon pun meraih kedua sudut bibir Sinb, menariknya hingga membentuk seulas senyuman.
"Tersenyumlah, dan cari teman untuk membuat harimu lebih baik, mengerti?"
Sinb mengangguk, tapi dari sorot matanya dia terlihat tidak setuju. Sowon merengkuh tubuh itu, ia mendekapkan sebagai cara untuk memberikan ketenangan.
"Hidup kita itu tidak selamanya berada di dunia ini, Sinb. Jika kau menghabiskan waktumu untuk berlarut, itu hanya akan membuatmu terluka," terang Sowon dengan tangan yang terus mengusap surai Sinb.
Sinb balas memeluk. "Jika kita mati esok, maka mari berpura-pura tidak ada hari esok, dan berbahagia untuk hari ini."
Sowon merasa bangga mendengarnya, pelukan itu merenggang, Sowon memberikan kecupan pada bibir mungil adiknya. Sinb tersenyum hangat, karena melihat ada kebahagiaan pada diri Sowon.
"Oh iya, kau mau mengikuti kursus apa?" tanya Sowon setelah ia beranjak dan menggenggam tangan Sinb.
Sinb mendongak. "Atlet?"
"Tidak, jangan membuat dirimu kelelahan, Sinb."
"Lalu apa?"
"Bernyanyi, bagaimana?"
"Ya?"
"Eonie akan senang jika kau bernyanyi, dan nanti mungkin kau bisa menyanyikan lagu pengantar tidur untuk Eonie, bagaimana?"
"Tidak perlu kursus kalau begitu, Eonie."
"Kenapa?"
"Sinb sering mendengar Eonie bernyanyi, jadi—"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eonie Is Gone
Fanfic[COMPLETED] Setelah orang tuanya meninggal tanpa sebab-akibat, Kim Sowon harus didepak dari grup yang telah membesarkan namanya. Dia dituduh sebagai anggota malas, tidak punya perasaan, dan bahkan rumor menyatakan bahwa ia membully anggota satu grup...