Sinb membuka pintu utama dengan perlahan, dia benar-benar merasa tidak nyaman sekarang. Hal yang paling ia cemaskan terjadi, yaitu ketika Sowon datang ke sekolah. Apalagi sepulang sekolah Sowon tidak datang menjemput atau menunggunya saja di sekolah. Pasti sesuatu terjadi.
Menutup pintu utama dengan perlahan, menyandar untuk sementara waktu di pintu. Dilihatnya keadaan rumah yang terbilang tidak sama lagi. Sinb melihat banyak kekosongan yang hadir di sana. Seperti ia ... telah kehilangan Sowon-nya.
"Eonie."
"Sowon eonie, kau di mana?"
"Eonie, aku pulang."
Belum mendapat respon dari si pemilik nama tersebut, kedua tangan mungil Sinb perlahan mengepal karena ketakutan. Sorot matanya mulai meneduh, tak beberapa lama air matanya jatuh begitu saja.
"Eonie, Sinb tahu Eonie di rumah."
"Eonie, jangan bermain-main."
"Sinb takut."
Masih belum menerima respon sama sekali, Sinb merasa sangat tertekan saat tak menemukan kehadiran Sowon barang sedikit pun di rumah. Seperti ia memang benar-benar telah kehilangan Sowon untuk selama-lamanya. Mungkin semua akan seperti ini, yaitu dipenuhi dengan kekosongan.
"Sowon eonie!!!" teriaknya ketika tak kunjung menerima respon apapun.
Sinb berlari terbirit menuju ke kamar Sang kakak, dia membuka pintu kasar dan tidak melihat tanda-tanda kehidupan Sowon di dalam kamarnya. Tak mau hanya diam dan ketakutan, Sinb memasuki kamar Sowon, menarik selimut karena takut kakaknya bermain-main.
Sinb menggelengkan kepalanya, menyatakan tidak akan ada apa-apa selagi ia berpikir hal yang baik. Berlari ke arah lemari, membukanya karena menduga Sowon bersembunyi di dalam sana. Tapi tidak ada apa-apa, hanya lipatan pakaian serta gantungan pakaian yang ada di dalam sana.
"Eonie!!!" jeritnya yang sesekali menyeka air mata ketakutan.
Sinb berlari keluar dari kamarnya, dia menuju ke arah dapur, berpikir bahwa Sowon mungkin sedang memasak. Bisa saja memang Sowon sedang memasak. Begitu sampai di dapur, semua terasa kosong dan hampa. Sekali lagi, seperti ia telah kehilangan Sowon-nya.
"Tidak."
"Tidak."
"Tidak mungkin."
"Sowon eonie."
Sinb berbalik untuk menuju ke tempat lain, dan tubuhnya tersentak saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu dapur. Sorot matanya berbinar, bibirnya tersenyum haru. Tak menunggu lama lagi, ia langsung saja berlari dan mendekap tubuh seseorang yang dicarinya sejak tadi.
"Eonie, pergi ke mana?"
"Kenapa membiarkan Sinb sendirian?"
"Kenapa tidak menjemput Sinb?"
"Eonie, Sinb takut."
"Sinb tidak bisa sendirian."
"Eonie harus berada di samping Sinb."
Sinb terus mengoceh sambil memukul-mukul perut Sowon, karena hanya itu yang bisa ia gapai untuk saat ini. Sowon memejamkan matanya hingga air mata jatuh dari pelupuk mata itu. Dia mendongak, menyekanya karena enggan terlihat lemah.
"Bukankah itu yang kau harapkan?"
Sinb mendongak. "Ya?"
"Bukankah itu yang kau inginkan, Sinb?"
Sinb menggeleng. "Tidak."
"Kau tidak butuh teman, kau tidak mau berteman, kau suka sendirian, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Eonie Is Gone
Fanfiction[COMPLETED] Setelah orang tuanya meninggal tanpa sebab-akibat, Kim Sowon harus didepak dari grup yang telah membesarkan namanya. Dia dituduh sebagai anggota malas, tidak punya perasaan, dan bahkan rumor menyatakan bahwa ia membully anggota satu grup...