Axel membiarkan guru olah raganya melarikan diri. Dia juga kabur melalui pintu belakang, menghindari para manusia yang berdatangan. Untuk menutupi jejak pertarungannya tadi, dia sengaja menendang beberapa tembok kelas, membuat pondasi bangunan melemah hingga atap menjadi goyang, lalu perlahan runtuh.
Dia sama sekali tidak menyesal membuat beberapa kelas hancur seperti itu. Hal yang membuatnya kepikiran adalah Mai yang pergi dari sekolah ini dengan rasa takut. Dia sempat memperhatikan gadis itu berlari keluar gerbang tanpa memberitahu siapapun tentang apa yang dilihatnya.
Mai berlari di sepanjang trotoar menuju ke rumah. Beruntung, di tengah jalan, dia berpapasan dengan mobil sang ayah yang memang bertujuan menjemputnya.
Di dalam mobil hingga sampai rumah, gadis ini enggan untuk membicarakan apa yang sudah dia lihat. Tidak ada seorang pun yang akan percaya juga, termasuk orangtuanya.
Di rumah, dia disapa oleh Mama saat memasuki ruang makan. "Sayang, selamat datang, kenapa wajahmu pucat sekali? Kamu sakit?"
Papa memandangi cara Mai yang berjalan sudah tidak pincang lagi. Dia semakin heran dengan anak gadisnya ini. Tapi, karena Mai tidak mau bicara, dia tidak bisa memaksanya.
Mai terlalu takut sampai lupa sakit di betisnya. Untuk menutupi rasa gelisahnya, dia menyunggingkan senyuman palsu, lalu duduk di kursi. "Gak ada apa-apa, Ma."
Mama menyuguhkan makan siang mereka di atas meja. Semangkuk besar lauk pauk berupa ayam panggang,telur dadar, dan lain sebaginya. Tak lupa ada sekeranjang buah-buahan di tengah meja.
Mai mengambil nasi dan sepotong paha ayam. Pikirannya masih tertuju pada kejadian di sekolah. Dia penasaran, kira-kira apa reaksi para guru saat tahu ada perkelahian antar makhluk non-manusia itu. Siapa mereka?
Dari ciri-cirinya, Mai merasa kalau mereka adalah manusia serigala. Akan tetapi, meskipun sudah melihatnya, dia masih belum bisa percaya. Bagaimana itu mungkin? Bagaimana mungkin ada manusia serigala di dunia nyata?
Setelah dua kali suapan, nafsu makan Mai langsung hilang. Dia tidak lapar. Malahan, perutnya mual, efek dari rasa pusing di kepala. Dia akhirnya berdiri, dan berpamitan, "Ma, Pa, Mai tidur aja dulu, kepala Mai sakit."
"Gak di habisin?" Mama bertambah cemas.
Mai menggeleng, kemudian berjalan dengan langkah biasa keluar ruang makan ini dan menuju ke kamarnya yang berada dekat dengan ruang tamu.
Sementara itu, Papa masih mengamati cara berjalan Mai. Pria itu dan istrinya sama-sama memperlihatkan tatapan mata heran sekaligus senang. Mereka heran, kenapa anak mereka mendadak diam sepulang sekolah? Tapi, juga senang karena gadis itu tidak pincang lagi.
"Apa ada masalah ya di sekolah? Ada apa, Pa?" Mama khawatir.
Suaminya mengerutkan dahi. "Gak tahu, gak ada apa-apa. Dia udah diam sejak naik mobil tadi."
Tidak ada sahutan dari sang istri.
***
Tanpa mengganti pakaian, Mai langsung menghempaskan diri di atas ranjang dengan perasaan gelisah. Dia memejamkan mata, ingin beristirahat sejenak agar sakit di kepalanya reda.
Belum ada beberapa menit terlelap, dia sudah dihadapkan pada sebuah mimpi yang aneh, buruk dan menegangkan.
Dia mendadak berdiri di tengah hutan belantara yang basah, langit sedang kelabu, pencahayaan sangat tipis. Tidak ada siapapun kecuali dia di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...