07. Serigala (c)

12.9K 2K 255
                                    

"Jadi, Kakak, bagaimana rasanya?"

"Siapa dia?"

"Kenalkan pada kami!"

"Kenapa wajah kakak suram sekali?"

Keempat anak perempuan berusia antara enam sampai sepuluh tahun ini terlihat menarik lengan baju dan celana Axel. Mereka berempat kompak mengganggu kakak mereka yang sedang duduk di salah satu kursi meja makan dengan tatapan mata sedih.

Beberapa di antara anak perempuan ini sampai naik ke pangkuan Axel, kemudian memainkan hidung dan pipinya karena tak suka dihiraukan. Normalnya, mereka akan dijahili balik, tapi hari ini- Axel tak bersemangat melakukan apapun.

Berkali-kali sudah dia mencuci muka, berkali-kali pula dia menggosok hidung, tapi bau manis kue mangkuk itu masih ada. Mai benar-benar bagaikan aroma cupcake yang baru matang dari oven.

Mengetahui kesulitan yang dihadapi sang putra, Ibu serigala ini terlihat mengeluarkan empat kue mangkuk buatannya yang sudah matang dari dalam oven. Kemudian, dengan sengaja dia suguhkan di atas meja makan.

"Ayo anak-anak, jangan menganggu kakak kalian, camilan sore sudah ibu buatkan ini," ucap si Ibu seraya duduk di kursi seberang meja dari putranya, Axel.

"Rasanya aku mau mati." Axel menutup hidungnya. Dia sudah muak dengan bau manis yang menebar di mana-mana ini. Kepalanya makin sakit. Padahal dahulu, dia menyukai makanan ini, tapi sejak bertemu dengan Mai- rasanya dia seakan menjadi gila karena terlalu sering mencium aroma manis.

"Ibu, Kakak mau mati," sahut si anak perempuan berusia tujuh tahun. Dia memiliki tubuh kurus dan rambut panjang yang dikuncir dua.

Saudarinya yang lebih kecil, enam tahunan, tampak menarik-narik lengan kemeja putih Axel sembari berteriak girang, "Mati, mati, ayo kakak mati saja."

"Kakak akan kawin terus mati!" tambah saudari yang lebih besar, delapan tahun, yang bertubuh lebih gemuk. Dia terlihat mengambil satu kue di atas meja, lalu memakannya dengan lahap.

Keluarga serigala ini sudah terbiasa dengan makanan rumahan. Semua makanan bisa mereka makan dengan lahap. Camilan sore selalu berupa kue mangkuk atau cupcakes dengan aneka warna, rasa dan intinya berbau amat manis.

Anak perempuan tertua yang berusia sepuluh tahun, paling tinggi dan paling panjang rambutnya ikut menggoda kakaknya, "Kakak sudah punya istri sekarang?"

"Hore, hore, hore!"

"Kakak kawin! Kawin! Kawin!"

"Ayo kawin!"

"Ayooo! Kakak cepat kawin!"

Kepala Axel serasa ingin pecah.

Ibu tertawa melihat tingkah mereka. "Anak-anak, sudah cukup, jangan ganggu kakak, kalian bawa kue ini dan main di ruang tengah."

"Baik!" "Oke" "Siap!" "Ya!" deretan jawaban yang dilontarkan keempat anak perempuan tadi secara bersamaan. Mereka membawa kuenya dan berlarian menuju ke ruangan lain sesuai perintah sang ibu.

Pandangan mata Ibu kembali tertuju pada sang putra Dia memberikan pengertian, "Axel, kamu harus membicarakan ini dengan ayahmu dan Alfa. Kamu bilang nama gadis itu Mai, bukan? Oh, Nama yang cantik. Pasti dia gadis yang baik."

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang