Axel dan ayahnya sudah bercerita tentang diri mereka kepada orangtua Mai. Reaksi mereka hanyalah diam membisu dengan ekspresi terkejut. Reaksi itu tetap terjadi setelah melihat perubahan mata dari Axel.
Mau tidak mau, orang tua Mai harus mengungsi ke rumah Axel. Setidaknya di rumah itu akan ada Ibu Serigala dan para gadis cilik. Jadi, sekalipun Axel, Jaxen dan ayah mereka pergi, masih ada yang menjaga.
Begitu sampai di depan rumah Axel, suasana heboh sudah terlihat. Hari libur artinya bermain terus menerus. Kelima anak perempuan di keluarga serigala ini memenuhi halaman, termasuk si adik bayi. Mereka berlarian, memanjat pohon, lalu terjun bebas, berlarian di sekitar semak, saling melempar katak dan laba-laba. Tidak ada yang namanya jijik atau takut. Mereka seperti anak rimba.
Orangtua Mai kaget. Baru kali ini, mereka melihat ada anak berusia lima tahunan memanjat pohon dengan mudah, lalu melompat dan membuat tanah menjadi ambles.
“Namanya juga anak-anak, iya 'kan, Pak, Bu,” ucap Ayah Serigala yang kelihatannya biasa saja. Tidak menganggap kalau tingkah gila anak-anak perempuannya itu aneh.
Tak berselang lama, keluarlah Ibu Serigala dengan membawa toples berisi permen coklat bulat. Dia mengocok toples itu, sehingga suaranya menarik perhatian anak-anak.
“Anak-anak, kemari dulu!” teriaknya.
Kelima anak tersebut berbaris di teras untuk mengantri pembagian permen. Mereka memang sulit diatur, tetapi ketika mendengar suara tersebut, pasti akan berkumpul.
“Main di dalam kamar, jangan berisik, ayah dan ibu ada tamu, paham?” Ibu Serigala menyuapi permen satu per satu kepada anaknya. Setelah itu, dia menggendong Baby Avva yang sudah kotor.
“Oke!” Keempat anak perempuan ini kompak menjawab, lalu berlarian masuk ke dalam rumah.
Mai baru tahu cara ibu Axel memanggil anak seperti ini. Dia teringat akan cara tetangganya saat memanggil kucing.
“Jangan banyak mikir, Mai,” ucap Axel meliriknya tajam. Semakin hari, hubungannya dengan Mai semakin dekat, karena itulah, dia bisa menebak jalan pikirannya tanpa perlu mind link.
“Sorry,” balas Mai menahan tawa.
“Ayo masuk dahulu.” Ayah Serigala mengajak orangtua Mai untuk mengikutinya naik ke teras rumah. Tak lupa, dia memperkenalkan sang istri, “Pak, Bu, ini istri saya, Affi.”
Ibu Serigala bersalaman dengan orangtua Mai dengan wajah sumringah. Dia sama sekali tidak kaget sekalipun telapak tangan ayah dan Ibu Mai ini mendadak berkeringat dingin.
“Sepertinya jantung aya sudah membuatkan kue untuk bapak dan ibu, mari—” ucapnya sembari menuding ke dalam rumah.
Orangtua Mai seperti robot yang menurut saja ketika didorong masuk oleh Ayah Axel. Mereka masih diam seribu bahasa.
Setelah satu per satu dari mereka sudah masuk rumah, Axel menutup pintu. Kemudian dia ikut menyusul ke ruang tengah bersama Mai.
Mai dan orangtuanya duduk di sofa panjang, sedangkan Axel dan orangnya duduk di sofa lainnya. Tidak ada barang elektronik yang bisa ditemukan di setiap sudut rumah ini. Meskipun begitu, semua perabotan kelihatan rapi dan berkelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...