Kedua orang tua Mai melongo selama hampir satu menit kala melihat putrinya pulang membawa laki-laki. Ini adalah hari bersejarah. Selama ini, Mai tidak pernah sekalipun kelihatan dekat dengan lelaki manapun. Sekarang, mendadak anaknya sedang berdiri dengan Axel di teras.
"Ini Axel, Pa, Ma, teman sekelas Mai, Mai mau belajar bareng sama dia di rumah. Boleh, ya?" Mai membuyarkan lamunan orang tuanya.
Papa mengangguk. Dia cukup bahagia melihat putrinya tak lagi bermuka sedih seperti hari-hari sebelumnya. Seulas senyuman tampak mengembang di bibir. Pria ini mengira kalau tingkah aneh Mai beberapa hari adalah karena jatuh cinta.
Mama mengatakan, "gak masalah, Sayang. Salam kenal, Axel. Tante ini mamanya Mai."
Axel tampak sangat tegang. Berdiri tegak, tak bergerak, tatapan mata lurus ke orangtua Mai, dia sudah mirip seperti tiang listrik. Entah apa yang ada dipikirannya, tapi situasi ini sangat menegangkan. Dia ketakutan, rasanya seluruh keberanian dalam dirinya menyusut. Serigala liar di tubuhnya mendadak berubah menjadi anjing pudel.
"Kenapa kamu?" Papa heran melihat Axel mematung. "Kenapa dia, Mai?"
Axel membuka mulut, tapi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Dia takut, bagaimana kalau salah bicara? Kalau saja ini orang lain, dia takkan peduli, tapi ini orangtua Mai. Kalau orangtuanya membencinya, lalu tidak merestuinya, bagaimana kelanjutan hidupnya nanti?
Mai menepuk punggung Axel. "Hei?"
Axel nyaris terloncat saat merasakan tepukan itu. Tepukan tangan Mai sampai membuat otot dan urat syarafnya bereaksi. Dia bisa mati tegang kalau terlalu sering bertemu Mai.
Dia menoleh pada Mai dengan pandangan memohon ampun agar jangan disentuh. "Mai ..."
Tanpa diberitahu, Mai seperti sudah paham maksudnya. Dia masih bingung, kenapa Axel ini sangat sensitif kalau disentuh? Apakah dia punya penyakit kulit?
Mama buru-buru masuk ke dalam sembari mengatakan, "kalau begitu ayo masuk, Mama buatin kue untuk kalian."
Papa masih menerawang diri Axel. Dia memperkirakan bagaimana fisik Axel di balik jaket hitam yang sedang dikenakan serigala muda ini. Karena amat penasaran, tanpa permisi, dia menyambar lengan kanan Axel, kemudian memeriksa kondisinya.
"Pa?" Mai kaget.
Axel jauh lebih kaget, tapi membiarkan saja tangannya sedang diperiksa. Dia hanya berharap kalau pria paruh baya ini tidak menyadari kalau telapak tangannya basah. Ketegangan karena berada dekat dengan Mai, membuat tubuhnya menjadi tidak karuhan. Jantung berdebar, tangan basah, pikiran kacau.
Dia tidak mengerti, semua orang di kawanannya berkata kalau bertemu dengan pasangan, lalu menjalin cinta, itu terasa amat membahagiakan. Lantas, mengapa dia merasa tersiksa?Apa enaknya jatuh cinta kalau seperti ini?
"Tangan kamu cukup bagus, berotot, pasti rajin olah raga, ya? Bagus, masih muda, emang harus latihan fisik." Papa Mai terus memeriksa kondisi tubuh Axel, belum lagi dia juga menghirup udara di sekitarnya. "Oke, gak ada bau-bau rokok, coba buka mulut ..."
Axel menurut layaknya anjing setia.
Papa melihat gigi dan lidah Axel yang bagus. "Putih, bersih, rapi, gak ada jigong, gak ada tanda-tanda ngerokok. Oke, kamu lulus."
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...