15. Meleleh

10K 1.8K 213
                                    

“Ada apa?” Axel mengamati kelima adiknya yang duduk di sofa ruang tamu. Dia melihat adik bayinya masih menangis sembari memegangi kepala boneka beruang yang sudah robek dari tubuhnya.

“Neka!” Si adik bayi, Avva, menunjukkan ekspresi ingin menangis. “Neka.”

Mai mendekatinya, lalu merayunya agar tidak menangis. Dia memeriksa boneka beruang itu, lalu mengatakan, “kakak benerin ya? Jangan nangis. Axel, kamu punya jarum sama benang jahit gak?”

“Buat apa?”

“Ya jahit lah, masa suntik.”

Axel cemberut. Dia merasa kalau ucapan barusan sedang mengejeknya. Sejak bertemu pasangan, perasaannya gampang terbawa suasana, padahal Mai bicara apa adanya.

Tidak mendapat respon, Mai menambahkan, “Cepetan ambilin, aku jahitin ini.”

“Mana punya begituan.”

“Mamamu gak pernah jahit?”

“Enggak.”

Mai terdiam, dia jadi berpikir serius. Ada beberapa kebiasaan manusia serigala yang harus dia ketahui. “Oke.”

Dia mengeluarkan ponselnya, kemudian membuka aplikasi belanja online. Di situ, dia memperlihatkan layar ponselnya yang penuh boneka.

“Mau kakak beliin ini? Langsung dikirim nanti, mau? Tapi jangan nangis,” Mai mengeluarkan jurus merayu anak-anak.

Mata Avva berbinar ketika melihat banyak sekali potret boneka. Dia menuding salah satu gambar. “Itu.”

Para saudarinya ikut berkerumun, mereka mengerutkan dahi melihat benda kotak yang bisa menampilkan gambar itu. Mereka takjub bukan main, bahkan sampai berdesakan hanya demi bisa melihat lebih leluasa.

“Kak, apa itu?” tanya Avvi penasaran.

“Ini?” Mai melihat layar ponselnya. “Ini boneka, Kakak mau beliin untuk kalian biar gak rebutan. Gimana?”

“Bukan, itu yang kakak pegang itu apa?”

Dengan kening mengernyit heran, Mai melihat ponselnya lagi.“Ini eh ... HP.”

“HP? Kenapa ada gambarnya kak?”

“Aku pernah liat,” sambung Anna sama herannya.

Mai syok sampai melongo. Ternyata keluarga Axel benar-benar jauh dari hal modern. Dia juga baru sadar kalau di rumah ini tidak ada barang elektronik satu pun. Dia menoleh pada Axel dengan pandangan tak percaya.

Axel bisa menebak jalan pikirannya. “Iya, kami orang pedalaman. Gak usah kaget begitu. Mau apa? ngejek? ayo ejek.”

Wajahnya masih cemberut, tapi telinga serigalanya masih terbentuk.  Hal ini membuat Mai tidak bisa marah. Menurutnya, Axel seperti kucing jantan yang sedang ngambek.

Salah, tapi anjing, pikirnya membenarkan diri sendiri bahwa Axel bukanlah kucing. Dia menyeringai seraya menggoda lelaki itu, “mana bisa aku ngejek cowok bertelinga bulu~”

Axel baru sadar. Dia menepuk telinganya pelan-pelan, membuat kedua telinga berbulu itu berubah menjadi telinga manusia kembali. “Jangan pernah membahas ini lagi dimanapun, paham?”

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang