12. Cemburu (a)

11.3K 1.9K 198
                                    

Mai tidak bisa tidur setelah menghabiskan beberapa waktu dengan Axel. Malam terasa sangat lama. Akibatnya, dia kekurangan tidur sehingga matanya memerah di keesokan harinya. 

Sekalipun begitu, dia semangat untuk berangkat sekolah. Tingkahnya yang sudah mulai ceria membuat orangtuanya tak khawatir lagi.

Ketika dia masuk ke kelas, Axel ternyata sudah ada di bangkunya. 

Seperti biasa, laki-laki ini menyibukkan diri dengan buku gambar, tidak peduli sekitar. Dia menganggap semua kegaduhan di kelas adalah angin lalu, tidak ada suara yang menarik, tidak ada bau yang menarik, kecuali Mai.

Mai datang, ekspresi wajah Axel menjadi gelisah lagi. Tanpa melihatpun, dia tahu kalau gadis itu sudah masuk ke kelas. Berada di kelas ini tidak lagi tentram.

Dia sempat rindu dengan suasana kelas sebelum kehadiran Mai. Jatuh cinta kepada manusia sangat menyiksa.

"Pagi?" Mai menyapa Axel saat melewatinya.

Tapi, Axel pura-pura tidak dengar dan terus melanjutkan sketsanya tentang mimpinya dan Mai yang terkoneksi. Ya, tentang seorang gadis yang tersesat di hutan. Akhir-akhir ini mimpi itu makin menggila sampai dia muak dan ingin mengoyak bantal sendiri.

"Sombong banget," cibir Mai yang kembali berjalan, lalu duduk di bangkunya.

Dia menoleh ke teman laki-laki yang duduk di samping kanan. "Pagi, Vin?"

"Pagi," sapa balik Arvin, teman sekelasnya, yang sebenarnya tidak terlalu banyak tingkah dan suara.

Laki-laki ini pendiam jika dibandingkan dengan yang lain. Karakternya mirip Axel, hanya saja dia memiliki aura yang lembut dan ramah.

Daun telinga Axel terasa panas mendengar itu. Dia meremas pena yang dia genggam sampai patah menjadi dua. Insting serigalanya cemburu dengan hal itu, tapi dia enggan untuk mengakui.

Mai menoleh ke bangku depan, bangkunya Axel. Dia tidak tahu kalau perasaan Axel sedang gempa karena sapaan barusan. Pandangannya teralih kembali ke Arvin lagi kala bertanya, "bawa buku paket fisika gak? Pinjam, dong?"

"Ada." Arvin membuka ransel, lalu menyerahkan buku paket yang diinginkan Mai. "Ini."

"Makasih."

Axel berdiri tiba-tiba, mengagetkan beberapa murid yang ada di sekitarnya. Dia mengambil buku paket fisika, kemudian berjalan ke belakang, berhenti di antara bangku Mai dan Arvin.

Dengan kasar, dia merampas buku Arvin yang ada di tangan Mai, lalu membantingnya di atas meja sang pemilik. Selepas itu, dia menaruh bukunya di atas meja Mai sebelum akhirnya kembali ke tempat duduknya.

Semua dilakukan tanpa mengatakan apapun.

Suasana kelas seketika menjadi hening. Hampir tidak ada yang paham dengan apa yang dilakukan oleh Axel.

Dia memasang wajah marah, lalu membanting bukunya sendiri di meja Mai, dan duduk di kursinya lagi. Kalau begini, siapa yang memahami isi kepalanya?

Mai sampai mematung dengan tengkuk merinding.

Arvin ikutan bingung. Dia berbisik, "apaan?"

"Kayaknya dia marah." Mai gagal paham.

"Kenapa?"

"Gak tahu."

Dan, seperti biasa, tidak ada yang mau ikut campur urusan Axel. Murid ternakal di kelas saja sampai menghindari perdebatan dengan laki-laki itu. Selain aneh, Axel juga dipandang emosional. Jadi, memang lebih baik tidak diganggu.

Tidak ada yang berani membahas hal ini sampai bel istirahat berbunyi.

Satu per satu murid berhamburan keluar, termasuk Mai. Di kantin, gadis ini ditemani oleh teman akrabnya, Keyla. Tanpa mereka sadari, sebenarnya Axel juga ikut mengikuti di belakang. Dia tidak bisa menolak insting serigalanya untuk terus dekat dengan Mai.

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang