November Art adalah kegiatan setahun sekali yang di adakan di sekolah Mai dan Axel. Biasanya setiap kelas akan menunjukkan karya ilmiah ataupun seni mereka.
Kalau saja tidak ada peristiwa buruk di kota, acara ini akan dibuka untuk umum sehingga ramainya tidak bisa dibayangkan.
Berhubung sekarang di kota sedang membatasi jumlah aktifitas dan banyak kejahatan yang belum terungkap, maka pihak sekolah hanya menjadikan ini kegiatan kecil sebelum libur nanti.
Hanya kelas sepuluh dan sebelas yang bisa mengikuti kegiatan ini. Normalnya, seluruh gedung sekolah adalah tempat kegiatan, sekarang hanya terbatas di gedung olah raga Indoor saja.
Ketika Axel dan Mai datang, suasana gedung olah raga ini sudah terhias oleh banyak lukisan, stand-stand pertunjukkan ilmiah, meja-meja yang menyajikan banyak gelas berisi minuman gratis.
Terdapat sebuah panggung kecil di tengah yang khusus dijadikan tempat untuk memamerkan satwa, seperti burung elang, ular-ular yang ada di kandang, laba-laba langka, monyet pantat merah, anjing pudel dan kucing yang menjadi pusat perhatian.
Seluruh siswa memakai kostum buatan sendiri, kebanyakan murid laki-laki hanya bermodal jaket, topeng dan tongkat bisbol saja. Mengetahui hal itu, Axel malu, dia tidak tahu mengapa harus menggunakan sabuk yang tersambung dengan ekor bulu kemoceng warna hitam.
"Mai, aku akan pulang sebelum ada yang melihatku seperti ini." Axel nyaris berbalik lagi sebelum masuk pintu.
"Jangan lebay deh, banyak yang jadi badut, tuh liat Arvin ..." Mai menahan tawa sembari menuding salah satu di kerumunan murid dimana ada Arvin yang menggunakan kaos, celana putih polos, lalu topi jahitan sendiri yang dibuat menyerupai tanduk domba.
"Jangan samakan aku dengan dia, dia memalukan."
"Kamu aja yang pemalu, padahal semuanya seneng loh. Sesekali refreshing, gak seragaman mulu di sekolah."
"Manusia semuanya aneh. Ngapain sekolah diubah jadi kebun binatang?"
"Jangan lupa ya, pacarmu ini manusia."
"Kamu juga aneh."
"Udahlah, jangan tegang, inikan seni ... Seni itu indah, gak boleh malu. Oh iya, jangan lupa pakai bando kelincimu." Mai mengeluarkan sebuah bando kelinci yang dia buat sendiri dari kain flanel putih.
Axel menggeleng. "Aku kan serigala, ngapain pakai bando kelinci?"
Mai memperhatikan pacarnya yang sekarang hanya menggunakan kemeja putih lengan panjang dipadu dengan celana hitam.
Sembari tersenyum, dia memuji, "Sorry. Habisnya ... Kamu diapa-apain tetep ganteng dan lucu."
Axel terbelalak mendengarnya. Lidah keluh dan tubuh mematung. Baru beberapa hari mereka menjalin hubungan, tapi Mai makin tidak malu-malu lagi padanya.
Karena dipandangi terus, Mai jadi salah tingkah. Dia berpaling, lalu mengalihkan obrolan, "menurutmu gimana aku? Keren 'kan topi buatanku? Kreatif banget, low budget, tapi kelihatan bagus. Dulu aku juga gini waktu jadi duyung, menang dong."
Ia menggunakan topi runcing hitam ala penyihir, tubuhnya terbalut jubah hitam yang tipisnya minta ampun.
"Kreatif sama gak modal itu beda loh," sindir Axel sama sekali tidak bisa menilai sebenarnya apanya yang seni dari topi dan jubah yang dipakai Mai.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...