29. Teror (a)

5.8K 1.2K 47
                                    

Papa mengantarkan Mai dan Axel pulang sekitar jam empat pagi. Di rumah sendiri, Mama ternyata masih tertidur pulas, tidak tersadar kalau dikunci di dalam rumah oleh anaknya sendiri.

Setelah mengantar, Papa kembali ke kantor polisi. Dia beralasan kalau saat ini kepolisian sedang membutuhkan banyak orang untuk berjaga di kantor. Karena itulah, pria itu bisa tenang karena setidaknya ada laki-laki yang ada di rumah, yaitu Axel.

Mai dan Axel membersihkan diri mereka, dan makan bersama dengan Mama. Axel sempat heran karena menu sarapan di keluarga ini hanya ada satu saja.

Nasi goreng dengan tambahan telur mata sapi.

Dalam hati, Axel bertanya, gini doang?

Sebagai seorang anak yang dibesarkan di keluarga serigala, Ibunya selalu memasak banyak ketika jam makan.

Mau pagi, siang, malam, pasti seperti di pesta. Bukan karena anggota keluarganya banyak, tetapi memang kebutuhan kalori mereka yang berkali-kali lipat.

Axel tersadar, kalau terlalu lama berada di rumah Mai, dia akan berubah menjadi cacing kering. Dia hanya tersenyum sedih, bagaimana cara tersopan untuk meminta jatah lebih banyak?

“Kenapa diam aja, Axel? Kamu gak suka nasi goreng? Gak suka telur atau apa? Gak pedes kok itu,” tanya Mama yang heran melihat Axel diam saja, padahal Mai sudah seperti rayap menemukan kayu.

“Axel suka apa aja, Ma— Tante.” Axel mulai mengambil sendok, bersiap untuk makan.

Dengan menahan tawa, Mai mengulang, “Matante.”

Mereka duduk bersebrangan meja, jadi bisa lirik melirik kalau terjadi adu mulut.

Mama duduk di kursi yang tersisa. “Sayangnya Papa gak bisa makan sama kita.”.

Wanita itu tidak tahu kalau sebelumnya Mai dan Axel keluar rumah sehingga harus diantarkan pulang oleh suaminya.

Mai dan Axel pun kelihatannya tidak ingin membahas itu, mungkin lebih baik kalau si ibu ini tidak tahu.

Mai berhenti di tengah-tengah makan, teringat apa yang terjadi semalam. Keyla masih gak ada kabar, ada serigala di gedung sekolah, lalu ada mayat juga. Nafsu makannya menurun drastis.

“Ma, Keyla gak bisa dihubungi,” katanya.

Mama bingung tiba-tiba Mai memberitahu begitu. Dia bertanya, “maksudnya apa? Kok bisa?”

“Dari kemarin gak bisa dihubungi, terus orangtuanya juga gak di rumah. Biasanya dia gak gini. Mai juga udah telepon Arvin sama yang lain, tapi gak ada yang tahu dimana dia. Papa kayaknya sibuk sama ... Eh ... Urusan di kantor, banyak polisi yang tiba-tiba sibuk ngurusi bentrokan, gak ada yang nyariin Key. Sekolah juga udah libur, kalo gini siapa yang tahu dia dimana?” Mai sengaja menghindari topik mayat saat dia pergi tengah malam bersama Axel. Intinya dia hanya ingin Mama tahu kalau sedang bingung sekaligus cemas.

“Kamu takut dia diculik kayak adik kelasmu waktu itu? Semoga aja enggak, buktinya gak ada info penculikan lagi dari Papa. Mungkin dia lagi sama temennya yang lain yang kamu gak tahu.”

“Perasaan Mai gak enak.” Mai terang sudah berpikiran buruk karena mendengar suara Keyla yang berteriak ketakutan malam itu.

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang