21. Keluarga Serigala

8.8K 1.6K 326
                                    

“Oh, jadi ini yang namanya Mai?” Seorang pria paruh baya bertubuh tegap nan kekar mulai membuka obrolan. Dia memandangi sang putra, Axel, dan Mai yang duduk melingkar di meja makan.

Sementara itu, Ibu serigala masih sibuk mengaduk jus jeruk buatannya di meja dapur. Tak lupa, dia juga   membuat camilan berupa kue kering rasa coklat buatan sendiri. Ketimbang memanggang daging, keluarga serigala ini lebih sering memanggang kue.

Mai tegang. Dia tidak mengira kalau ayah Axel sangat gagah seperti mantan anggota militer. Tak heran Axel terlihat seperti bibit unggul, orangtuanya memang bukan manusia biasa. Sekalipun sudah setengah abad, tapi mereka terlihat lebih mempesona ketimbang artis ibukota.

“Mai, kenalkan, Paman ini ayahnya Axel.” Ayah serigala menambahkan. Dia tersenyum ramah pada Mai, tidak menunjukkan sama sekali kalau dia berbahaya. Padahal, pria ini adalah wakil langsung dari Alfa dari kelompoknya.

“Salam, Om, saya Mai.” Mai meneguk ludah, memaksakan senyuman. Dia grogi setengah mati. Ini adalah kali pertama dia bertemu dengan orangtua orang spesialnya. Sebelumnya, dia memang tidak memiliki kekasih.

“Maaf ya, kalo Axel agak kaku gitu, dia dari kecil mainnya cuma sama ranting. Jangankan manusia, dia jarang sekali interaksi dengan teman-teman serigalanya.”

Ranting? Ngapain? Nyolek tahi?, Pikir Mai membayangkan masa kecil Axel yang hanya bermain ranting.

“Ayah, aku pulang untuk bahas aku ...” Axel menuding pupil matanya yang belum bisa berubah menjadi pupil manusia normal. “Aku gak bisa ini ...”

“Iya, itu normal, semua yang baru saja menemukan pasangan pasti akan mengalami gejala aneh-aneh, sepertimu salah satunya. Dahulu, Ayah juga begitu, kalau di dalam bahasa binatang mungkin namanya birahi, di bahasa manusia namanya apa ya .... Oh, sange?”

“Hah?” Axel kaget.

“Kamu jadi salah tingkah, bingung sendiri, jadi gila, biasa itu kalo lagi ingin kawin ... Semua juga begitu.”

“Aku gak ...” Axel terhenti sembari menatap Mai yang duduk di seberang meja darinya. Ia malu bukan main. “Bukan, aku gak ingin ... Anu.”

Mai meneguk ludah lagi. Ternyata ayah Axel jauh lebih para ketimbang papanya dalam hal blak-blakan.

“Kalo ketemu pasangan, normalnya memang begitu, Axel, tapi kebanyakan kita bertemu pasangan kalo sudah benar-benar dewasa, tapi kamu masih remaja, jadi tolong ditahan.”

“Aku bukan ingin itu. Gak mungkin.” Axel menolak mengakui kalau dirinya memang merasakan itu. Saking malunya, telinganya sampai kemerahan dan terasa panas.

“Gak apa-apa, nanti dua bulan lagi juga normal.” Ayah serigala mulai mengarahkan pandangan kepada Mai yang sedari tadi tegang karena membahas perkawinan itu. “Maaf ya, Mai, kalo omongan Paman agak gak sopan.”

“Iya, Om.”

“Kamu jangan takut sama Axel, kalo dia macam-macam denganmu, tusuk saja bolanya pakai garpu perak. Serigala takut perak.”

Mai pura-pura tidak paham bola yang dimaksud.

“Yah, gak usah ngomongin ini lagi, percuma, gak ada gunanya.” Axel tidak tahan betapa malunya dia mendengar itu. Dia menyesal membawa Mai pulang ke rumahnya. Namun, kalau tidak begini, gadis itu pasti dimarahi karena bolos sekolah.

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang