Mai sudah lepas dari cengkraman dari manusia serigala mengerikan itu. Dia terus berlari hingga ke luar halaman rumah ini.
Mai tahu kalau ini bukan tempat aman karena jalanan sepi, Axel memintanya ke tempat ramai, tapi mana bisa dia pergi setelah apa yang terjadi?
Tak diduga, Kakak Axel ini terlihat keluar dari rumah dengan kaos yang dikenakannya sudah robek parah seperti tercabik kuku binatang.
Dia menghampiri Mai dengan ekspresi wajah kelelahan berat. Keningnya saja basah oleh keringat bercampur debu dan serpihan kayu.
"Axel masih di belakang, ya?" Ia bertanya.
Mai mengangguk. Baik dirinya dan Jaxen bisa mendengar jelas ada kegaduhan di belakang sana.
Terlalu takut, Mai tidak bisa berkata-kata. Mulutnya tetap terkatup rapat, suara tak mau keluar. Dada masih berdebar kencang.
"Gak usah takut, bentar lagi selesai, kok." Jaxen menenangkan diri Mai dengan menyentuh pundaknya.
"Kita ... Kita gak bantuin?"
"Gak usah, ini kan bulan purnama. Sekalipun dia sekarat juga pasti sembuh." Jaxen tersenyum dengan rasa percaya diri tinggi. Kalau bulan purnama, dia memang seperti ini. Tubuh sekarat seperti apapun, kemungkinan sembuhnya bisa meningkat.
Mai agak kesal melihat senyuman Jaxen. Namun, rasa kesal itu perlahan berubah menjadi takut, karena bagaimana pun juga, calon kakak iparnya ini juga manusia serigala.
Dan, saat ini pun gigi taringnya masih kelihatan. Malam ini, Jaxen seperti serigala kelaparan.
Mai menepis tangan lelaki itu, lalu memberikan tatapan selidik padanya. "Kak Acen gak pengen makan Mai 'kan?"
Panggilan itu Mai tiru dari para adik perempuan Jaxen.
Jaxen malah tergelak. "Ngapain aku makan kamu? Sorry ya, tubuh manusia itu gak banget. Udah banyak penyakit, dekil, apalagi yang males pake sabun kalo mandi-" Dia memasang ekspresi jijik saat melihat Mai. Tapi, sebenarnya dia hanya ingin menggoda gadis itu saja.
Ngeselin banget sumpah, Mai membatin. Belum sempat dia mengatakan sesuatu mendadak suasana gaduh di belakang rumah ini sudah lenyap.
Dan, tak lama kemudian, seekor serigala berbulu kelabu berjalan dari balik kegelapan menuju ke arah mereka. Ukurannya tidak sebesar serigala yang pernah ditemui Mai di sekolah, tapi agak lebih besar ketimbang anjing gembala.
Serigala itu pincang karena kaki depan terluka parah, darah segar terlihat membasahi bulu-bulunya.
Tanpa mengatakan apapun, dari tatapan mata kesakitan serigala itu, Mai langsung mengenalinya.
Napasnya tersentak. Terlebih, saat tubuh serigala itu akhirnya ambruk di atas rerumputan halaman depan rumah.
"Axel!" Dia berlari mendekatinya.
Ekspresi santai Jaxen juga berubah tegang. Dia ikut berlari menghampiri tubuh serigala itu. Perasaannya menjadi tidak tentu.
Tak menyangka juga kalau Axel akan sampai terluka parah hanya karena menghadapi serigala liar. Adiknya memang masih terlalu muda untuk bertarung serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...