Semalaman Mai tidak bisa tidur. Bukan karena pengakuan cinta dari Axel, melainkan karena takut dengan ceritanya tentang malam bulan purnama.
Malam bulan purnama adalah dimana para manusia serigala banyak yang berburu, terutama pada keturunan non berdarah murni. Mereka semua dipercaya akan berkeliaran sepanjang malam, dan keesokan harinya pasti ada pemberitaan orang hilang.
Benar saja, ketika Mai baru saja hadir di meja makan, dia memperhatikan kedua orangtuanya sibuk melihat koran terbaru dan membicarakan tentang orang hilang lagi.
“Masih belum ketemu, Pa?” tanya Mama yang berdiri di belakang kursi tempat suaminya duduk. Di sana, dia masih sibuk membaca penggalan berita utama pagi ini. “Kok makin serem, ya?”
Mai duduk di kursi seberang meja dari Papa. Dia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Hari ini adalah hari bersejarah, hari pertama dia dan Axel menjadi pasangan.
“Mai, kalau ada orang asing yang ngajak kamu bicara setelah pulang sekolah, hiraukan saja,” kata Papa memperingatkan. Pria ini tetap khawatir sekalipun dia selalu mengantar jemput putrinya itu.
“Pa, Mai sudah gede,” ucap Mai.
“Orang diculik itu gak mandang usia, Sayang, ini rata-rata yang diculik siswi SMA sampai mahasiswi, ada yang orang tua.”
Mama curiga, “ini bukan sindikat penjualan manusia?”
“Masalahnya semua wanita ini dibunuh, Ma. Ini pembunuh berantai.”
“Ini beneran ngeri sih, Pa.”
“Kayaknya bentar lagi ada peraturan jam malam.”
“Sampai segitunya, Pa?”
“Coba hitung berapa banyak korban pembunuhan selama sebulan belakangan, belum lagi yang ngilang, belum ada informasi, padahal pusat sudah ikut turun tangan.”
Mai tertegun, memandangi meja. Ia sudah mengetahui siapa pelaku dibalik pembunuhan berantai yang terjadi di kota dan sekitarnya. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menceritakan ini.
Akan tetapi, memangnya ada orang yang percaya kalau penculikan dan pembunuhan yang terjadi disebabkan oleh makhluk yang bukan manusia?
Dalam hati, dia berpikir, bagaimana caranya dia mengungkapkan ini pada ayahnya yang seorang polisi?
***
Mai masih memikirkan berita pembunuhan berantai yang masih membayangi kota kelahirannya ini.
Dia terus melamun di bangku kelasnya sampai-sampai tidak sadar kalau Axel sudah berdiri di sebelahnya. Tampaknya, dia lupa kalau hari ini mereka juga sepakat untuk pindah tempat duduk.
“Mai, pindah sana.” Axel mengusir Mai dengan angkuh.
Tidak dipanggil Sayang, Mai berdiri sembari terus menatapnya tajam. “Panggilnya apa barusan? Mai itu siapa, ya?”
Mereka berdua diam selama satu menit lamanya. Satu menit alias enam puluh detik itu lama sekali kalau hanya berpandangan.
Axel sangat malu dengan permintaan Mai, terlebih di kelas itu sudah ramai. Hampir semua teman mereka menoleh karena penasaran.
“Sudah sana pergi.” Axel masih mempertahankan kesombongannya.
Malas berdebat, Mai mengambil ranselnya, kemudian pindah tempat duduk di depan, tempat yang seharusnya merupakan milik Axel.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Fiksi RemajaSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...