Aroma aneh mulai menyebar di udara. Aroma ini mengingatkan Axel dengan aroma yang ada di sekolahnya waktu itu. Berkat bau aneh inilah, penciumannya masih sangat buruk. Bukan hanya itu, bahkan insting serigalanya juga menurun.
"Bau ini lagi," ucap Axel menutup hidungnya.
Mai melihat ada asap yang keluar dari dalam rumah. Sontak saja dia panik dan berseru, "Axel, rumah kamu kebakaran!"
"Gak mungkin." Axel berlari masuk ke dalam rumah, dan dia langsung dihempas oleh asap putih langsung keluar dari dalam. "Ibu? Ada apa ini? Baunya seperti ..."
Mai mendekat hingga di ambang pintu. Dia tidak sanggup masuk ke dalam karena kepulan asapnya yang belum hilang.
Baunya bukan bau terbakar, melainkan bau manis seperti obat bius khusus yang pernah dia cium sewaktu di sekolah. Dia menutup hidungnya sembari mengibaskan udara.
Axel tidak melihat siapapun ada di rumah. Berkat asap putih ini, penciuman dan instingnya memang benar-benar tumpul. Dia sama sekali tidak tahu kalau ternyata ibu, kakak, orangtua Mai dan para adiknya sudah mengungsi ke rumah sebelah.
"Dimana kalian?" Dia kebingungan, tak melihat siapapun walau asap sudah mulai pudar. "IBUU!"
Mai terbatuk-batuk sehingga turun dari teras. Bertepatan dengan itu, seorang laki-laki yang bertopeng anti gas beracun tampak mendekat, dan langsung membungkam mulut dan hidungnya dengan sarung tangan tebal yang telah dibasahi oleh obat bius.
"Ah!" Dia sempat memberontak. Tetapi sayangnya, hanya dalam hitungan detik, tubuhnya mulai lemas, dan tidak sadarkan diri lagi.
Ia digendong oleh sosok asing tersebut. Setelah itu, dia melarikan diri dengan pergi lewat gang-gang sempit di area rumah yang masih kosong tak berpenghuni.
Aksinya itu mulus karena sebagian saksi mata yang ada di sekitar situ sudah tergeletak di jalanan, pingsan semuanya akibat racun udara yang tidak berwujud ini.
Jaxen sempat keluar dari rumah tetangganya untuk melihat keadaan. Karena aroma ini pula, instingnya menjadi lemah. Tetapi, dia yakin sekali kalau bau Mai menghilang dalam sekejap dari wilayah perumahan ini.
Sembari mengusap hidungnya, dia bergumam, "Mai? Hilang?"
Karena khawatir, dia pun pulang untuk menemui adiknya.
Bertepatan dengan datangnya Jaxen ke rumah, Axel juga keluar dari dalam dengan kondisi batuk-batuk serta pandangan buram. Efek racun udara di dalam tubuhnya sudah mulai bekerja. Kalau saja dia manusia biasa, sudah sejak awal sudah pingsan.
"Mai, gawat, aku gak bisa nyium apa-apa," ucapnya begitu sampai di teras. Dia menyambar tangan Jaxen yang memang sudah ada di teras, sama sekali tidak mengira kalau itu bukan Mai. "Kita harus cari Ibu dan yang lain."
"Hei, hei ..." Jaxen kaget saat ditarik turun dari teras, hendak dibawa kabur. "Lihat siapa ini!"
"Pantesan tanganmu kasar! Mana Mai?" bentak Axel menghempaskan tangan kakaknya itu. Pandangannya sudah agak mendingan, tetapi kemampuan mencium masih buruk. Alhasil, dia berulang kali mengusap hidung.
"Kalian 'kan bersama dari tadi!" balas Jaxen berkonsentrasi melihat ke berbagai arah. Pandangannya terfokus ke arah salah satu gang sempit di rumah seberang. "Baunya kayak kesana ... tapi ngilang sekarang, ini jelas bukan kecepatan kaki manusia."
Wajah Axel mendadak pucat. Dia hanya meninggalkan Mai tidak sampai tiga menit, dan kini tahu-tahu sekarang hilang. rasanya kehilangan belahan jiwa memang terasa bak kehilangan setengah napas. "Mai ilang lagi? Bercanda, kan? Dia tadi ... "
Kemampuan mencium Jaxen masih bisa diharapkan. Dia memperhatikan beberapa warga yang pingsan di jalanan. Hari sudah pagi, tetapi belum ada yang keluar dari rumah, dipastikan kalau hampir satu blok di perumahan ini pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...