Berhubung sekolah sudah diliburkan, banyak lampu yang memang dibiarkan mati, beberapa ruangan juga telah dikunci ganda.
Tetapi, hal itulah yang makin membuat suasana menjadi lebih mencekam. Baru pertama kali ini, Mai berada di sekolah ketika malam hari. Dari luar saja kelihatan mengerikan, apalagi bagian dalamnya.
Nyalinya yang besar pun perlahan menciut ketika sudah ada di dalam. Untuk mencapai anak tangga, mereka harus melintasi lorong panjang yang banyak sekali cabangnya. Sekilas, tempat ini terlihat seperti rumah sakit.
“Serem banget, ya?” Suara Mai lirih sekali, ketakutan sendiri. Dia beberapa kali menoleh untuk memastikan mereka tidak diikuti.
Mereka berjalan berdampingan, tak lama berselang, anak tangga di ujung sudah terlihat.
Ketika tak sengaja menoleh ke samping kiri, Mai melihat bayangan putih di pantulan pintu kaca Ruang Tata Usaha, sontak saja dia berteriak, “AAH!”
“Apa?” Axel kaget seraya melihat pintu ruangan itu. Ekspresi wajahnya berubah datar ketika tahu bahwa bayangan putih itu adalah diri Mai sendiri. “Yang bener aja, Mai?”
Mai tersadar kalau piyamanya berwarna putih. Dia pun mendehem, lalu bergumam, “Sorry.”
“Makanya lain kali kalau beli baju tidur itu jangan sama kayak warna sprei rumah sakit.”
“Namanya juga takut.”
Perhatian Axel teralihkan lagi setelah mencium bau daun-daunannya tiba-tiba hilang. Dia menyambar lengan Mai, lalu diajak naik ke anak tangga.
“Bau daunnya hilang,” katanya mengalihkan pandangan ke atas anak tangga. “Aneh, muncul, hilang, begitu terus.”
“Bau daun?”
“Teman kamu itu baunya kayak daun atau rumput apa gitu.”
Mai masih penasaran dengan hidung Axel. “Semua orang punya bau beda, ya? Aku gak bisa bedain bau orang sih, kecuali yang gak pernah mandi sama males ganti baju.”
“Kebiasaan orang itu bikin baunya beda, kebanyakan perempuan baunya gak jauh-jauh dari tumbuhan dan sekitarnya.”
“Terus kenapa bauku malah makanan?”
“Gak tau, biasanya bau pasangan itu dipengaruhi insting, aku gak tahu kenapa baumu jadi kue. Tapi, aku suka kue dari kecil.”
Mai terbawa perasaan, tapi juga merasa aneh. Dia tidak tahu harus senang atau kesal karena seolah dipandang Axel sebagai kue kesukaan bukan kekasih.
“Kamu tahu film Perfume gak?” Ia mendadak teringat film lawas itu.
“Apa itu?” Jelas saja Axel tidak akan tahu.
“Itu yang cowok psikopat suka nyiumin baunya perawan, terus mereka dijadiin parfum surga, aku kadang ngeliat kamu serem banget, loh.”
“Iya, gak usah dilihat kalo gitu.”
"Be, Ge, Es, Te."
"Apa?"
"Gak." Mai mendorong punggung kekasihnya itu sembari berkata, “ya udahlah daripada darah tinggi, mending kamu duluan yang naik ke atas, aku di belakang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...