Hari-hari Mai kembali ceria karena Axel tidak ikut pergi pulang kampung. Axel diperbolehkan untuk tetap tinggal sendiri di rumah sewaan mereka, tapi harus tetap pulang setiap bulan.
Di sekolah, Mai dan Axel tidak malu-malu lagi saat menunjukkan fakta bahwa telah berpacaran. Axel juga lebih terbuka dengan teman-temannya.
Walaupun, dia tidak terlalu sering bergaul dengan manusia biasa, semua teman sekolahnya dulu itu mayoritas manusia serigala. Jadi, dia kesulitan 'nyambung' obrolan dengan remaja kota.
Sejak ada Axel, kondisi kelas menjadi lebih sopan. Bahkan, preman kelas yang biasanya selalu berteriak tidak jelas kini sudah bertobat.
Kebetulan, telinga Axel sensitif, jadi dia tidak suka ada keramaian. Setiap ada murid yang bicaranya keras ala penghuni hutan, dia selalu meliriknya.
Semua sekarang normal, aktifitas berlangsung seperti biasa. Lomba olah raga antar sekolahan pun bisa dilakukan lagi.
Hari ini merupakan jadwal dimana lomba voli berlangsung di sekolah mereka.
Mai bersiap dengan teman-temannya di ruang ganti, dekat dengan lapangan indoor sekolah.
"Mai, beneran jadian sama cowok baru itu? Namanya siapa? Axel, ya?" goda salah satu gadis yang sedang memasukkan tasnya ke dalam lemari loker.
Dia adalah teman Mai dari kelas sebelah. Mereka hanya bertemu sewaktu latihan voli saja. Dan, iya, hampir semuanya memang berbeda kelas dari Mai.
Tak malu, Mai menjawab, "iya, dong."
"Dia emang gitu ya? Disapa gak pernah noleh?"
"Sorry ya kalo dia kayak sombong," ucap Mai memandangi teman-temannya yang sudah paham sifat tidak ramah Axel.
Ia mengatakan lagi, "tapi beneran dia itu baik, kok, cuma kadang-kadang kalau ngelirik agak sadis sih kayak minta dihajar gitu."
Semua teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Mereka kelihatannya senang melihat Mai sudah kembali sehat dan bisa bercanda dengan mereka.
Suasana makin riuh ketika gadis itu memperagakan wajah sombong Axel saat dipandang adik kelas.
"Apa lihat-lihat, Dasar roti gosong!" Mai juga menirukan nada bicara sopan, halus namun sadis khas Axel di depan teman-temannya.
Temannya sampai tak bisa berhenti tergelak. "Eh jahat banget ngatain pacar sendiri."
Mai tak bisa menjawab, hanya bisa tertawa.
Karena ruang gantinya berdekatan dengan laparangan Indoor, Axel bisa mendengar semuanya dengan jelas. Iya, dia sedang duduk di salah satu baris di tribun penonton dari pagi.
"Awas dia nanti ..." gerutu Axel sampai meremas sandaran kursi besi di depannya sampai penyok sedikit.
Setelah sadar, dia menoleh ke sekitarnya, tidak ada saksi, masih belum ada banyak murid yang datang di tribun ini. Jadi, dia berpindah tempat untuk cari aman.
Arvin, Keyla dan beberapa teman sekelas mereka datang dengan banyak makanan. Mereka duduk di deretan kursi belakang Axel, beberapa di antara mereka menyebar dan menjaga jarak dari lelaki itu sekitar satu meter.
Axel sempat menghirup ketiak, lalu seluruh seragam putih yang dia pakai. Tidak ada aroma menyengat. Dia berbau seperti bunga lavender sesuai dengan sabun yang dipakai hari ini, tidak mungkin ini bau yang aneh bagi manusia biasa. Lalu, kenapa semuanya menjauh?
Penasaran, dia menoleh ke belakang dimana ada Arvin dan Keyla. Mereka berdua yang paling berani dekat dengannya. "Kenapa gak ada yang duduk di dekatku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...