40. Pasangan (c)

8.2K 1.1K 75
                                    

Pertandingan voli telah usai, dan beruntungnya tim sekolah Mai yang menang.

Hari ini seperti hari yang bersejarah bagi gadis itu, bukan karena kemenangan itu, melainkan tingkah Axel yang berubah drastis. Apa yang sudah diucapkan di tengah keramaian lapangan, belum juga hilang dari pikirannya.

Malu, berbunga-bunga, senang, dan grogi, semua perasaan itu menjadi satu dalam diri Mai. Saking kacaunya, dia lupa untuk apa masuk ke dalam toilet, apakah terlalu malu? Padahal dia juga tidak ingin buang air.

Iya, yang pasti dia langsung pergi dari lapangan dan masuk kesana seusai peluit pertandingan selesai berbunyi, tanpa berpesta dulu dengan teman-temannya, apalagi menghampiri Axel.

Axel telah membuat pengalaman cinta pertama Mai menjadi begitu indah. Padahal mereka sudah berpacaran, tapi terkadang rasa malu ini muncul tiba-tiba.

Setelah lima belas menit mendekam di toilet, gadis itu memberanikan diri untuk keluar lagi. Ketika baru saja membuka pintu, menghirup udara yang lebih segar, ternyata di depannya sudah berdiri Axel.

"Lama banget kamu?" Axel terlihat kesal.

Mai kaget. "Kamu kok tahu aku ada disini?"

"Aku bisa tahu kamu ada di mana aja."

"Oh iya ..." Mai menjadi pelupa kalau sedang grogi. Kelihatan sekali dari caranya yang tidak nyaman kala bertukar pandangan dengan Axel.

Entah mengapa pacarnya itu kelihatan seperti pangeran berkuda hari ini, sangat tampan tidak wajar. Dia bisa jatuh cinta berkali-kali kalau berpandangan mata dengannya.

"Ya udahlah." Axel berbalik badan dan berjalan lebih dahulu seraya mengajak, "ayo kita minum jus di kantin."

Mai ikut berjalan di samping kekasihnya itu.

Dia mencoba untuk bersikap biasa, tetapi panggilan Sayang yang terdengar di seisi gedung tadi terus terngiang. Dia heran, mengapa Axel masih bisa santai sekarang? Apakah ini tandanya laki-laki ini sudah tidak malu lagi? Berarti sudah bisa diajak romantis?

Mereka jalan berdampingan menyusuri lorong gedung utama sekolah menuju ke kafetaria.

Berhubung hari ini banyak acara lomba, ruang-ruang kelas maupun ruangan lainnya kelihatan kosong, hanya ada beberapa murid dan staff tata usaha yang berlalu lalang.

"Sekalipun kamu mate-ku, tapi aku gak tahu kamu mikir apaan. Pasti aneh-aneh 'kan, ya?" Axel membuka obrolan karena dia merasa kalau Mai canggung sekali.

"Ya gak juga sih, aku cuma kaget aja kamu hari ini mendadak mirip pacar beneran gitu, berani nyemangatin aku di depan umum, kayaknya akhir-akhir ini kamu emang agak ... ya ... perhatian."

"Kamu bagus mainnya, jadi aku semangatin. Salah?"

"Gak, sih, terus kamu ngomongnya juga gak sering ngegas." Mai makin grogi karena pacarnya sangat baik nan lembut sekarang. Telapak tangannya pun sampai basah.

"Kamu sukanya aku jadi galak?"

"Gak, aku suka kalau gini aja, aku gak suka Acel versi darah tinggi."

"Bentar, berhenti dulu." Axel berhenti berjalan, lalu menatap Mai. "Coba kamu lihat aku."

Mai mendongak untuk melihat wajah Axel. Dari tadi dia memang menunduk. Hatinya mendadak berdebar-debar. Keningnya tampak mengerut ketika dia bertanya, "Apa?"

"Kamu kenapa nunduk melulu?"

"Gak apa-apa." Mai spontan berpaling muka.

Axel menyambar dagu Mai, dan balik dihadapkan ke arahnya lagi. "Dari tadi ngehindar, sekarang nunduk terus, kamu gak mau ngeliat aku?"

KELABU (Werewolf Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang