Axel tidak kesulitan menemukan kantor polisi terdekat. Kebetulan saat itu penjagaan di gerbang tidak ada, entah apa yang terjadi. Tetapi kantor cukup sepi hari ini dibandingkan hari biasanya.
Di dalam pun hanya ada beberapa orang staf polisi bagian administrasi, salah satunya adalah ayah Mai. Hampir semua petugas jaga menuju ke tempat yang dikabarkan ada perkelahian antar geng kriminal.
Tubuh Mai dibaringkan di atas sofa ruang tunggu yang ada di bagian depan kantor polisi tersebut. Banyak kejanggalan yang terjadi.
Di saat mereka datang, sebagian besar lampu mengalami kerusakan sehingga padam sebagian.
“Gak usah heran ya, ini lampunya agak aneh begini, Om mau ganti lampunya juga mendadak stok lampu hilang,” kata Papa.
Axel masih duduk di sofa sebelah Mai. Dia memperhatikan gadis itu dengan seksama, harap-harap cemas.
Papa menyerahkan sebotol minuman untuk Axel. Tatapannya terlihat penuh selidik, terlebih lagi Axel tidak mengenakan atasan karena dipakai oleh putrinya.
“Kamu apain anak Om?” tanya pria itu.
“Mai ketakutan sampai pingsan, Om.”
Sekali lagi, Papa memeriksa kondisi kening Mai. Dia terlihat tenang setelah yakin anaknya memang tidak apa-apa.
“Terus kok baju kamu ada di Mai? Kamu apain?” Dia memusatkan pandangan pada Axel. “Apain?”
Axel tersentak. Dia baru sadar kalau bajunya dipakai Mai, dan saat ini mereka malah berada di kantor polisi bertemu polisi yang juga adalah ayah Mai.
Baginya, ini seperti sedang menyerahkan diri karena sudah berbuat mesum pada seorang gadis.
Jelas saja dia tak sanggup menarik napas lagi ketika melihat ayah Mai. Dia harus bilang apa? Mereka keluyuran dini hari, lalu tidak memakai baju?
“Eh ...” Lidah Axel kaku seolah tidak bisa digunakan lagi. Kalau berbohong, bagaimana cara mengarangnya? Kalau jujur itu harus darimana mulai ceritanya?
Calon mertuanya ini sama sekali tidak tahu kalau dia adalah manusia serigala dan mereka barusan sedang dikejar kerumunan serigala.
Tiba-tiba di tengah keheningan yang menegangkan itu, suara Mai terdengar, “Pa, Mai cuma kedinginan, Axel yang ngasih bajunya. gak usah lebay, deh.”
Rasanya lega begitu melihat Mai sudah siuman. Axel tersenyum seraya bertanya, “Mai, kamu gak apa-apa?”
“Gak apa-apa.” Mai bangun sembari mengerjap-ngerjapkan mata. Dia masih ingat apa yang terjadi sebelum dia pingsan.
Papa bergantian dalam menatap mereka berdua. Keningnya tampak mengerut, pertanda kalau tidak suka dengan tindakan ini.
“Kamu kenapa sampai pingsan, Mai? Kalian ini juga harus jelaskan, ngapain dini hari begini keluyuran? Ngapain kalian keluar rumah? Udah tahu ada jam malam, kalian ini gimana, sih? Terus kenapa kalian bisa lolos keluyuran? Harusnya ada patroli di sekitar sekolah itu,” omel Papa.
Mai berpikir sejenak. Dia mengira-ngira, apakah alasan jalanan sangat sepi itu karena ada jam malam? Tetapi, mengapa tidak ada mobil polisi yang lewat satu pun? Dimana ada polisi?
KAMU SEDANG MEMBACA
KELABU (Werewolf Story) [END]
Teen FictionSejak kembali ke sekolah, kehadiran murid baru, Axel, selalu mengundang perhatian Mai. Gadis itu sering memperhatikannya dimanapun, kelas, kantin, halaman, dan lainnya. Axel sangat misterius. Dia selalu menghindari Mai sejak tahu gadis itu berbau ma...