KEBENARAN YANG MENYAKITKAN

224 36 6
                                    

Daffa masih diam di sel tahanannya sambil menundukkan kepalanya. Ia tak bersuara ataupun bergerak sejak kedatangannya ke tempat itu.

Bahkan sudah dipaksa dan didesak oleh pihak kepolisian pun Daffa masih diam tak mau bicara.

Pihak kepolisian akhirnya mengirim Daffa ke dokter ahli jiwa untuk memeriksa kejiwaannya berdasarkan perilakunya yang tak biasa sejak dilakukan penangkapan.

Setelah melakukan tes kejiwaan, sambil menunggu hasilnya, Daffa kembali di bawa untuk di interogasi oleh petugas penyidik di ruangan khusus.

"Semua bukti pembunuhan atas nama Dennis Yudista sudah jelas mengarah kepada anda, lalu Anggita Wirahma jelas-jelas korban selamat." Ucap petugas penyidik itu kemudian menunjukkan kertas-kertas hasil autopsi Nina.

"Dari rekaman CCTV, anda adalah orang yang terakhir kali saudari Nina temui. Dan dari obat-obatan yang terdapat di tubuh Nina, cocok dengan obat-obatan penenang yang biasa anda konsumsi. Kenapa? Kenapa anda melakukan semua ini?" Tanya petugas kepolisian tersebut menatap Daffa dengan tegas.

Namun lagi-lagi Daffa hanya diam sambil menundukkan kepalanya dengan borgol di tangannya.

Jika saja tak ingat kondisi psikologis Daffa, petugas tadi ingin sekali menggebrak meja dan membentak tahanan baru ini.

"Semua kasus ini, ada kaitannya dengan kematian saudari Nissabila, betul? Anda melakukan pembunuhan kepada Nissabila dan membunuh orang-orang yang anda kira mengetahui kejadian itu, iya?" Tanya petugas tersebut dengan tegas. "Anda menyukai korban saudari Nissabila yang akan menikah dengan kakak anda, sehingga anda membunuhnya betul?"

Kali ini Daffa bereaksi, ia menoleh balik ke arah petugas tersebut.
Ia menatap petugas itu dengan tajam kemudian menaruh kedua tangannya yang di borgol ke atas meja.

"Yang saya lakukan, semuanya demi keluarga saya." Jawab Daffa singkat.

Petugas kepolisian tersebut menghela napas panjang seolah tak puas dengan jawaban ambigu dari Daffa.

Sementara Daffa kembali melemparkan pandangan kosong ke arah lain.

***

Beberapa perawat dan seorang dokter berkumpul di ruang rawat Gita yang memicu keributan saat ini di rumah sakit.

Sementara suster yang lainnya mencoba memapah seorang laki-laki paruh baya yang terluka akibat lemparan vas bunga oleh Gita.

"Bapak?" Panggil Devano panik melihat ayahnya yang baru keluar dari ruang rawat Gita dengan dahi yang berdarah dan dipapah oleh seorang suster.

"Bapak cuma mau menjenguk perempuan yang katanya dekat dengan kamu. Dan ternyata benar, dia orang yang buruk Devan!" Tukas Galih sambil mengikuti suster untuk mendapatkan pengobatan pada luka di kepalanya.

Sejujurnya Devano sempat tersentak mendengar ayahnya mengatakan hal itu dan luka yang kemungkinan besar Gita lakukan.

Ia segera berjalan masuk ke dalam ruang rawat Gita dimana dokter baru saja selesai menyuntik obat penenang untuk Gita yang terlihat sangat ketakutan.

"Setelah Bu Anggita tenang, kami akan segera melakukan pemeriksa kondisi psikologis-nya ya, pak... Hanya untuk memastikan tidak ada trauma dalam akibat penculikannya kemarin." Ucap sang dokter kepada Devano, kemudian berjalan keluar sementara seorang suster masih memastikan kondisi Gita.

"Gita... Tenang, kamu ga perlu takut dia ayah saya." Jawab Devano mengelus rambut Gita perlahan.

"Dia mau jenguk kamu, katanya-"

"Dia mau bunuh saya, Devan." Jawab Gita kembali menangis sambil mengubah posisinya menjadi duduk lagi.

Devano terdiam, kemudian ia terkekeh pelan sambil berusaha memeluk Gita.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang