TERLAMBAT MENYADARI

206 36 6
                                    

Gita meringis pelan ketika kakinya sedang dipijat oleh tukang urut yang dipanggil Devano untuknya.

Ini semua salahnya juga karena Gita sangat sulit diajak ke rumah sakit. Tak ada pilihan lain bagi Gita selain menuruti Devano.

"Sakit, pelan-pelan bu. Engga, jangan disitu-"

"Disini lukanya, neng... Sebentar."

"Tapi di situ - Aww! Sakit!"

Bukannya kasihan, Devano malah tak kuat menahan tawanya dan memilih untuk keluar dari ruangan itu meninggalkan Gita dan perempuan paruh baya yang sedang mengurutnya.

Ia meraih ponselnya dan berusaha menelepon Gibran.
"Kenapa, Dev?" Tanya Gibran ketika panggilan Devano sudah diangkat.

"Hari libur gue dituker jadi hari ini bisa kan? Gue ada urusan mendadak hari ini."

"Kemaren kan lo udah libur, gimana - tunggu, kenapa ga ambil cuti aja sekalian? Lo kan kemaren ga ambil jatah cuti lo."

"Oh iya, ya... Tolong bilangin ya ke Bu Wendy. Soalnya ini... Urgent."

"Gampang itu mah. Tapi dapur aman kan?"

"Aman, tenang aja. Nanti gue hubungin si Ikhsan juga."

"Oke sip. Ya udah nanti gue urusan ke Bu Wendy."

"Thank's ya, Gi." Ucap Devano mengakhiri sambungan teleponnya.

Kemudian ia berjalan kembali masuk ke dalam kamar, proses urut sudah selesai. Dan perempuan paruh baya itu segera beranjak.

"Sudah ga apa-apa, nak. Lain kali dijaga istrinya biar ga begini lagi, bahaya lho. Untung ga ada tulang yang patah."

Gita melotot ke arah perempuan tersebut, ia baru akan menyemprot perempuan paruh baya itu, Devano sudah dengan cepat mengajak perempuan tersebut keluar dari kamar Gita.

Devano berhenti sejenak ketika melihat kembali ada buket bunga berwarna hitam di depan pintu apartemen Gita.

Ia berjongkok dan meraih buket tersebut dan membaca kertasnya.
Awalnya Devano bergerak untuk membuang buket tersebut. Namun ia menyadari sesuatu.

Devano meraih kertas tersebut kemudian mengantonginya. Setelah itu ia mencari-cari kertas yang sempat Gita buang semalam.

"Kamu ngapain?" Tanya Gita yang berdiri di atas tangga memperhatikan Devano sibuk membuka-buka kertas.

"Kaki kamu udah sembuh?" Tanya Devano begitu Gita mulai menuruni tangga pelan-pelan.

"Ga sesakit semalem." Jawab Gita otomatis melirik kakinya sendiri.

"Hati-hati jalan-"

Belum selesai Devano bicara, Gita kembali tersandung dan hampir jatuh jika saja Devano tak memegangi lengannya.

"Kamu ga bisa jalan hati-hati? Perempuan tuh jalannya pelan-pelan, bukan grasak-grusuk kaya tadi." Omel Devano sambil membungkuk memeriksa kaki Gita.

"Ada yang sakit lagi?"

Gita tertawa pelan kemudian menepuk lengan Devano untuk berdiri.

"Apa kamu selalu bersikap begini sama banyak perempuan?"

"Kamu kayanya tertarik banget soal ini."

"Wah, Devano... Kamu bener-bener ancaman buat saya." Sahut Gita membuat Devano menoleh ke arahnya.

"Ancaman? Saya berusaha lindungin kamu terus, kamu bilang saya ancaman kamu?"

Entah kenapa Gita malah tertawa lagi mendengar pertanyaan Devano yang sepertinya tak mengerti maksudnya.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang