AKIBAT KESALAHAN ORANG LAIN

199 34 4
                                    

Sudah hampir 10 jam setelah Dokter menyatakan kondisi Gita yang harus mengalami serangkaian pemeriksaan berkala setelah mengalami beberapa trauma keras akibat pukulan di kepalanya.

Meskipun begitu, Dokter tersebut mengatakan kalau kemungkinan Gita akan segera siuman sangat besar.

Tetap saja, selama Gita masih menutup matanya dan tak sadarkan diri dengan berbagai alat bantu pernapasan dan perban di sana-sini, membuat Devano tak bisa merasa tenang sedikitpun.

Ia seolah melupakan semuanya dan hanya duduk menatap Gita dengan penuh harapan gadis ini akan segera membuka matanya.

Devano menghela napas panjang kemudian meraih tangan Gita dan menggenggamnya sambil menyenderkan tangannya di pinggir tempat tidur Gita dengan tatapan kosong.

"Justru target utama gue dari dulu itu Gita."

Ucapan Daffa di telepon tadi tak pernah bisa dilupakan oleh Devano. Sekarang otaknya dipenuhi banyak pertanyaan kepada Daffa.

Tapi saat ini, jika ia menemui Daffa, hanya akan menimbulkan emosi yang memuncak untuknya.

Ia tak bisa dan tak mau melihat Daffa untuk sekarang.

Devano menundukkan kepalanya dan menangis. Ia tak tahu harus mengabari orang tuanya bagaimana soal Daffa. Hati ibunya pasti hancur mendengar Daffa ditahan atas semua kejadian brutal ini.

Jauh di dalam hatinya, ia sendiri tak mengerti kenapa Daffa melakukan hal ini. Dugaan pembunuhan Nina, kemudian Dennis, dan juga apa maksudnya Gita adalah target utamanya sejak dulu?

Devano terdiam merasakan jari Gita bergerak. Sontak, ia segera mendongak dan menoleh ke arah Gita. Gadis itu benar-benar sudah membuka matanya pelan-pelan dan sedang menatapnya.

Gita mencoba menggerakkan jarinya lagi dan menatap Devano.
"Tahan, jangan banyak gerak dulu ya..." Ucap Devano buru-buru menekan tombol emergency di dinding untuk memanggil Dokter dan perawat. Sementara Gita tak bisa berkata apa-apa dengan alat bantu pernapasan yang menutupi mulutnya.

Devano tak tahu Gita akan berkata apa, tapi ia kaget ketika melihat air mata yang mengalir dari kedua mata Gita.

"Hey... Kamu akan baik-baik aja, Gita..." Bisik Devano mengusap air mata Gita.

Sementara Gita memejamkan matanya dan kembali menjatuhkan air matanya, tangannya menggenggam tangan Devano pelan-pelan sampai akhirnya seorang dokter dan perawat sampai di ruang rawatnya untuk memeriksa kembali kondisi Gita.

Sementara Devano berjalan keluar ruangan ketika mendapatkan panggilan telepon dari ibunya.

"Iya bu..." Ucap Devano ketika mengangkat telepon dari ibunya.

"Devan, kenapa belakangan ini kamu dan Daffa susah sekali dihubungi sih?" Tanya Sekar dengan nada khawatir.

"Ini... Devan lagi banyak kerjaan bu. Daffa... Juga lagi sibuk nulis artikel." Jawab Devano dengan suara pelan.

"Kenapa toh suara kamu lemes sekali, Devan? Kamu jangan sampe kecapean banget lho kerjanya."

"Iya bu... Devan... Baru mau istirahat." Jawab Devano menundukkan kepalanya.

"Oh ya, Devan. Ibu mau tanya serius. Gimana pergaulan Daffa disana? Kalian ga macem-macem, kan? Selama ini ibu percaya lho sama kalian." Tanya Sekar yang saat itu juga membuat Devano tiba-tiba merasa kalau ibunya memiliki firasat mengenai perilaku Daffa saat ini.

Devano benar-benar tak siap memberitahu dan bingung memulai dari mana untuk menceritakan semuanya kepada ibunya.

"Heh, Devan... Kok diem? Kamu tidur? Jawab dulu pertanyaan ibu, lho..."

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang