BROKEN ZETA

190 40 1
                                    

Devano menatap buket bunga mawar hitam yang ada di depan pintu rumahnya dengan secarik kertas yang  ada menempel di sana.

Devano... Jangan berani deketin Gita lagi. Atau gue rusak hidup lo dan keluarga lo kaya Nina. Harus pinter lo...

"Aagghh..." Lengguhnya dengan suara bergetar sambil menundukkan kepalanya dengan air mata yang tak tertahankan lagi.

Ia melihat dengan jelas bahwa tulisan tangan di surat itu bukanlah tulisan yang sama dengan bunga yang dikirimkan Dennis.

Devano sudah membandingkan tulisannya dengan buku catatan milik Daffa. Dan memang benar tulisan yamg semula masih samar-samar diingatan Devano, sekarang terbukti dengan jelas bahwa tulisan yang mengancamnya ini adalah tulisan tangan Daffa.

Hatinya benar-benar sakit ketika mengetahui fakta ini. Di sisi lain ia merasa sakit hati karena adiknya sendiri yang telah membohonginya, di sisi lain ia juga khawatir Daffa terlibat dalam pembunuhan Nina dan Nissa seperti yang Gita katakan tadi.

Tapi kenapa Daffa melakukan ini?

Perhatiannya beralih ketika pintu depan rumahnya terbuka. Daffa berjalan masuk sambil membuka helm-nya dan langsung menghampiri Devano.

"Ada apaan?" Tanya Daffa kemudian ia terdiam melihat buku catatannya yang terbuka di samping kertas dan buket bunga hitam itu.

"Lo kalau nipu orang, pinter dikit, Fa. Tulisan lo jelas banget ketara." Ucap Devano tersenyum miris.

Sementara Daffa tak menjawab apa-apa. Ia hanya menatap tajam ke arah Devano yang mulai berdiri dan melemparkan tinju ke wajahnya hingga ia terhuyung ke belakang.

"Ngapain lo begini, hah? Ngapain!?" Bentak Devano dengan kesal. Ia menghela napas kemudian menarik kerah jaket Daffa dengan kesal.

"Lo suka sama Gita makanya lo begini?" Tanya Devano memancing.

Namun lagi-lagi Daffa tak menjawab hingga Devano menghempaskan adiknya dengan kesal.

"Lo ada sangkut pautnya sama kematian Nina?" Tanya Devano lagi.

Daffa segera menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Engga..." Jawab Daffa sambil mengalihkan pandangannya dari Devano yang menatapnya tajam.

"Liat mata gue." Ucap Devano dengan suara dingin.

Namun Daffa tak menurutinya. Ia masih menoleh ke arah lain sementara tangannya berkeringat.

"LIAT GUE DAFFA!" Bentak Devano kesal.

"Bukan... Bukan salah gue. Ini bukan salah gue!" Sahut Daffa keras.

"Kalau gitu ikut gue ke kantor polisi sekarang. Biar mereka yang buktiin-"

Belum sempat Devano melanjutkan kalimatnya, Daffa menghajar Devano dan segera berlari menaiki motornya.

Devano pun segera menyusul Daffa menggunakan motornya.
Ia terus menerus menyalakan klakson motornya kepada Daffa hingga beberapa orang di jalanan menaruh perhatian mereka kepada Devano.

Saat itu untuk pertama kalinya Devano melewati batas kecepatan amannya untuk mengejar Daffa.

Ia sudah hampir menyusul motor Daffa. Tapi adik tirinya itu malah mendendang motornya hingga ia terjatuh bersama motornya.

Suara klakson dari mobil yang hampir menabrak Devano mulai memenuhi jalanan. Beberapa orang segera turun dari kendaraannya untuk membantu Devano yang terjepit motornya sendiri.

"Bawa ke rumah sakit..."

"Mas... Ga apa-apa?"

Devano memang merasakan sakit di bagian lengan dan wajahnya. Tapi otaknya masih memikirkan kegagalannya menyusul Daffa.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang