HARI-HARI PALING BERHARGA

847 68 31
                                    

Daun-daun kering di sekitar pemakaman umum kota Jakarta pagi ini terlihat berterbangan pelan.

Pelan-pelan Aldo menyingkirkan daun-daun yang berada di atas makam Nissa bersama seorang perempuan cantik bersamanya.

Perempuan yang sedang hamil besar itu menaruh sebuket bunga mawar putih di depan nisan makam tersebut.

Yang tenang ya, Nis. Semuanya udah selesai. Kita semua ga akan lupain lo... Batin Aldo sambil mengusap nisan adiknya itu dengan hati-hati.

Perempuan yang berdiri di sebelah Aldo itu menepuk-nepuk bahu Aldo berusaha menenangkan suaminya yang kembali terbawa suasana itu, mengingat sang adik yang sudah pergi mendahuluinya.

***

"Niken..."

Pukul 13:30 siang, Niken yang baru saja menyelesaikan kelasnya tiba-tiba didatangi oleh seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kacamata dan memakai jas dokter.

"Gimana persiapan ujian praktiknya? Udah nemu relawan yang bakal jadi calon pasien kamu?" Tanya Ikbal berjalan beriringan dengan Niken dan temannya.

"Nanya-nanya terus, kak... Emang mau bantuin?" Sindir Laura yang berdiri di sebelah kanan Niken.

"Boleh, nanti kalau belum nemu juga, bilang aja. Nanti aku bantu cariin." Jawab Ikbal tersenyum lebar.

Sementara Niken melirik ke arah Laura yang terus menyenggol lengannya sambil tersenyum meledek.

"Makasih kak, tapi saya udah ada beberapa calon pasien saya kok. Tenang aja..." Jawab Niken tersenyum ramah. Berbeda dengan Laura yang tiba-tiba kehilangan senyum antusiasnya.

"Oh... Oke. Udah makan belum? Ada restoran baru di depan kampus. Mau ke sana ga?"

"Ok-"

"Kita perlu ngumpulin beberapa tugas sekarang, kak. Duluan aja." Sergah Niken memotong ucapan Laura.

Kali ini Ikbal kembali berusaha tersenyum meskipun ia cukup kecewa. Tapi entah kenapa penolakan yang selalu Niken lakukan dengan ramah, membuatnya tak jera untuk terus mendekati gadis ini.

"Kalau gitu, semangat ya." Ucap Ikbal menepuk bahu Niken sambil tersenyum kemudian pamit untuk pergi duluan.

Setelah mendapat tepukan lembut dari Ikbal barusan, kini giliran Laura yang menepuk Niken dengan keras.

"Kenapa ga dimanfaatin aja sih? Lo pura-pura bego apa gimana sih, Ken? Dia senior yang cerdas, dan dia suka sama lo. Fix dia suka sama lo, Niken..."  Protes Laura kesal.

Namun Niken mengabaikannya dan berusaha berjalan sambil menyiapkan kembali kertas-kertas dari map-nya.

Lagi-lagi Laura menahan Niken dan berdiri di hadapan gadis itu.
"Lo udah punya pacar? Siapa? Anak mana? Dia sehebat apa sih?"

Kali ini Niken tertawa pelan kemudian merogoh ponselnya.
"Dia, ga sehebat Kak Ikbal. Cuma pecundang yang lemah." Jawab Niken tersenyum lemah.

"Tapi dia lagi coba untuk memperbaiki dirinya, supaya lebih kuat. Hatinya yang tulus, dulu udah hancur karena seseorang. Dan sekarang, dia lagi berusaha untuk menemukan dirinya sendiri." Lanjut Niken menyalakan layar ponselnya yang menunjukkan wallpaper foto Daffa.

"Siapa sih? Lo lagi ngomongin-"

"Ada. Cowok itu lagi dihukum sekarang." Jawab Niken buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya sebelum Laura melihat wallpaper layar ponselnya.

Ia tersenyum kecil kemudian meninggalkan Laura yang terdiam kebingungan dengan maksud teman satu jurusannya itu.

"Eh, abis ngumpulin tugas, kita makan ya?"

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang