JIWA YANG HILANG

204 38 9
                                    

Hening. Malam hari di rumah sakit yang sudah mulai lenggang orang dan aktifitas.

Namun begitu banyak suara-suara pemberontakan di dalam pikiran Gita.
Termasuk suara-suara penjelasan dari kepolisian di benaknya.

Gita hanya berdiri mematung di depan kamar mayat. Sama halnya dengan Gita, Devano bahkan tak bisa berkata apa-apa ketika ia berada di situasi seperti ini lagi.

Dering ponselnya berbunyi, jika saja bukan ayahnya yang menelepon, Devano enggan untuk mengangkat telepon siapapun saat ini.

"Devano, besok kamu ajak adik mu pulang ke rumah, ya? Sudah waktunya kamu kembali ke Yogjakarta dan membantu ibumu mengurus panti." Ucap sang ayah yang menurut Devano sangat tiba-tiba.

"Ga bisa sekarang pak..."

"Kalau begitu secepatnya."

"Bapak sendiri yang dulu suruh Devan ke luar kota. Kenapa sekarang tiba-tiba suruh Devano pulang?"

"Bapak mau mengenalkan perempuan ke kamu, Devano. Kamu pasti-"

"Pak maaf, nanti Devano telepon lagi-"

"Tunggu, nak..."

"Kenapa pak?"

"Kata adikmu, kamu sedang dekat dengan perempuan bernama Gita, betul?"

Devano mendengus pelan sambil mengumpat kepada Daffa yang bicara macam-macam kepada ayahnya.

"Tapi katanya perempuan itu ga baik, toh? Sebaiknya kamu jauhi dia..."

"Pak... Kita bicarakan ini lain kali."

"Bapak serius, Devan! Jangan kamu sibuk ngurusi calon istri mu yang sudah mati itu, terus malah dekat sama perempuan ga jelas. Paham?"

Kali ini Devano tak menanggapi, ia hanya diam sampai sambungan telepon ayahnya berakhir.

Dan ia baru menyadari betapa kecewanya ia ketika lagi-lagi ayahnya berusaha memilihkan pasangan untuknya.

"Mbak... Hati-hati..." Ucap seorang suster yang tak sengaja lewat dan melihat Gita hampir terjatuh kemudian segera memeganginya.

Gita menganggukkan kepalanya dan Devano sudah kembali merangkulnya untuk duduk di kursi.

Meskipun sudah duduk, Gita tak bisa merasakan lagi otot-otot pada tubuhnya. Ia masih merasa lemas ketika mendapat kabar kalau Nina sudah ditemukan mengambang di sebuah danau dalam keadaan tak bernyawa.

Melihat Gita yang hanya diam dengan wajah pucat dan tatapan kosong, Devano benar-benar merasa bersalah.

"Gita..."

"Katanya Nina bunuh diri. Ga mungkin Devan..."

Devano menganggukkan kepalanya kemudian memeluk Gita dengan hati-hati.

"Saya tahu, ini berat banget buat kamu. Saya lebih baik liat kamu nangis dari pada begini, Git."

Seorang polisi menghampiri mereka dan Devano kembali melepaskan pelukannya.

"Bu Anggita, ini salinan dari surat yang ditulis oleh saudari Nina sebelum meninggal. Penyebab kematian adalah tenggelam dan kehabisan napas, surat ini juga sudah diperiksa merupakan asli tulisan tangan saudari Nina dan kami akan melakukan tindakan autopsi jika keluarga mengizinkan." Jelas petugas kepolisian tersebut sambil memberikan map bening berisi fotocopy surat Nina.

"Dan kami akan segera memberikan jadwal kepada Bu Anggita untuk dimintai keterangannya terkait kematian dan juga surat tersebut. Permisi..." Lanjut petugas tersebut.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang