KETAKUTAN ITU MASIH ADA

237 39 6
                                    

Pukul 16:30 WIB, Gita keluar dari rumahnya melalui jendela kamarnya. Walaupun harus terjatuh, Farhan buru-buru membantu Gita untuk berdiri.

"Maaf ya, Git. Aku minta temenin kamu. Soalnya ga enak aja dateng sendirian ke sekolah yang udah sepi." Ucap Farhan sambil berjalan beriringan dengan Gita.

"Kamu... Takut ya?" Ledek Gita tertawa pelan.

"Engga... Aku tuh mau sekolah kedokteran lho, masa takut." Jawab Farhan dengan cepat sementara Gita hanya terkekeh pelan.

Dua anak remaja itu akhirnya sampai di sekolah mereka yang sudah sangat sepi. Sekolah di pedesaan ini tak memikiki satpam sehingga mereka bisa memasuki sekolah tersebut di luar jam pelajaran seperti ini.

"Aku sempet khawatir, Far. Kamu tiba-tiba cuekin aku. Tapi ternyata kamu masih mau ngomong sama aku." Ucap Gita pelan.

Farhan terdiam ketika mereka sudah sampai di luar kelas mereka. Kemudian Farhan mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berdehem.

"Kita harus buru-buru cari bukunya, Git." Ucap Farhan memasuki ruang kelas mereka dan diikuti oleh Gita.

"Kamu taruh dimana sih? Di kolong meja ga ada." Ucap Gita sibuk menggeledah meja-meja di kelas tersebut.

Kali ini Farhan tak menyahut. Pelan-pelan ia berjalan keluar dari kelas dan membiarkan seorang laki-laki dewasa bertubuh tinggi memasuki ruang kelas tersebut.

Mendengar suara pintu kelas yang tertutup, Gita refleks berbalik dan sangat terkejut melihat gurunya berada di dalam ruagan yang sama.

"Ma-maaf pak... Sa-saya... Tadi mau ambil buku..."

Suara Gita makin melemah ketika Pak Herman melangkah menghampirinya. Awalnya, Gita pikir ia akan dihukum dan dilaporkan ke pihak sekolah. Tapi ternyata lebih parah.

"Anggita... Farhan mau dapet bocoran soal ujian dari saya. Makanya dia bawa kamu ke sini."

Gita masih diam, sejujurnya ia begitu ketakutan dan khawatir hingga hanya bisa berjalan mundur dengan pikiran yang kacau. Hingga Pak Herman bergerak dengan cepat memeluknya, Gita semakin panik dan refleks menggigit lengan Herman dengan keras hingga pria dewasa itu melempar tubuh Gita sampai membentur lantai.

Dengan langkah yang sempoyongan, Gita berjalan meraih pintu kelas.
Ia baru benar-benar bisa berlari ketika sudah berada di luar kelas.

Sayangnya langkah gurunya itu lebih cepat menyergapnya. Herman membekap mulut Gita sementara tangan satunya lagi menyeret gadis itu menaiki tangga sekolah menuju atap.

Gita sempat melihat Farhan melihatnya, mereka bahkan saling bertatap mata. Gita berusaha keras meminta pertolongan Farhan, namun laki-laki itu malah pergi meninggalkannya yang terus diseret ke atas.

Dengan kunci yang dimilikinya, Pak Herman membuka pintu atap sekolah yang tak sembarangan orang bisa masuki itu.

Ketika Herman sedang sibuk membuka kunci, Gita meraih pulpen yang berada di saku kemeja Herman kemudian menusuk paha laki-laki itu dengan keras hingga Herman menjatuhkannya dan menamparnya keras.

Gita terus berontak dan tanpa sadar ia melewati pintu tersebut. Gita berlari menuju ruang penyimpanan peralatan sekolah yang berada di atap, kemudian menutup pintunya, menguncinya dengan tubuhnya yang gemetar ketakutan dan menahan perih di wajahnya.

"Buka pintunya, Anggita... Kita selesaikan ini dengan cepat saja. Ayo keluar... Saya yakin kamu nanti suka kok." Bujuk Herman yang semakin membuat Gita menangis ketakutan.

"Buka! Sudah tidak ada yang bisa menyelamatkan kamu!"

Dalam hati Gita terus berdoa sambil berusaha menahan pintu tersebut dan mencari apapun yang bisa ia gunakan sebagai senjata.

LOVE ME, HEAL METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang