prolog

7.3K 574 6
                                    


Puzzle, dia pandai menyusun kotak puzzle bergambar yang sering dibelikan ayahnya saat masih kecil. Namun berbeda dari puzzle kebanyakan yang bergambar kartun lucu atau pemandangan, dia justru selalu mendapatkan puzzle yang bergambar kerajaan atau kebudayaan jawa. Dia juga heran dimana ayahnya membeli puzzle seperti itu.

Kepingan puzzle harus disatukan agar menjadi suatu gambar yang utuh. Tapi pernah sesekali ketika dia bertengkar dengan abang keduanya, dia kehilangan salah satu kepingannya. Alhasil gambar itu pun menjadi tidak utuh, ada bentuk yang tidak terlengkapi dan itu merusak hasil puzzle. Sehingga dia pun harus menggunakan imajinasinya untuk melengkapi kepingan yang hilang itu.

"Rania, selama kau berada di museum jangan sentuh apapun! Kau hanya boleh melihatnya saja! Mengerti?" Ayahnya mengulangi peringatannya beberapa kali seolah otak kecil Rania tidak akan mengingatnya jika tidak diingatkan beberapa kali. Padahal Rania kecil bisa mengingat apapun dengan mudah, hanya dia sedikit bandel saja sehingga sering mengabaikan peringatan orang tuanya.

Usianya tujuh tahun kala itu ketika dia sering memaksa ikut ke tempat ayahnya bertugas. Karena museum tak pernah tutup di hari libur maka dia pun selalu datang di hari libur dengan tiket gratis dari akses ayahnya. Dia; Rania kecil tidak pernah malu dengan pekerjaan ayahnya sebagai penjaga museum. Justru dia ingin menunjukan pada teman-temannya tentang profesi ayahnya. Meskipun dia sendiri sulit mendeskripsikan perkerjaan apa yang bisa dilakukan seorang penjaga museum.

Semua benda antik dan aneh selalu dilihat Rania di seluruh penjuru museum. Tapi anehnya sang ayah begitu bangga memamerkan benda-benda itu pada setiap pengunjung. Rania pun sering merasa diabaikan ketika beberapa orang meminta sang ayah memberikan tur kecil mengelilingi museum. Dan jika seperti itu dia pun akan menjelajahi museum sendirian. Hari itu tepat hari ulang tahun Rania ke-9 dan rencananya setelah pulang dari museum mereka akan membeli kue ulang tahun untuk dibawa ke sekolah besok. Tapi sebelum jam kerja ayahnya habis, dia sudah dilanda rasa bosan sehingga Rania pun memutuskan berkeliling museum hingga bagian bangunan paling dalam.

Saat itulah dia melihat seorang pria tua masuk ke dalam ruangan reparasi. Pria yang mencurigakan dimata Rania karena tidak memakai seragam batik yang sama dengan seragam ayahnya. Dengan rasa penasaran anak berusia sembilan tahun, Rania pun mengikuti pria itu masuk ketika pintu itu dibiarkan terbuka begitu saja. Namun ketika dia sudah berada di dalam, pria tua itu lenyap, tak terlihat batang hidungnya. Hanya suasana ruangan yang tampak sunyi dan remang-remang yang terlihat di penglihatan Rania kecil. Juga beberapa benda-benda berdebu yang membuatnya harus berpikir dua kali jika tak sengaja memasuki ruangan itu lagi nanti.

Tetapi Rania merasa tidak pernah melihat Terakota dengan wajah itu sebelumnya. Bentuknya sedikit tertutup lumpur, serta diletakkan di atas sebuah meja persegi yang lebih tinggi darinya sehingga dia tak dapat melihatnya dengan jelas. Tapi reliefnya pada Terakota itu mirip wajah seorang laki-laki yang anehnya terasa tidak asing baginya. Rania kecila pun mendekat pada benda itu. Dengan sorot cahaya dari jendela di atasnya, benda itu terlihat mencolok, seolah-olah cahaya itu memang sengaja hanya untuk menyinari Terakota tersebut.

"Kau tahu wajah siapa pada Terakota itu?"

Ketika dia hampir menyentuh benda itu, tiba-tiba saja pria tua itu muncul di belakangnya. Dia membuat tubuh Rania kecil terlonjak kaget. Wajahnya tidak terlalu tua jika dilihat dari dekat, tetapi sedikit bungkuk. Rania hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaannya. Dan di luar dugaan dia justru tersenyum.

"Suatu hari nanti kau pasti mengetahuinya." Ujarnya penuh arti.

Rania pamit meninggalkan tempat itu karena takut tetapi dia justru menghentikannya. "Aku memiliki sesuatu untukmu!" ujarnya lagi sembari merogoh kantong celananya yang berwarna coklat bergaris-garis.

"Ini ambilah! Ini sebuah hadia untukmu!" dia menyodorkan sebuah benda berwarna emas dengan ujung yang runcing, di bagian atasnya berbentuk seperti bunga berkelopak empat dengan permata yang bekilauan di sekitarnya. Meskipun ragu-ragu karena tak mengetahui kegunaan benda itu, Rania tetap menerimanya. (Belakangan Rania baru tahu dari ibunya bahwa itu adalah sebuah tusuk konde. Ibu bahkan hendak memintanya)

"Terima Kasih." Ucap Rania kecil lalu berlari pergi tanpa bertanya siapa pria tua itu.

Have We Met BeforeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang