Pak Narso dan Ryan: Skandal Foto Telanjang

1.7K 40 1
                                    

SETAHUN SEBELUMNYA...

(Kira-kira bagian ini terjadi tepat sebelum DENGAN PAK JOKO DI RUANG UKS: https://www.wattpad.com/1083674528-ryan-dan-taufik-supirnya-redux-dengan-pak-joko-di)

Sore itu, Narso, seorang guru di SMA terkemuka di daerah pinggiran Jakarta, baru saja keluar dari ruang guru untuk lekas pulang ke kontrakan. Hari itu ia lembur sedikit untuk menyelesaikan soal-soal ulangan untuk keesokan harinya.

Sekolah sudah lengang. Tapi Narso melihat Barkah dan Joko, dua orang rekannya sesama guru, sedang mengobrol serius di depan lab komputer.

"Pulang, pulang..." kata Narso sambil mendekati kedua pria itu.

Barkah dan Joko tapi terus mengobrol pelan dengan muka serius.

"Ada apa bro? Serius amat..." tanya Narso penasaran.

Joko dan Barkah menatap satu sama lain penuh arti sebelum celingukan memastikan bahwa tidak ada orang lain di sekitar mereka.

"Ada kasus bro..." jawab Barkah, sang guru teknologi informasi.

"Walah? Kasus apa?" tanya Narso kaget.

"Porno bro..."

"Owalah, ada murid ketauan nonton porno pas di sekolah?" tanya Narso. "Kaget saya. Kirain apa. Gituan mah pasti ada."

"Bukan bro..." sahut Joko. "Ada foto-foto salah satu murid yang ndak senonoh."

"Astagfirullah..." ujar Narso kaget. "Bahaya itu dong? Anak di bawah umur?"

"Bahayanya itu memang," kata Barkah. "Tapi tadi saya udah ceki-ceki, seharusnya udah di atas 18 tahun lah."

Narso menggeleng-gelengkan kepala. "Anak jaman sekarang..."

"Tapi sampeyan belum tau apa hal yang paling gila..." kata Joko. "Murid ini cowok, bro..."

"Cowok?" tanya Narso heran.

"Iya, cowok. Dah, mendingan sekalian liat sendiri bro. Kalo berani..." kata Barkah sambil menengok ke belakang. Ada seorang cleaning service sedang mengepel ke arah mereka.

"Berani sih berani..." kata Narso.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam lab komputer, yang pintunya langsung dikunci Barkah. Narso dan Joko mengikuti Barkah yang melangkah ke salah satu komputer.

"Seinget aku ini muridmu tahun lalu So?" kata Joko. "Ryan."

"Masya Allah. Ryan? Ryan anak tenis?"

"Sepertinya dia homo bro," ujar Joko.

"Sebelum saya buka, biar Pak Narso ga kaget, mending dikasih intro dulu aja sama Pak Joko," sahut Barkah yang dari tadi mengoperasikan komputer.

"Jadi fotonya itu total mungkin ada 10 biji," kata Joko. "Beberapa foto bugil, tapi kebanyakan foto dia lagi begituan bro."

"Begituan??"

"Ya, lagi ML bro. Dan keliatannya sama laki-laki dewasa."

"Dah siap ngeliat?" tanya Barkah.

Narso hanya bisa mengangguk lemah. Barkah pun memulai slideshow.

Sedari tadi Narso sudah berkali-kali dikagetkan. Tapi melihat foto pertama itu, kagetnya bukan main. Mungkin sedari tadi ia masih berharap Barkah dan Joko sebenarnya cuma mau membuat lelucon.

Foto itu memberitahu Narso bahwa hal gila ini benar-benar terjadi. Karena hal pertama yang Narso lihat di foto itu adalah wajah Ryan yang tersenyum. Wajah yang sudah biasa Narso lihat saat mengajar di kelas. Narso bisa membayangkan Ryan sekarang, menjawab pertanyaan di kelas, menyapa dengan ramah ketika berpapasan di koridor, tersenyum ketika menerima ulangan yang nilainya bagus.

Apalagi Narso itu guru yang sangat populer di antara murid-muridnya, terutama karena sifatnya yang kebapakan. Bagi Narso, setiap muridnya ia anggap anak, termasuk Ryan.

Itulah yang membuat hal ini sangat sulit bagi Narso. Coba saja ini hanya foto wajah Ryan. Tapi bukan, karena selain wajah Ryan, fokus dari foto ini sebenarnya adalah badan Ryan. Badan remaja 18 tahun, atletis dari main tenis rutin, berkulit kuning langsat mulus khas Tionghoa.

Dan pastinya, telanjang bulat. Mata Narso serasa pedas melihat muridnya ini berpose tanpa sehelai benang pun. Dan dari pose Ryan yang membelakangi kamera, sudah jelas sekali bahwa muridnya ini sedang memamerkan bokongnya yang montok kepada fotografernya - siapapun itu.

"Gimana So?" tanya Joko sambil tertawa melihat ekspresi rekannya.

"Sinting ini..." jawab Narso sambil menggelengkan kepala.

"Siap liat yang selanjutnya?" tanya Barkah.

"Yak terus tancap aja bro..." kata Narso pasrah.

Satu per satu Barkah menayangkan foto-foto Ryan yang lain. Perasaan kaget Narso pelan-pelan hilang, dan digantikan perasaan terganggu. Narso bukan orang yang naif. Ia tahu usia remaja seperti ini banyak gejolak hormon. Tapi ia tidak menyangka akan melihat salah satu muridnya ini terbukti sudah "berpengalaman."

Foto berikutnya menunjukkan Ryan berlutut di lantai sembari telanjang, sambil menghisap penis fotografer itu. Narso pun berpikir, siapakah orang yang bahkan mengajari Ryan untuk memberikan seks oral? Bahkan anak ini lulus SMA saja belum, meskipun sudah berusia 18 tahun.

Penis yang sedang dihisap Ryan itu pun terlihat jelas sekali milik pria dewasa, karena ukurannya yang cukup besar dan bulu jembutnya yang cukup lebat. Kulit penis itu berwarna sawo matang gelap, kontras dengan kulit Ryan, dan sepertinya penis itu milik seorang pria pribumi.

Dan seperti yang Narso akhirnya menebak, foto blowjob Ryan itu pun diikuti oleh foto close-up lubang pantat Ryan (Narso tidak menyangka bahwa satu hari ia akan melihat bagian badan muridnya yang sangat privat itu), dan seperti yang Narso duga, foto-foto pun akhirnya memperlihatkan Ryan berhubungan seks dengan pasangan homonya itu. Narso tidak menyangka bahwa penis itu bisa muat di lubang pantat Ryan yang terlihat mungil dan rapet, namun itulah yang diperlihatkan foto.

Akhirnya, mereka sampai di foto terakhir. Kali ini fotonya mirip dengan foto pertama tadi: Ryan difoto telanjang dari belakang, menengok ke arah kamera sambil tersenyum. Tapi bedanya, bukannya berdiri, Ryan ada di posisi tengkurap di atas ranjang, dan punggungnya berlumuran cairan putih kental.

Sperma siapapun laki-laki dewasa itu.

Narso menghela nafas setelah Barkah menutup foto-foto itu.

"Gimana So?" tanya Joko.

"Nggak tau musti mikir gimana..." jawab Narso lirih. "Kita apa perlu lapor ke Pak Firdaus?" (Pak Firdaus adalah kepala sekolah.)

"Aku pikir begini So," ujar Joko. "Aku toh dah lumayan kenal sama Ryan, soale aku yang suka jaga UKS kalo lagi latian tenis. Aku coba ajak ngomong, pastiin dia bukan dipaksa melakukan yang kayak begini. Aku rasa dia udah di atas 18 tahun juga, dah mau lulus, dah diterima kuliah... Kalo Pak Fir tau, nanti malah jadi masalah besar..."

"Iya, betul juga bro..." ujar Narso. "Yah, kabari saja kalo mau ditemani."

"Ndak usah So, mendingan aku sendiri aja," kata Joko. "Nanti dia malah malu kalo kebanyakan orang."

"Iya betul juga," kata Narso. "Yah, pokoknya, kabari ya Jok perkembangannya gimana. Semoga nggak apa-apa deh. Ada-ada aja ini murid."

"Siap bro..." ujar Joko. "Dah, aku pulang dulu. Dah ditunggu istri."

"Jangan lupa ini," ujar Pak Barkah sambil memberikan USB flash drive ke Pak Joko.

"Eh iyo, makasih yo."

Joko pun keluar dari lab komputer, diikuti Narso dan Barkah.

Ryan dan Taufik, Supirnya (REDUX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang