Om Rizal x Ko Alung 16: Ngomong Serius

323 17 0
                                    

Ryan membaca pesan-pesan WhatsApp Rizal tanpa ekspresi. Isinya berbagai permintaan maaf yang lama-lama berubah menjadi kekhawatiran. Namun Ryan rasanya ingin pulang ke rumah dan tidur. Tidur seharian, tanpa alarm, dan mungkin ketika bangun semua ini hanya mimpi buruk...

Itulah yang ia lakukan. Kembali ke rumah keluarganya yang kosong, dan tanpa ba bi bu, langsung tergeletak di ranjang.

* * *

Ryan terbangun saat sinar matahari sudah menyinari kamar tidurnya. Dan karena HPnya berbunyi. Ada yang menelepon.

Rizal.

Ryan membiarkan saja. Ia melihat jam dinding. Ternyata ia tidur lebih dari 12 jam. Astaga.

Akhirnya telepon Ryan berhenti berdering. Namun ia lalu mendengar suara bel pintu depan.

Lalu sebuah pesan WhatsApp masuk.

Rizal: Aku tau km di rumah. Ayo buka pintunya.

Ryan menghela nafas panjang dan beranjak ke lantai bawah. Tanpa pikir panjang ia membuka pintu. Dan di sanalah Rizal, dengan kemeja dan jins hitam rapi.

Ryan menatap wajah Rizal dan dari matanya terpancar segala kekhawatiran, kepedulian, dan juga, rasa sayang. Semua hal yang tidak ada saat "petualangan" Ryan dengan Alung dan Andre. Dan di saat itu lah emosi Ryan tiba-tiba datang seperti tsunami, dan ia langsung bercucuran air mata tanpa henti.

Melihat itu Rizal langsung masuk ke dalam rumah Ryan, menutup pintu, dan memeluk Ryan yang sedang terisak-isak.

"Hei, hei... Sshhh... Mas minta maaf, tiba-tiba dateng ke sini. Mas cuma mau mastiin kalo kamu okey..." bisik Rizal di telinga Ryan. "Mas khawatir banget... Mas ga bisa tidur sampe tau kalo kamu nggak apa-apa..."

Ryan memeluk Rizal balik sambil terus menangis, tidak bisa berkata-kata. Namun di saat itu ia merasa sangat aman, sangat hangat, sangat dicintai.

Akhirnya tangisannya pun berhenti, dan Rizal pun mengecup kening Ryan.

"Maafin Mas ya..." bisiknya.

Ryan mengangguk. "Mau duduk Mas? Mau minum apa?" tanyanya sambil keluar dari pelukan Rizal dan berjalan ke arah ruang tamu.

"Gak usah, baru minum," jawab Rizal sambil mengamati foto-foto di dinding. Jadi inilah rumah Ryan, pikirnya.

"Aku mandi bentar ya," kata Ryan, tiba-tiba malu. Pasti ia sedang bau badan parah setelah menginap di ruko Ko Alung, lalu keringetan di toko bangunan Andre, dan berhubungan seks dengan kedua pria itu.

Air dingin dari pancuran terasa segar. Ryan merasa dirinya pelan-pelan normal lagi. Rasanya senang ada Rizal. Meskipun Ryan merasa siap untuk memaafkan Rizal untuk kejadian beberapa hari lalu, tapi ia juga merasa, apakah masalah-masalah ini bisa mereka selesaikan?

Setelah mandi, Ryan pun kembali ke ruang tamu. Rizal menatapnya dengan senyuman.

"Can we talk, Mas?" tanya Ryan sambil duduk di sebelah Rizal.

"Pasti, sayang... Tapi sebelum kamu ngomong, boleh Mas dulu?" balas Rizal dengan wajah serius.

Ryan mengangguk.

"Mas minta maaf banget buat kejadian hari itu. Mas panik karena mantan istri Mas tiba-tiba dateng. Tapi mungkin Mas ga harus sampe nyuruh kamu ke balkon. Kedua, Mas minta maaf banget udah ngomong hal-hal itu ke kamu. Mas ga mau ngungkit-ngungkit masa lalu kamu, atau mempermalukan kamu... Waktu itu Mas memang kebawa suasana. Lagi panik, terus marah-marah, ya begitu. Maaf banget ya, Ry."

"Iya Mas, aku terima permintaan maafnya," jawab Ryan sambil tersenyum lemah.

Rizal pun membalas senyumnya sebelum kembali ke muka serius. "Nah, Mas ga perlu tanya kamu kemarin ini kemana aja. Mungkin kamu emang butuh waktu sendiri. Tapi Mas jadinya juga banyak mikir nih kemarin ini. Mungkin baik aku dan kamu pun banyak perasaan atau pikiran yang kita ga cerita ke satu sama lain. Mas rasa, ada bagusnya kita juga ngomongin itu."

"Setuju Mas," kata Ryan sambil menghela nafas. "Gimana kalo kita ganti-gantian cerita?"

"Silahkan, sayang. Kamu duluan aja."

"Oke," kata Ryan menghela nafas lagi. "Aku ngerasa, Mas sebenernya ga gitu menerima aku sebagai orang yang penting di hidup Mas. Karena aku ga kenal siapapun orang penting di hidup Mas. Mau Dilla, ataupun juga Om Dondi. Aku ngerti kenapa. Karena Mas mungkin belum menerima kalo Mas sekarang pacaran sama cowok. Dan aku gak nyalahin Mas sama sekali. Hubungan kita ini memang tiba-tiba kejadian ya Mas. Dan aku rasa mungkin aku jatohnya baper banget sama seorang duda. Mungkin aku dalem hati lagi berharap punya pacar selayaknya orang-orang lain punya pacar. Tapi aku ga mikirin kalo Mas sendiri pasti banyak pikiran soal hal ini."

Rizal mendengarkan Ryan dengan serius sambil mengangguk.

"Udah itu dulu sih," tutur Ryan.

"Oke. Kalo Mas, terus terang, Mas juga bawa perasaan banget sama kamu. Mas pengen kamu tau kalo Mas bener-bener cinta sama kamu, Ry. Tapi memang buat Mas itu sulitnya. Mas ga pernah ngeliat diri Mas sebagai seorang, maaf, gay. Dan sekarang juga ga nafsuan sama cowo lain. Jadi Mas banyak kebingungan. Kenapa Mas tiba-tiba jadi begini?" jawab Rizal. "Terus, selain itu, terus terang Mas juga cukup... Apa sih bahasanya? Kayak cemburu, gitu, tapi bukan sampe cemburu banget?"

"Insecure?"

"Iya, betul, insecure. Karena Mas tau kamu banyak banget pengalaman di bidang seks, jauh lebih banyak daripada Mas yang cuma pernah sama dua orang di hidup Mas. Dan Mas bukannya ngejudge kamu. Tapi Mas sering mikir, apakah Mas cuma satu dari banyak cowo di hidup kamu? Dulu sama istri, seks itu kan satu hal yang cuma milik kita berdua. Tapi kalo sama kamu, udah ada banyak banget cowo lain yang, maaf, berhubungan sama kamu. Apakah ada istimewanya buat Mas? Apakah masih ada hal yang bisa cuma jadi milik kita berdua? Apalagi bentar lagi kamu pulang ke Amrik," kata Rizal sambil menghela nafas. "Sori, panjang banget."

"Gapapa Mas. Aku seneng kita bisa ngobrol terbuka gini. Banyak yang harus kita pikir ya Mas..."

"Betul," kata Rizal sambil mengelus lengan Ryan. "Tapi kamu gapapa? Mas cuma pengen kamu oke."

"Iya Mas, aku oke kok," jawab Ryan. Lalu ia mengecup pipi Rizal.

Lelaki itu pun tersenyum. "Oke, Mas harus pergi dulu. Mungkin kita minggu ini bisa ketemuan lagi buat ngobrol lebih lanjut?"

"Yuk, aku juga mau banget..." kata Ryan. Lalu ia mengantar Rizal ke mobilnya.

bersambung

Ryan dan Taufik, Supirnya (REDUX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang