Nginep di Kontrakan 8

255 25 0
                                    

All characters in this story are 18+ and intended for mature readers.

Setelah orgasme, Taufik pun menggiring Hidayat keluar dari kamarnya. Sekalian ia kencing dan membersihkan diri sedikit. Bukan mandi wajib sih. Nanti saja.

Sambil bersiul ia kembali ke kamar. Tapi di situ Taufik kaget. Karena Ryan sudah berpakaian lengkap dan mengemas barang-barangnya.

"Lha kenapa?" tanya Taufik.

"Mau pulang Mas..." kata Ryan pelan.

Taufik agak panik. Apakah tadi ia terlalu kasar? Atau mungkin Ryan benar-benar tak nyaman karena ada Hidayat? Apa karena ia tadi memanggil Ryan lonte?

Si supir memutuskan untuk diam dahulu di perjalanan ke rumah Ryan. Sesampainya di sana, Ryan tanpa berkata apa-apa langsung masuk ke dalam rumah.

Taufik memarkir mobil di garasi dan menyalakan sebatang rokok. Merenung...

Akhirnya pukul 6 sore tiba. Sejak tadi Ryan sama sekali tidak keluar kamar, atau mencari Taufik. Waktunya ART pulang. Taufik pun sholat maghrib di kamar pembantu. Setelahnya ia memutuskan untuk ke kamar Ryan.

Taufik melepas sepatunya di depan pintu kamar sebelum masuk. Ryan ada di balik selimut di ranjang, membelakangi pintu. ACnya dingin.

Ternyata bukan tidur, tapi main HP. Ia tidak menoleh ataupun berkata apa-apa ketika Taufik masuk, hingga akhirnya sang supirnya pun ikut berbaring di tempat tidur, masuk ke dalam selimut.

Taufik berbaring menyamping, memperhatikan bagian belakang kepala Ryan. Cuma satu hal yang ia pikirkan. Mau bagaimanapun, Taufik cinta sama Ryan. Taufik sayang sama Ryan. Dan sebentar lagi mereka berpisah.

Ketika Taufik mendapati Ryan selingkuh dengan guru sekolahnya, memang ia marah. Tapi ia juga berpikir, mungkin seharusnya beginilah cerita cinta mereka berakhir. Waktu itu Ryan sudah mulai bersiap-siap untuk pindah ke Amerika. Meninggalkan Taufik.

Mungkin lebih mudah kalau mereka berdua putus karena perselingkuhan, bukan karena mereka terpisahkan benua dan lautan.

Tapi apa daya. Taufik tidak akan pernah bisa tahan menghadapi Ryan. Ketika Ryan meminta maaf, Taufik merasa tidak berdaya. Tidak mungkin ia tidak memaafkan Ryan.

Apapun kekasaran yang tadi ia lakukan, mau bagaimana juga, segitu dalam dan riilnya lah perasaan Taufik kepada Ryan.

Bagaimana cara mengatakannya? Taufik menelan ludah.

Lakukan saja.

"Mas Fik mau minta maaf..." kata Taufik pelan. "Tadi mungkin... Mas Fik mainnya terlalu kasar sama kamu... Mas mungkin harusnya gak sampe nabokin kamu begitu. Tapi ya Mas Fik juga ga tahan ngeliat pantat kamu..."

Ryan mendengus tapi ia tidak menoleh atau berbicara.

"Mas minta maaf tadi manggil kamu lonte. Minta maaf tadi Mas Dayat masuk ke kamar pas kita lagi begituan. Jadi ngeliat kamu di posisi itu. Maafin Mas Fik ya..." lanjut Taufik. "Mas mau kamu tau, kalo Mas itu jatuh cinta beneran sama kamu, Ry. Kadang Mas takut. Hubungan kita gak normal. Hubungan kita gak ada masa depan. Mas ngerasa, nanti kita harus berpisah. Dan Mas ga tau kalo buat kamu. Tapi buat Mas, perpisahan kita bakal sakit banget..."

Ryan masih diam tapi ia berhenti main HP.

"Segitu aja sih. Mas Taufik sayang sama Koko Ryan. Mas Taufik cinta sama Koko Ryan. Mas Taufik ga pernah punya perasaan kayak gini ke orang lain," kata Taufik. "Kalo ada lagi salah yang Mas buat, Mas mau minta maaf juga buat itu."

"Minta maaf udah bikin kamar aku bau keringet." Ryan pun akhirnya berbalik badan dan menghadap Taufik. Mereka berdua tertawa mendengar candaan Ryan, meskipun memang benar kamarnya bau aroma badan Taufik, tapi Taufik melihat mata Ryan basah.

"I love you too, Mas Fik. Semua yang Mas Fik bilang, bener. Aku juga sayang banget sama Mas. Mas cinta pertama aku. Keperawanan aku Mas yang ambil. Punya Mas seorang..." kata Ryan. "Aku juga takut, Mas. Aku gak tau kita musti gimana."

"Masa depan itu nyampenya cepet, Ry..."

"Aku gak mau jauh dari Mas Fik..." kata Ryan mulai berlinangan air mata.

"Sshhh... Mas masih di sini..." kata Taufik sambil memeluk Ryan. "Mas ngerasa, apa mungkin Mas ngasarin kamu. Terus nyuruh Dayat nontonin kita main. Mungkin Mas ga mau nerima perasaan Mas yang udah dalem banget... Mas ga mau kehilangan kamu..."

"Jadi gimana Mas?" tanya Ryan.

"Mau gak mau, karena Mas jauh lebih dewasa dari kamu, Mas harus ngelakuin yang bener, Ry..." kata Taufik. "Mas udah sering bilang. Kamu ini masih muda. Beda tahap kehidupan sama Mas. Kamu kuliah jauh-jauh di sana, masa gak bakal pacaran?"

"Tapi aku mau setia sama Mas Fik..."

"Menurut Mas Fik, kalo Mas nuntut kamu setia sama Mas, yah nggak adil buat kamu. Mas ga mau jadi orang egois. Mas ngerasa kamu harus ngejalani hidup yang kamu mau. Kalo ternyata kita nanti udah jodoh, pasti ga bakal jauh, Ry."

"Jadi gimana?"

"Mas udah bilang sama papa kamu, tapi ga tau kamu tau apa ga. Tapi rencananya, setelah papa mama kamu pulang dari Taiwan, Mas mau pulang kampung. Agak lama."

"Jadi Mas ga bisa nganter aku ke bandara?" tanya Ryan, masih menangis.

"Ga bisa Ry. Mas juga ada tanggung jawab sama keluarga di kampung. Udah lama Mas ga nengokin. Maafin Mas ya..." kata Taufik lirih.

"Mungkin lebih gampang kayak gini ya Mas..." kata Ryan sambil bersandar di dada Taufik sambil merasakan kepalanya dielus supir yang sudah jadi kekasihnya.

"Mas sebenernya bisa rela kalo kamu pacaran sama orang lain. Jatuh cinta sama orang lain. ML sama orang lain. Yang Mas cuma mau, coba Mas bisa ada di sisi kamu, mastiin kamu ngga apa-apa. Ngelindungin kamu. Ngejauhin kamu dari cowo-cowo ga bener. Mas bahkan rela kalo harus ngeliatin kamu lagi diapa-apain, selama Mas bisa tenang kalo kamu diperlakukan dengan baik..."

Ryan mengangguk. Lalu ia tiba-tiba menghapus air matanya. Dan menengadah sebelum mengecup bibir Taufik.

"Waktu kita tinggal dikit banget Mas. Harus kita pakai sebaik mungkin," kata Ryan.

bersambung

Ryan dan Taufik, Supirnya (REDUX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang