Turnamen Tenis di Sukabumi 6

257 20 0
                                    

All characters in this story are 18+ and intended for mature readers.

Pak Narso masuk kamar hotelnya dan melihat Pak Muji berbaring di ranjangnya sambil menonton TV.

"Ni, teh botolnya," kata Pak Narso sambil melempar botol.

"Nuwun, nuwun," jawab Pak Muji. "Piye bojomu?"

"Gitu lah. Aku cuci muka dulu," kata Pak Narso. Lalu ia mengendus udara ruangan. "Ini ada bau opo yo?"

"Opo?"

"Ndak tau."

"Hotel tua lah ini," kata Pak Muji.

Setelah Pak Narso cuci muka dan sikat gigi, Pak Muji sudah tidur. Pak Narso berlutut di samping ranjangnya untuk mengambil barnag dari kopernya ketika ia melihat sesuatu.

Celana dalam warna hitam bermerek Calvin Klein.

Pak Narso bingung. Rasanya tadi tidak ada. Baju kotor Pak Muji pun sudah dilipat rapi di samping kopernya dekat TV. Lagipula, Pak Narso tahu Calvin Klein itu brand mahal. Bukan sesuatu yang biasa dipake guru.

Masih bingung, Pak Narso pun melipat celana dalamnya dan menaruhnya di koper, sebelum masuk ke ranjang dan tidur.

* * *

RYAN

Keesokan paginya gue terjadwal bantuin temen-temen setim gue latihan. Tapi gue gak bisa fokus. Karena Pak Muji ada, nontonin kita, dan gue bisa ngerasa matanya ngikutin badan gue. Mau gimana pun gue akhirnya keinget kejadian tadi malem.

Setelah latihan dan saat jam makan, gue sama Pak Muji gak terlalu banyak berinteraksi, meskipun kita sedikit-sedikit berpapasan. Gue pengen banget ngontak Pak Muji lewat WA. Tapi gue gak punya nomernya. Tanpa gue sadari, gue udah ngelamun mikirin Pak Muji, berharap kita bisa ngelakuin hal-hal lain nanti malem.

Semoga tim gue menang deh. Soalnya kalo hari ini kalah, nanti malem kita semua pulang.

Baru aja gue duduk untuk nonton temen gue tanding, pelatih tenis kita Pak Adri ngedatengin gue.

"Ry, ada raket yang baru ganti string ketinggalan di hotel," katanya. "Kamu ambilin ya? Saya suruh anter ke kamar kamu."

"Boleh Pak," jawab gue. "Tapi ada yang bisa anter? Aku ga bisa nyetir manual."

"Saya bisa," kata suara di belakang gue.

Pak Muji.

"Makasih, Ji," kata Pak Adri.

"Kunci mobilnya ada?" tanya Pak Muji.

"Lah, ngga di saya."

"Kunci mobilnya ada sama saya," kata sebuah suara lain. Pak Narso, yang baru saja tiba. "Ada yang butuh disetirin?"

"Saya minta tolong Ryan ambil raket di hotel," kata Pak Adri.

"Ya sudah, sama saya aja," kata Pak Narso.

Gue menatap Pak Muji sebentar, tapi dia gak ngomong apa-apa, jadi gue pun ngikut Pak Narso ke mobil. Gak berapa lama mereka sampai di hotel.

"Saya tunggu di sini ya?" tanya Pak Narso di lobi.

"Sebenernya bisa bantuin bawa gak Pak? Kayaknya agak banyak raketnya," kata gue.

Pak Narso pun memarkir mobil dan ikut gue ke kamar. Bener aja, ada 10 raket.

"Aku bawa 5, Pak Narso bawa 5?" tanya gue.

* * *

Pak Narso tidak langsung menjawab. Karena perhatiannya tertuju ke sebuah tas yang terbuka, yang isinya beberapa lembar celana dalam Calvin Klein.

"Pak?" kata Ryan. Pak Narso kembali ke bumi, dan langsung diberi 5 buah raket oleh muridnya.

Lalu Ryan jongkok untuk mengambil sisa raket, dan Pak Narso melihat bagian atas celana dalam muridnya itu. Warna hitam. Bertuliskan Calvin Klein.

bersambung

Ryan dan Taufik, Supirnya (REDUX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang