Rizal Sang Duda Cerai 2

2.3K 82 2
                                    

Ketika Rizal terbangun untuk kedua kalinya, matahari sudah terang. Ia menyadari kalau ia masih ada di sofa kenalan Dondi. Siapa namanya? Oh iya. Ryan.

Kepalanya sakit, hangover. Ia pun duduk di sofa sambil mengerang dan mencari HPnya.

Terdengar suara langkah kaki.

"Wah, udah bangun, Om?" tanya Ryan sambil nyengir. Ryan terlihat seperti sudah mandi. Rambutnya agak basah, dan ia memakai kaos dan celana olahraga hitam.

"Iya, iya, maaf ya," kata Rizal. "Om udah lama ga minum-minum. Jadi ngerepotin kamu nih."

"Gapapa Om, santai aja," jawab Ryan. "Om Dondi tadi malem udah pulang duluan. Katanya pagi ini mau jemput Tante Linda, udah balik."

"Yah, harusnya saya dibangunin aja."

"Gapapa Om, abis udah enak tidurnya. Santai aja," kata Ryan. "Aku mau beli kopi bentar di seberang Om. Mau nitip gak?"

"Boleh deh, kopi hitam aja," kata Rizal sambil merogoh kantongnya untuk mengambil dompet.

"Udah, gapapa Om, nanti aja duitnya," kata Ryan sambil bergegas ke pintu. "Kalo mau numpang mandi silahkan."

"Wah, tengkyu, tengkyu."

Ryan tersenyum sebelum keluar dari apartemen. Rizal pun mengecek HPnya, dan benar juga, ada sebuah WhatsApp dari Dondi. Sori bro gue duluan, musti jemput Linda. Santai aja. Ryan juga nyantai kok.

Rizal baru saja mengecek tarif Grab untuk pulang ke rumah ketika ia teringat kejadian tadi malam. Dondi, sahabatnya yang seorang pria lurus, sedang bercinta dengan Ryan, anak kliennya yang masih mahasiswa.

Ah, mungkin cuma mimpi, kebanyakan minum, pikir Rizal. Tapi ia tetap penasaran. Rizal pun diam-diam bergegas ke kamar tidur Ryan.

Melihat ranjang Ryan yang masih berantakan, Rizal langsung terbayang adegan tadi malam, sahabatnya bersenggama dengan mahasiswa ini dari belakang, doggy style. Benarkah cuma mimpi?

Rizal masuk ke dalam, mencoba mencari bukti. Ketika masuk ke kamar mandi dalam, buktinya pun langsung terlihat jelas.

Sebuah kondom bekas terletak di tong sampah. Tanpa pikir panjang Rizal pun mengambil kondom bekas itu dan mengamatinya. Bahkan di dalamnya masih ada sisa cairan sperma.

Astaga, pikir Rizal. Berarti kejadian semalam itu benar-benar terjadi. Bukan cuma mimpi.

Rizal pun menaruh kondom itu di tong sampah sebelum mencuci tangan dan kembali ke ruang tamu. Pas sekali, baru saja ia duduk lagi di sofa, kunci pintu depan berbunyi, dan Ryan pun masuk membawa kopi.

"Ini Om," kata Ryan memberikan kopi ke Rizal. Mereka berdua pun saling menyeruput kopi sambil terdiam.

"Om bentar lagi pulang, makasih banyak ya," kata Rizal. "Maaf ngerepotin."

"Gapapa Om, aku oke aja kok," jawab Ryan.

Rizal terdiam sebentar. Perlukah ia membahas topik ini? Tapi kalau tidak, mungkin ia akan terus penasaran.

Rizal pun menghela nafas. "Sori, sebelum Om pulang, Om mau tanya... Kamu itu gay ya?"

Muka Ryan memerah. "Eh, iya Om... Kok tau?"

"Sejujurnya, Om gak sengaja tadi malem mergokin kamu sama Om Dondi..."

Ryan menghela nafas sambil menutup mukanya. "Duh... Malu... Maaf Om... Emang tadi malem kita agak gegabah, biasa abis minum-minum."

"Iya gapapa, Om ga bakal bilang sama Om Dondi kok, tenang aja," kata Rizal. "Tapi kalo bisa kamu juga ga usah kasih tahu Om Dondi, kalo Om Rizal tahu..."

"Oh iya Om, siap."

"Kamu sama Om Dondi udah berapa lama?"

"Hmm... Kemarin sebenernya kita baru ketiga kalinya sih Om," kata Ryan pelan. "Awalnya mulai pas aku mau berangkat kuliah."

"Dondi maksa kamu?"

"Ngga kok, ngga," kata Ryan. "Terus terang, aku emang udah lama suka sama Om Dondi. Akhirnya kejadian. Tapi ya pastinya aku ngerti situasinya Om Dondi juga. Kita ini cuma having fun, gak lebih dari itu..."

"Saya kaget aja. Gak nyangka Dondi ternyata suka begitu."

Ryan mengangguk sambil tersenyum. "Kalo itu aku gak komentar deh."

Rizal tertawa terbahak-bahak.

"Sekarang aku boleh gak Om ngomong sesuatu?" tanya Ryan.

"Ya, boleh. Biar adil."

"Om Dondi kemaren cerita tentang Om Rizal. Lagi masa-masa sulit ya Om. Aku cuma mau bilang, kalo ada yang bisa aku bantuin, let me know aja," kata Ryan sambil mengelus paha Rizal.

Rizal terkejut. "Ehm, Om sih gak kayak begitu ya..."

"Aku gak bakal bilang siapa-siapa kok Om," kata Ryan lembut. "Aku juga gak minta Om ngapa-ngapain... Yang Om mau aja..."

Tangan Ryan pelan-pelan berpindah dari paha Rizal ke selangkangannya. Rizal diam saja dengan nafas memburu.

"Udah keras Om..." bisik Ryan. "Aku urusin boleh ya?"

Rizal pun menutup mata sambil menghela nafas ketika ia merasakan tangan Ryan membuka kancing celananya dan menurunkan retsleting. Bau apek keringat sisa tadi malam menyeruak, tapi Ryan sepertinya tidak ada masalah. Rizal pun membantu Ryan dengan menurunkan celana dalamnya, hingga penisnya yang berwarna gelap menyembul keluar, berdiri tegak. Kulupnya sudah mulai basah.

Rizal merasakan tangan Ryan mengonani penisnya, namun tiba-tiba tangannya digantikan oleh sesuatu yang hangat dan basah. Rizal terbelalak. Ternyata penisnya sudah masuk di mulut Ryan.

Ryan pun mengambil posisi jongkok di depan pangkuan Rizal sambil terus menghisap dan menjilat batang penis Rizal. Rizal mengelus rambut Ryan, masih syok. Penisnya yang sudah lama hanya bertemu dengan tangan kanannya, sekarang ada di mulut seseorang.

Dan seseorang itu adalah laki-laki muda, berusia 19 tahun, keturunan Tionghoa, yang baru ia temui tadi malam. Rizal tidak menyangka bahwa seseorang seperti Ryan tertarik kepada dirinya. Muka Ryan yang tampan mengingatkan dia akan sang aktor Joe Taslim, tapi lebih manis dibanding gagah. Seseorang seperti Ryan bisa mendapatkan pria manapun yang ia mau, tapi tidak tahu kenapa, Ryan memilih untuk menghisap penisnya.

"Mmmm..." desah Rizal. "Bentar lagi Om keluar... Maaf... Udah lama ngga, jadi ga tahan..."

"Gapapa Om..." jawab Ryan. "Mau keluar di mukaku?"

Tanpa menjawab Rizal langsung berdiri di atas muka Ryan sambil mengonani penisnya. Ryan menutup mata sambil menunggu.

"Ohh... Ohh... OHHHHHH..." seru Rizal. Batang penisnya pun menembakkan cairan sperma ke muka Ryan yang ganteng. Banyak sekali. Rasanya tembakannya tak berakhir-akhir, hingga muka Ryan pun hampir basah kuyup dilumuri sperma Rizal.

"Makasih ya..." kata Rizal kikuk.

"Iya, sama-sama Om," kata Ryan sambil tertawa.

"Jangan bilang-bilang ke Om Dondi ya."

"Iya, santai aja Om," kata Ryan sambil menyeka sperma dari sekitar matanya.

Setelah terdiam kikuk sebentar, Rizal pun mengenakan celananya lagi. "Om pamit dulu ya. Udah harus pulang."

"Iya Om."

Dengan itu Rizal mengenakan sepatunya di depan pintu, dan langsung bergegas keluar apartemen Ryan.

bersambung

Ryan dan Taufik, Supirnya (REDUX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang