Beberapa pelayan hotel setengah membungkuk sebagai tanda hormat ketika Bima melewati mereka. Di saat itulah, kharisma seorang Bima Andika Tama terlihat jelas seberapa tinggi status yang dimiliki oleh pria itu.
Jadi seperti ini restoran hotel bintang lima? Monolog Kinan dalam hati saat memasuki tempat di mana dia akan mengisi perut kosongnya pagi ini.
Langkah Bima yang dia ikuti terlalu panjang untuk dia kejar, karena gamis yang dia kenakan itu membatasi langkahnya. Tapi matanya tak berhenti mengagumi kemewahan tempat makan yang baru pertama kali dia kunjungi itu.
Hingga langkah panjang itu pun berhenti pada buffet yang menyajikan berbagai menu makanan yang tertata rapi di sana.
Sungguh, Kinan tak tahu bagaimana caranya makan di tempat seperti itu. Dia harus memesan dulu, atau ambil sendiri? Tapi, berapa harga yang harus dia bayar hanya untuk sarapan saja? Apa dia mampu bayar?
"Pilih saja!" titah atasannya.
Termenung sejenak, lalu Kinan bertanya, "Bos, mahal nggak harganya?"
Mengerutkan kening Bima menjawab, "jangan mikir bayarnya, nanti bisa potong dari gaji kamu." Meski batin pria itu tertawa akan ucapannya barusan, tapi dia masih belum bisa mengerti kenapa harus membuat lelucon potong gaji itu sepagi ini.
"Nggak deh, Bos! Saya sarapan di luar saja. Nasi uduk atau bubur ayam, ada kok di dekat sini. Saya lihat soalnya pas lewat tadi." Kinan lalu berbalik badan. Biasanya dia hanya mengeluarkan uang kurang dari sepuluh ribu untuk sarapan paginya. Jadi, gajinya tak akan dia korbankan hanya untuk sebuah sarapan di hotel berbintang lima.
BIG NO, Bos! Gaji aku mending buat ibu daripada hanya untuk sekedar sarapan kelas atas.
"Mau kemana?" Bima menarik tas selempang Kinan. "Di sini juga ada nasi uduk atau bubur ayam yang kamu mau. Balik!"
Kinan memang berbalik, tapi wajahnya tak berubah. Masih enggan untuk menuruti keinginan Bima.
"Tapi, pasti harganya selangit, Bos. Nggak deh, takutnya saya nggak sanggup menelan makanan itu karena ingat sama orang tua di kampung."
Bima melepaskan tangannya dari tas Kinan yang berwarna coklat tua itu, lalu menarik nafasnya dalam. "Kamu bisa makan gratis di sini."
"Serius, Bos?!" wajah itu berubah sumringah.
"Denger kata gratis, muka kamu langsung berubah, ya?"
Kinan tersenyum, "saya pikir semua orang suka gratisan, Bos. Apalagi saya yang mesti berhemat ini."
"Makanan Indonesia ada di sebelah sana!" tunjuk Bima pada buffet di samping buffet dia tengah berdiri. "Jika ada yang kamu nggak ngerti tanya sama dia." Bima menunjuk seorang pria berbaju putih dengan topi khas seorang koki lengkap dengan apronnya. Di setiap buffet, ada satu orang berseragam itu di sana.
"Baik, Bos!" ucap Kinan riang. Lalu berjalan menjauh sambil bergumam, "kemarin ditraktir pasangan pengantin baru, pagi ini sarapan gratis di resto mewah. Alhamdulillah, rejeki anak sholehahnya Ayah Reksa."
Bima mendengar itu dan hanya bisa mengerutkan keningnya saat mendengar kata pengantin baru. "Sudahlah. Ngapain dipikir juga." Lalu fokusnya beralih pada makanan Jepang yang ada di depannya. Dia juga belum sarapan, jadi harus ada makanan yang diolah menjadi energi di tubuhnya. Barangkali dia butuh energi itu untuk membuat kesal sekretarisnya nanti.
***
Mereka duduk di sofa single yang saling berhadapan dan hanya ada meja yang memisahkan jarak antara Kinan dan bosnya itu, dengan menu sarapan mereka masing-masing. Kinan dengan nasi uduknya sementara Bima dengan nasi, sup miso dan ikan makarel panggangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...