Takut Bucin

2.8K 351 28
                                    

Bima menatap empat pria yang duduk mengelilingi meja di sebuah kafe, mereka adalah sahabat kecilnya hingga sudah seperti saudara sekarang. Adik angkat, begitu anggapan banyak orang pada hubungan mereka kini.

Bima membalas tatapan itu dengan menjengkelkan sebagai ungkapan protesnya bahwa dia keberatan dengan sikap keempat pria beda profesi itu. "Kenapa sih, kalian kompak lihat gue kayak gitu?" tanya Bima kesal lalu melipat kedua tangannya di atas perutnya. "Nggak ada sesuatu yang istimewa di wajah gue, selain emang gue tampan."

Rangga terkikik. "Hyung, ngegemesin! Malam ini bahkan lebih tampan dari biasanya. Iya 'kan, guys?" tanya Rangga pada ketiga rekannya.

"Mungkin sinar rembulan yang membuatnya begitu." Salah satu dari yang lain berbicara. Dia Arsa, seorang insinyur pertanian seperti Rangga.

"Sa! Lo mulai ketularan absurdnya Sukma, ya?" tanya Bima.

"Dia istri gue. Tertular ya, nggak masalah, 'kan? Biar makin serasi," jawab pria yang bernama Arsa itu.

"Lo lebih cocok jadi saudara kembarnya Sukma daripada Raga. Dia lebih cool dan selalu jadi idola gue." Bima tersenyum pada Raga, pria minim ekspresi yang duduk tepat di depannya.

"Sorry, Kak Bim. Malam ini, gue di pihak mereka." Raga menjawab dan berhasil menghilangkan senyum dari wajah Raja Perhotelan itu. Raga hanya bicara jika dia mau. Maka apa yang keluar dari mulutnya adalah mutlak dan tak bisa dirayu selain oleh istrinya dan adik kembarnya.

"Baru kali ini lo nggak asyik, Ga!" dengus Bima pada Raga. "Sekarang juga, buat suasananya nggak semencekam ini. Gue merasa mau dihakimi. Bisa 'kan, lihat gue biasa aja?"

"Nggak bisa!" jawab keempat adik angkat Bima bersamaan.

"Terserah kalian saja!" Bima menyerah. Lalu dia sesap secangkir caffe macchiato yang terhidang di depannya.

"Jadi, dia itu cewek tomboy tetangga Eyang Arimbi yang dulu sering ngerjain kita?" tanya Jordy. Pria itu adalah seorang calon dokter, terlihat tampan dengan setitik tahi lalat di bawah bibirnya.

Tatapan Bima langsung berlari pada Rangga. "Mulut lo ember banget, sih?" dengus Bima pada pengantin baru yang kini bersembunyi di belakang punggung Raga. Bima seolah akan menelannya bulat-bulat saat ini.

"Gue mana bisa menyimpan rahasia dari mereka sih, Kak? Kita selalu bersama bahkan sejak bayi. Jika gue tahu, tentu mereka tahu juga. Lagi pula, kami semua sudah terlibat proyek rahasia yang Bunda Mayang atur sedemikian rupa---"

"Proyek apa?!" Bima menyela ucapan Rangga yang menggebu-gebu. Wajah Bima terlihat makin keruh saja. Tapi tak ada satu pun dari keempat adik angkatnya itu menciutkan nyali di depan kakak tertua mereka itu. Karena, semarah apapun Bima, mereka tak akan mendapatkan hukuman yang berarti. Tak apalah, jika kali ini akan ada hukuman atau semacamnya yang mesti mereka terima, demi seorang kakak ipar yang akan mendampingi Bima hingga akhir hayatnya.

Mereka berempat sudah menikah, hanya Bima yang masih betah melajang. Bahkan berniat mengakhirinya pun tidak. Satu hal yang mereka tahu, Bima hanya takut menjadi bucin hanya karena wanita. Tidak rela jika dia akan ditinggal suatu hari nanti, karena dia tahu, setiap hubungan yang terjalin akan menemui titik akhir. Entah perpisahan karena ego atau pun karena kematian.

"Kak Bim, Bunda Mayang ingin melihat Kakak menikah," tukas Jordy.

"Gue tahu itu. Lantas?"

"Apa Kakak tak berkeinginan mewujudkannya? Dia sudah seperti ibu bagi Kak Bim." Arsa yang biasanya slengekan, malam ini dia terlihat serius.

"Gue rasa, sama Mbak Sekretaris itu adalah sebuah ide bagus." Rangga pun sama. Malam ini semua menjadi sosok pria dewasa, padahal biasanya, jika mereka bersama selalu bertingkah bak remaja tanggung yang suka sekali membuat gaduh di sekitarnya.

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang