Ekstra part 1 Orang Ketiga

1K 96 11
                                    

Ketika pagi tiba, hujan belum sepenuhnya berhenti. Tetes-tetes airnya masih menjadi irama romantis bagi sepasang kekasih halal yang dulunya adalah rival itu. Keduanya tengah menyantap sarapan berwujud mi instan rasa ayam bawang dalam satu mangkok yang dinikmati berdua.

Bergantian menyendok makanan kenyal, panjang dan keriting itu dengan perasaan lucu karena sesekali kepala terantuk satu sama lain. Seperti yang barusan terjadi. Kinan akhirnya tertawa, meski sedari tadi dia sudah dengan baik menahannya.

"Kenapa sih? Apanya yang lucu?" tanya Bima tak mengerti. Berharap dengan bertanya, sesuatu di balik tingkah aneh Kinan sejak tadi bisa dia ketahui alasannya.

"Maafin aku, ya. Mas ini kaya raya, tapi sarapannya cuma mi instan. Aku ngerasa berdosa banget jadi istri. Aku masakin yang lain, ya?"

"Tidak perlu." Bima melap mulutnya dengan selembar tissu, lalu menyangga pipi dengan satu tangannya. "Aku belum pernah makan mi instan sebelumnya. Ini baru pertama kalinya."

Kinan melongo. "Mas, bercanda?!"

Kedua alis Bima bertaut. "Serius. Rasanya memang seenak ini, atau terasa enak karena makannya semangkok berdua sama kamu. Tapi, apa kamu kenyang?"

Pipinya yang sempat merona, Kinan pun menggeleng. "Tapi mana ada yang jual makanan di hutan? Aku nggak terlalu suka sama stok makanan kita. Meski masih lapar, udah lah tahan aja."

"Kamu pengen makan apa?"

Kinan nampak berpikir dan Bima bersabar menunggu kata apa yang akan istrinya ucapkan. Pria itu jadi merasa geli lalu terkekeh.

"Mas, kenapa?" Gantian Kinan yang bertanya karena kekehan Bima.

"Kenapa jika kamu sedang berpikir, malah makin cantik?"

"Mas Biiiim!" Kinan menutup wajahnya dengan kedua tangannya tanda dia tersengat kejujuran Bima hingga rasanya hilang muka.

"Aku serius, Kinan. Rambut ikal kamu itu benar-benar indah dan cantik. Tak terlihat galak sama sekali jika sedang serius berpikir begitu. Turunin tangan kamu!"

"Nggak!"

Bima tahu istrinya tengah malu.

"Dulu, kamu selalu bersikap menyebalkan. Tapi akhir-akhir ini semenjak kita tinggal bersama, malah sering terlihat malu-malu. Apa kalian orang yang sama?"

Tangan Kinan turun dan terlihat wajahnya sedang cemberut. "Padahal sudah jelas orangnya sama. Kenapa pake ditanya segala, sih? Mas berharap ini bukan Kinan yang suka mandiin kerbau itu?"

Bima akan bersikap menyebalkan kali ini. Rasanya dia rindu akan perdebatan mereka di masa lalu. "Coba aku test dulu."

"Apa-apaan ini?" Kinan memakan umpan dengan baik. Bima pun tersenyum untuk hal itu. "Tanyakan semua!" Tantang Kinan.

Bima akan mencoba berperan dengan baik, karena sifat Kinan yang seolah tak memiliki rasa takut telah menyemangatinya. "Dulu, aku pernah ditakut-takuti oleh wanita yang bersuara mirip Mak Lampir di bukit. Coba, tertawalah seperti dia. Apakah suaranya akan terdengar sama? Jika sama, berarti kalian memang orang yang sama."

Kinan memicing lalu mendesah. "Nggak mau! Tau, nggak? Hari itu mukena aku robek, dan---"

"Aku tahu." Bima menyela kalimat Kinan. Dia yang mengumpan di awal tadi, tapi rasanya dia yang terpancing.  Sekilas kenangan masa lalu yang tidak pernah dia lupakan telah terputar di memorinya. Kisah tentang mukena itu, dia, Kinan, dan Albert__ayahnya.

"Mas tahu?" tanya Kinan ragu.

Bima mengangguk, lalu meraih tangan Kinan yang terbebas di atas meja kecil yang menyekat mereka. "Waktu itu, kamu bertemu dengan ayahku di pasar. Kalian mengobrol entah tentang apa, di depan sebuah toko mukena. Tapi yang jelas kalian tertawa bersama."

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang