Antara gila atau kurang kerjaan, itu adalah pilihan tepat untuk menggambarkan kelakuan pemuda yang mengajak tantenya berkunjung ke rumah seorang gadis saat menjelang subuh. Meski itu bukan rumah orang biasa, tapi berbekal status sebagai keluarga Bima, akan sangat mudah melewati pos penjagaan ketat keluarga mafia itu.
"Cicak! Biarin gue masuk!" Mohon Al di bawah balkon rumah dua lantai itu untuk ke sekian kalinya. "Gue naik, ya?" Ancamnya.
Kinan yang tadinya hanya sebatas menemani kini mulai menegur kelakuan keponakannya itu. "Al, nanti orang serumah bisa kebangun semua."
"Di rumah ini isinya cuma Cicak dan kakaknya doang, Mbak Kin."
"Kamu nggak takut ditembak sama kakaknya? Kata kamu, dia mafia."
"Mafia, tapi teman Kak Bim. Dia baik ke kita. Al kenal dia."
Kinan mengernyit. Apa benar yang Al katakan Bima berteman dengan mafia? Sejak memutuskan untuk mengiyakan rengekan Al tadi saat mengetuk pintu kamarnya, Kinan sudah siap apapun resikonya. Tapi tak termasuk tertembak juga, 'kan?
"Padahal bisa besok, kenapa bertamu subuh gini? Kita ini nggak sopan, Al."
"Pikiran Al nggak bisa diajak tidur, Mbak. Lagian cuma Al kok yang nggak sopan, Mbak Kin nggak ikutan. Duduk aja di kursi taman itu ya, maaf udah ngrepotin."
Kinan tersenyum lalu menuruti keponakannya itu. Sambil berjalan Kinan berpikir, kenapa Al begitu ekspresif? Tapi om-nya begitu kaku dan galak. Bahkan Sia juga tak sekaku Bima.
"Duduk sambil lihat apa yang akan terjadi saja, sebelum kami dimarahin sama omnya." Kinan terkikik. Bayangan Bima yang marah seperti saat dia masih menjabat sebagai sekretarisnya terputar di otaknya. "Iya, dia pasti marah kayak waktu itu."
Lalu matanya berpusat pada Al yang masih menyeru nama Cicak. Sambil bertanya-tanya, siapa Cicak? Kenapa dipanggil Cicak? Pasti bukan itu 'kan nama aslinya?
Beberapa menit menunggu, akhirnya pintu balkon terbuka. Dan ...
BYURR
Satu ember air terjun dari atas sana dan mengguyur badan pemuda berhoodi hitam itu, dan Kinan ternganga karena terkejut. Seorang gadis cantik dengan rambut dicepol asal menenteng sebuah ember, dan terlihat amat kesal pada keponakannya.
"Lo nggak lihat ini jam berapa, hah? Berisik banget gangguin orang tidur, beg*!" Gadis itu dengan muka bantalnya keluar dengan piyama putih bermotif Little Pony, dan seember air sebagai hadiah darinya untuk tamu yang tak bisa membaca jam itu.
Al basah kuyup tapi tersenyum lebar. "Syukurlah, lo nggak pa-pa."
"Emang gue bakal kenapa?"
"Cicak! Turun sih, kita bicara!"
Gadis bernama Sofia Alana itu menatap kesal sambil betkacak pinggang. "Heh, lo yang biasanya berlagak jadi ustadz, kemana ajaran tentang akhlak yang biasanya lo ceramahin ke gue? Datang ke rumah orang jam segini, lo itu sinting tau!"
"Terserah apa kata lo, Cak. Tapi ayo bicara!"
"Bicara apa?!"
"Soal tadi pagi."
"Gue baik-baik aja! Pulang sana!"
"Tapi tadi lo nangis."
"Sekarang udah nggak! Sana pulang!"
"Bicara dulu!"
"Gue nggak mau! Lagian sejak kapan kita akrab dan bisa bicara wajar?"
Al berdecak. "Dimulai dari sekarang aja, gimana?"
Alana terdiam. Beberapa detik dia melihat Al yang basah kuyup dengan iba. Lalu menggeleng lemah. "Pulang sana!"
"Belum mau. Hati gue belum tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...