Maaf, ada kata kasar. Hanya untuk penguat tokoh, jangan ditiru.
Bima dan kedua adiknya ditambah empat pria berbadan besar, melangkah di sebuah ruangan yang riuh oleh dentuman musik keras, asap rokok dan bau alkohol yang menyeruak. Kelap-kelip lampu warna warni tak membuat ruangan itu menjadi terang. Justru mengecoh pandangan.
Bima tak sesabar itu untuk meneliti satu per satu wajah pengunjung klub yang seakan tak butuh tidur meski sudah pukul dua pagi itu. Satu pria di balik meja bar yang bertugas sebagai bartender dipanggilnya mendekat. Dengan beberapa lembar uang berwarna merah yang raja perhotelan itu letakkan di atas meja, membuat bartender itu mendekat tak lama kemudian.
"Ada yang bisa gue bantu, Bos?" tanya pria berambut klimis dengan setelan kemeja putih yang dilapisi rompi hitam, berpadu celana bahan.
"Apa Maki ada di sini?" tanya Bima minim keramahan.
Pria itu mengangguk. "Di ruangan VIP nomor tujuh di ujung koridor itu." Tunjuknya pada sebuah lorong di sisi kanannya.
Tanpa menunggu lagi Bima pun ke arah yang pria itu tadi tunjukkan dan diikut dua adik dan empat pengawalnya.
"Heran, tempat ini masih seramai ini meski udah mau subuh. Apa mereka nggak ada istri yang nyariin di rumah?" Monolog Arsa saat melihat lalu lalang pengunjung yang berpapasan dengan mereka. "Jadi ingat istri gue di rumah. Kiranya secemberut apa wajahnya jika gue pulang nanti?" lanjutnya.
Raga yang mendengar itu tersenyum samar untuk sahabat yang merangkap jadi adik iparnya itu. "Nanti gue bantuin."
Arsa menoleh pada dosen muda yang irit bicara itu. "Bang Raga baik banget sih!" Tangannya yang semula ada di dalam saku masing-masing sisi kantong celananya, kini melingkari lengan Raga dengan kemayu.
"Sa, jangan buat gue berubah pikiran."
Bukannya takut pada peringatan abang iparnya, Arsa justru makin mengeratkan lingkaran tangannya. "Nggak akan! Bang Raga nggak gitu kok orangnya."
Sepasang pria dan wanita berjalan melewati mereka dan menatap keduanya dengan aneh. Arsa tahu Raga merasa risih akan tatapan itu karena ulahnya, tapi insinyur pertanian itu justru makin bertingkah kemayu saat bergelayut di lengan Raga.
Ulah Arsa berhenti dengan sendirinya saat Bima pun berhenti berjalan di depan sebuah pintu yang tertempel angka tujuh. Dengan isyarat kepala saja, keempat pengawal yang menyertainya maju lalu membuka pintu itu tanpa repot mengetuk terlebih dahulu.
Pintu terbuka, di dalam sana hanya ada seorang pria yang setengah sadar karena pengaruh alkohol, dan dua wanita berbaju minim bahan.
"Kalian siapa?" tanya pria itu khas orang yang sedang teler. Mungkin keberadaan Bima di balik empat badan kekar belum diketahuinya. "Ganggu aja! Kalian nggak tahu gue siapa?"
"Emang lo siapa?" Suara datar dari Bima. Keempat pengawal memberinya jalan lalu nampaklah sosoknya yang tinggi menjulang di depan pria mabuk yang masih berusaha mengenali wajahnya.
Dua wanita sewaan yang berada di ruangan itu berdiri lalu pergi, mungkin mereka sudah menangkap sinyal perkelahian di sana.
"Bi--Bima?"
"Bagus. Lo udah kenal gue, jadi tak perlu kenalan lagi. Di mana lo sembunyiin Jerry?" Tanpa basa-basi, Bima menarik kerah baju yang pria mabuk itu kenakan. "Gue nggak sesabar ini asal lo tahu!"
"Jerry? Gue nggak tahu!"
PLAK!
Sudut bibir pria bernama Maki itu mengalir darah.
"Lo siapa berani mukul gue, hah?"
"Nginjak kepala lo juga gue berani! Kasih tahu di mana lo sembunyiin Jerry!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...