Epilog

4.3K 374 54
                                    

Pernah dengar kalimat, manusia berencana tapi Tuhan adalah penentunya? Hal itu sedang menjadi penyebab Arman si asistan pribadi sedang tersenyum lebar saat ini.

"Ini serius, Bos?" tanyanya untuk ketiga kalinya. "Aku cuti lagi?"

"Iya!" jawab Bima dengan nada kesal. "Sekali lagi kamu nanya, batal!"

"Eh, Bos. Marah temen setan loh!" Arman mendekat duduk di depan Bima yang tengah menekuri layar ponselnya. "Nanti minta oleh-oleh apa, Bos?"

Bima melirik asistannya, jengah sekali rasanya pada pria berambut klimis yang sudah bekerja untuknya selama tiga tahun ini.

"Aku bisa beli sendiri. Sana keluar!"

"Duh ... Yang batal liburan sensian amat! Mau aku kasih saran buat menghabiskan waktu berdua sama Mbak Bos malam minggu ini? Itung-itung buat mengganti liburan ke Turki yang batal."

Bima meletakkan ponselnya lalu menghadap sempurna pada Arman. "Apa?"

Arman terkekeh. Lalu seketika mengaduh karena Bima memukulkan sebuah map pada kepalanya. "Jangan ketawa mulu! Buruan katakan!"

Sambil menggaruk kepalanya Arman menjawab cepat. "Kemah berdua ke Puncak."

Bima menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya. "Kurang keren!" Pria itu kurang setuju. Mungkin karena istrinya sudah biasa dengan hal yang berbau alam begitu.

"Tentu keren, Bos. Karena naik caravan, jadi kemah sekalian keliling kota cuma berdua. Ah, itu sebenarnya acara kejutanku buat istriku, tapi karena Bos suruh ke Turki ya, sudah. Ide itu buat Bos aja!"

Bima nampak berpikir lalu tersenyum. "Pesankan caravan terbaik sekarang juga!" titahnya.

"Buat berapa hari?"

Bima mengernyit.

"Bos nyewa buat berapa hari?"

"Siapa yang nyuruh kamu nyewa? Belikan sekarang!"

***

"Udah, Mama pergi aja sama Papa. Sukma nggak pa-pa kok. Udah baikan." Sukma berbaring lesu di atas brankar dengan wajahnya yang pucat. "Semua Tante pergi, bahkan Bunda Mayang dan Papa Ibram juga. Yakin nggak mau ikut seru-seruan sama mereka?"

"Tapi Sukma sakit." Gadis, mamanya Sukma terus saja membelai putrinya yang harusnya nanti sore berangkat ke Turki bersama para saudaranya. Tapi terpaksa gagal karena semalam wanita itu dilarikan ke rumah sakit dan harus menjalani operasi usus buntu.

Sukma tak pergi, Arsa pun tidak. Maka semua batal pergi demi solidaritas persaudaraan. Semua tiket Bima ubah untuk semua orang tua mereka, plus Arman dan istrinya, juga singlelillah, Muhammad Al Fatih.

"Mama Gadis-nya Satria, Sukma cuma usus buntu. Jadi cukup Arsa aja yang jagain. Udah, sana pergi bulan madu yang ke---" Sukma berhenti bicara untuk menghitung, karena mama dan papanya memang punya hobby jalan-jalan berdua saja semenjak dia dan Raga lulus dari SMA.

"Tujuh!" Sahut Raga.

Pria tampan yang merupakan papa dari Sukma dan Raga, malah terkekeh. "Kamu menghitungnya, Ga?"

"Raga tetap ingat meski tak mau." Jawab dosen muda yang sedang duduk bersama istrinya di sofa panjang di ruang VVIP itu.

Seseorang masuk ruangan. "Mama kok masih di sini?" tanya Arsa.

"Mama berat pergi, Sa." Jawab Gadis dengan muka melow-nya.

Lalu Arsa mendekat dan merangkul ibu mertuanya setelah mendapat tatapan penuh sinyal dari Raga. "Mama Gadis harus ikut, biar Arsa yang jaga Sukma. Apalagi, Kak Sia dan semuanya juga nggak jadi pergi. Pasti akan selalu jenguk anak mama yang cantik ini. Pergilah, nanti nggak ikut naik balon udara loh!"

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang