Kerbau Dan Si Tukang Perintah

2.9K 376 40
                                    

Bima dan Kinan telah terikat dalam tali pernikahan yang berlangsung secara tak biasa sore tadi. Jika ini dalam keadaan normal, maka malam ini adalah malam pertama mereka.

Benar 'kan?

Tapi itu jika situasinya normal, sedangkan dua orang ini, sedikit tidak normal. Dalam arti situasi dan kondisinya, juga hubungan keduanya sebelum menjadi sepasang suami dan istri.

Sejak melaksanakan sholat sunnah tadi mereka kini duduk terdiam di atas ranjang single meski malam telah terlewati setengahnya. Meski kantuk telah sedikit menyapa, tapi sekuat daya mereka kerahkan untuk menahannya. Ada kata yang sudah berada di ujung lidah keduanya tapi suara tertahan di tenggorokan dan mulut terkunci rapat.

Kiranya keduanya sedang menunggu giliran bicara. Tapi, tadi mereka masuk ke bilik itu tanpa nomor antrian sepertinya. Jadi, nunggu apa?

Bima berselonjor kaki dengan tangannya yang bersedekap di atas ranjang kamar istrinya yang orangnya pun sedang duduk bersila di sampingnya. Sejak tadi hanya hembusan nafas mereka saja yang bersautan bertukar sapa. Juga suara jangkrik yang bernyanyi memeriahkan suasana.

Karena rasa bosan, kaki panjangnya pria itu goyangkan dan sesekali memainkan kedua jempol kakinya. Hal itu nampak lucu di mata wanita yang ternyata sedari tadi memperhatikan setiap gerakan Bima, dan tawa kecil terdengar juga akhirnya.

"Kenapa ketawa?" tanya Bima seraya menoleh ke sampingnya, dimana istrinya duduk. "Apa jempol kakiku lucu?"

Kinan mengangguk dengan sisa tawanya, "nunggu kamu bicara, rasanya aku mulai ngantuk. Mau tidur, tapi rasanya itu kurang sopan. Kamu? Ada yang mau diomongin, nggak?"

"Entahlah, aku sendiri bingung. Kamu aja yang ngomong, jika ada, katakan saja." Bima mulai menggoyangkan kakinya lagi.

"Aku juga bingung. Tapi rasanya aku harus minta maaf dan berterima kasih sama kamu, dan keluarga kamu. Buat hari ini." Kinan berselonjor kaki di samping kaki pria itu. Lalu bersandar juga seperti Bima. "Semuanya terjadi begitu cepat. Seminggu yang lalu, aku bahkan bukan siapa-siapa kamu, kemudian karena Tante Mayang, tiba-tiba aku sudah berada di kantormu. Menjadi sekretarismu secara nggak wajar. Dan hari ini, menjadi seorang istri lebih dengan cara yang nggak wajar." Kinan terkekeh sambil menahan ngantuknya.

"Jadi, caraku memperistrimu nggak wajar?" tanya Bima datar. Pria itu tak sedang marah atau pun mengeluh.

"Kurasa iya." Kinan mulai menguap, lalu matanya terpejam. "Kamu adalah seseorang dari keluarga terpandang, dan juga seorang bos besar. Aku tahu, kita berbeda. Iya 'kan? Lihat saja, ranjang yang aku miliki ini hampir tak muat buat tubuh tinggimu. Dan aku rasa kamu tak akan bisa tidur malam ini. Ini bukan tempatmu."

Bima menoleh pada wanita yang bicara kian lirih itu. Kinan benar-benar mengantuk rupanya.

"Aku tak bisa tidur karena ini pertama kalinya menginap di kamar cewek. Dasar payah! Gitu aja nggak ngerti." Bima tahu kata-katanya barusan tak terdengar oleh istrinya, karena wanita itu sudah terlelap.

Dengan perlahan Bima membimbing kepala Kinan untuk bersandar di bahunya. Dia pun mencari nyaman dalam sandarannya, karena mungkin posisi itu akan bertahan sampai pagi.

"Aku rasa kamu benar, tentang kita yang nggak wajar. Bagaimana bisa dibilang wajar jika wanita yang aku nikahi adalah dia yang dulunya aku benci karena keusilannya? Apa kamu tak sadar sebar-bar apa dirimu dulu? Lain kali akan aku ingatkan, Nyonya. Hah, kamu bahkan tidur tanpa berdoa dulu tadi, iya 'kan? Dan juga, kerudung dan kaos kakimu itu. Kenapa tidak dilepas saja sih? Apa nggak engap?"

Usai bermonolog, Bima malah terkekeh. "Buat apa aku bicara sama orang tidur?"

***

Malam kian larut, tapi Bima tak juga bisa tertidur. Bahunya mulai kesemutan tapi Kinan masih bersandar di sana. Hingga tiba-tiba wanita yang tertidur di bahunya itu menangis tersedu dalam tidurnya sambil memanggil nama ayahnya.

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang