Sukma berdendang, tanda dia sedang senang. Tangannya yang digenggam Arsa__dengan alasan takut gelinding ke belakang, dia goyang-goyangkan ke depan dan belakang sambil menyusuri jalan setapak di antara pepohonan. "Jalannya kenapa nggak di aspal aja sih, biar rata dan halus. Nanti kita bisa pake sepeda atau mobil buat naik ke atas."
"Lalu keseruan mendaki bukitnya ada di mana, Nyonya Arsa?" Ara yang digandeng Rangga di belakang pasangan unik itu membalas pertanyaan Sukma yang kurang masuk akal tadi.
"Yang namanya mendaki, jalannya ya terjal gini. Biar kita susah payah, tapi kalo sudah sampai di puncak terbayarkan dengan keindahan yang hakiki." Rangga menambahkan. "Ini cuma bukit, bukan gunung loh! Sanggup nggak, gendong istri masing-masing? Kalo tahun lalu cuma Raga yang sudah bawa istri ke sini. Dan kita hanya sebagai penonton aja lihat dia gendong Raina. Kali ini kita semua bawa istri loh! Yuk, lomba gendong istri sampai ke puncak bukit."
Rangga mengusulkan itu dengan sangat antusias, mungkin dari semua wanita di sana, Ara lah yang badannya paling mungil. Tak akan membuatnya susah payah.
"Siapa takut?!" Arsa nampak tak ragu.
"Jangan, Sa!" Sukma angkat bicara di detik itu juga.
"Kenapa, Sayang?"
"Sukma gemuk! Arsa akan keberatan. Nggak usah aja, biar mereka aja yang gendong istrinya, kita jalan perlahan aja." Wajah cemberut Sukma membuat Arsa memicing ke arah Rangga. Hingga sepupu istrinya itu malah tertawa terbahak.
"Sudah, jalan saja. Lagian kaki kalian baik-baik saja, 'kan?" Bima melewati adik-adiknya dan meninggalkan Kinan di belakang.
"Kak Bim, istrinya ketinggalan tuh!" Al yang berada di paling depan sebelum Bima mendahuluinya, berteriak pada Bima tapi pria itu acuh saja.
"Biarin saja! Dia yang mau!" kata Bima tak kalah keras dari suara Al.
Sontak semua mata, kecuali Bima menoleh ke belakang di mana Kinan berdiri dengan senyum sumringahnya.
"Kalian berantem, Mbak?" tanya Raina serius.
Kinan menggeleng. "Aku menantangnya. Di antara aku dan dia, siapa yang akan sampai duluan ke puncak. Nanti yang kalah harus menggendong lawannya saat pulang."
"Haaaah!!" Respon serempak dari adik-adik Bima__kecuali Raga.
Kinan malah tertawa.
"Sudah, ya! Aku tak mau menggendong kakak kalian nanti!" Kata Kinan sebelum berlari ke arah samping kanannya, menembus semak di antara pepohonan.
"Apa mereka serius?" gumam Jordy serasa tak percaya.
"Pasangan yang aneh." Respon Kenanga yang selanjutnya.
"Sa! Ayo kita juga harus duluan! Sukma mau lihat siapa di antara mereka yang bakal menang." Sukma yang tak ikut balapan tapi sudah menarik Arsa agar berjalan lebih dulu. Begitu juga pasangan Rangga dan Ara. Tapi tidak dengan Raina dan Raga, mereka hanya saling pandang dengan senyum Raina yang terkembang.
"Apa kamu lelah?" Tanya Raga pada istrinya. Saat semua saudaranya sudah menjauh karena rasa penasaran mereka.
"Tidak. Jangan cemas begitu, Ga. Aku tahu, kamu pasti ingin menawarkan punggungmu, 'kan?" Raina tersenyum lalu meraih tangan kanan Raga untuk dia genggam. "Kalaupun aku lelah, aku tak akan bilang padamu."
"Kenapa?"
"Aku ingin menikmati tiap langkahku bersamamu, karena selama ini hanya kamu yang berjalan menopang rasa lelah dan sakitku sementara aku selalu kamu tempatkan di punggungmu. Kali ini tidak, meski punggungmu adalah tempat yang ternyaman, tapi senja yang akan kita lihat di atas sana, aku juga ingin mengusahakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...