Jamu Resep Ibu

2.3K 373 25
                                    

Muhammad Al Fatih, adalah anak kedua dari seorang pengusaha ternama di negeri ini. Baginya ini kali pertama dia merasa setidak berdaya ini, terlebih lagi hal itu disebabkan hanya karena seorang gadis. Pemuda itu tengah menatap makanannya dengan nelangsa, duduk berpangku tangan di sebuah foodcourt di rest area. Al baru saja pulang menjemput Sia dan Sean di stasiun.

"Katanya lapar, tapi cuma dilihatin aja makanannya? Dia kenapa sih, Kak?" Sia menyenggol pelan siku Sean yang juga sama herannya dengan dirinya. "Biasanya bawelnya minta ampun, tapi hari ini kayak abis divonis dokter bakalan mati besok."

"Gue denger ya, Kak Sia!" dengus Al. Lalu dua tangannya turun dan berpindah di atas pahanya. Menarik nafas dalam lalu siap mengeluarkan kata. "Kak Sean?"

Si pemilik nama bergumam. Lalu bersandar penuh pada kursinya sambil memainkan jemari sang istri yang masih fokus pada si pemuda berwajah murung itu.

"Dulu. Waktu Kak Sean diusir Papa suruh pergi jauh, gini juga nggak rasanya?" tanya Al.

"Diusir?" ulang Sean.

"Anggap aja gitu."

"Kak Sean nggak diusir ya, Al!" Sia tak terima.

"Lalu apa namanya? Kalo disuruh pergi. Tapi intinya, kalian nggak ketemu sampai hitungan tahun." Al menjeda kata-katanya karena Sia akan kesal jika dia melanjutkan. "Gue nanya ke Kak Sean, rasanya kayak yang lagi gue rasain ini, nggak sih?"

Sean tersenyum sambil mengusap kepala istrinya yang sedang cemberut kala masa lalu mereka dibahas oleh adiknya. "Emangnya, apa yang sedang kamu rasain?"

"Badan lemas, Kak. Semangat kayak nggak ada."

"Kurang makan kali!" celetuk Sia.

"Ini serius kakak gue yang cantik. Al nggak ada semangatnya semenjak Cicak pergi ke Amerika. Biasanya tiap hari kami berantem di kampus. Dia nggak ada, kampus mendadak sepi."

Sia dan Sean saling pandang lalu saling menaikkan alis.

"Jadi cicak yang suka lo ributin tiap hari karena suka rese sama lo itu udah pergi jauh? Harusnya senang dong! Kenapa malah nggak semangat?" tanya Sia.

Al menarik nafas dalam lagi. "Gue nanya Kak Sukma malah diomelin dan nanya ke Kakak malah diledekin. Nggak mungkin 'kan kalo gue nanya Bunda? Bisa ketahuan Papa kalo gue galau gara-gara Cicak."

Sia nampak tertarik saat nama Sukma disebut oleh adik laki-lakinya. "Sukma bilang apa?" Bahkan tubuhnya sampai maju ke depan agar lebih bisa mengamati wajah Al yang mendung itu.

"Cowok kalo ceweknya udah pergi, baru ngerasa kehilangan. Kalo ada disia-siain kayak barang nggak guna! Gitu katanya, gue disamain sama Kak Arsa. Padahal Al nggak pernah menganggap cewek itu barang. Dia itu Cicak bukan barang."

Sia sontak tertawa. "Duh ... Gue jadi kangen Sukma."

"Kalian memang sama aja! Makanya gue nanya ke Kak Sean. Kami sama-sama pria, pasti bakal beda jawabnya."

"Lo jatuh cinta. Hati-hati loh, Al. Belum waktunya!" Sean menjawab dengan nada bercanda. "Ketahuan Papa, kena marah pasti."

"Kenapa jawabannya malah sama kayak Kak Bim? Sudahlah. Mending Al cari solusi sendiri."

"Kak Bim bilang gitu? Kayak dia pernah jatuh cinta aja! Eh, pasti sudah lah. Kan udah ada Mbak Kinan." Sia malah terkekeh sendiri, kenapa mendadak lupa kalo omnya itu sudah menikah. Bahkan dia kembali ke Jakarta juga untuk resepsi pernikahan Bima yang akan digelar tiga hari lagi.

"Lo nggak boleh mikirin Alana yang belum halal buat lo, Al. Sesungguhnya apa yang menjadi takdirmu, tak akan melewatkanmu. Jika sekarang jauh, kalo ada jodoh juga pasti ketemu. Tapi kalo menggalau kayak lo gini itu salah besar." Sean berkata bijak pada adik iparnya itu. Tapi Sia yang justru menatapnya kagum. "Kenapa lihat aku begitu banget, sih?" tanya Sean pada Sia.

Hubungan Bodoh ✔ LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang