"Kak Bim melamar Mbak Kinan?!!" Al nampak terkejut dan meletakkan ponselnya yang sejak tadi dia mainkan. Pemuda itu sedang berbaring di sofa panjang ruang keluarga bersama papa dan bundanya. Orang tuanya sejak tadi mengobrol tentang lamaran. Tapi dia cuek saja perihal obrolan itu hingga dia mendengar nama Bima disebut oleh Mayang dan Ibram. "Al, nggak salah dengar, Bunda?"
Mayang tersenyum lalu menjawab bahwa itu benar adanya. "Bunda juga kaget. Bima tahu-tahu sudah di kampung sekarang. Padahal semalam masih di Jogja, waktu bunda menelfonnya."
"Terus kita akan ke sana juga?" Al masih serasa tak percaya.
"Iya, papa udah sewa gerbong kereta yang biasanya." Pria berusia matang yang berwajah mirip Al itu mengusap kepala istrinya yang tertutup kerudung. "Siap-siap sana! Ikut kita ke kampung Eyang, nggak?"
"Ikut dong!" Al sudah terduduk.
"Lagian kenapa kamu bisa nggak tahu? Biasanya semua hal kalian bagi di grub kalian yang Saudara Sesurga itu." Ibram masih melanjutkan mengusap kepala wanita yang telah menemaninya selama separuh lebih hidupnya itu.
"Al belum di masukin lagi, minggu kemarin di keluarin sama Kak Rangga. Mereka lagi bahas konten dewasa katanya. Padahal Al tahu, mereka lagi bahas si Cicak!" Al sudah mulai melangkah meninggalkan ruang tamu.
"Siapa si Cicak?" tanya Ibram yang terheran. Hingga tangannya berhenti mengusap.
Al sudah menghilang tanpa menjawab tanya sang Papa. "Bunda tahu?" Tanya Ibram pada Mayang.
"Tahu. Kata Sia, Al berantem sama salah satu mahasiswi di kampus. Al biasa manggil dia, Cicak."
Ibram menautkan alis. "Al berantem sama cewek?" Rasanya Ibram menolak percaya. "Apa di kampus nggak ada mahasiswa yang bisa dia ajak ribut? Sampai harus cewek diajak berantem juga."
"Harusnya, Papa mempermasalahkan berantemnya, kenapa malah lawannya yang dipusingin. Mau sama cewek atau cowok, berantem itu tetaplah nggak benar." Mayang pun berdiri, mengulurkan tangannya agar suaminya mengikutinya berdiri. "Kita pun harus bersiap juga, Papa."
Ibram nyengir kuda, "Bunda manis banget, sih? Cinta mati ya, sama papa?" Ibram merangkul Mayang begitu Ibram sudah beranjak dari sofa mahalnya.
"Jangan salah paham. Bunda cuma mau segera berangkat saja. Nggak sabar rasanya, buat melamar puterinya Reksa buat Bima."
"Papa kepedean berarti? Ah, malunya." Ibram pura-pura berwajah muram.
Mayang malah tertawa dan makin memperdalam candaannya. "Cuma salah paham aja, kok. Kalo soal PD, Papa juaranya!"
Ibram tergelak, "Cuma Bunda yang tahu diriku. Mungkin memang keliru, akulah yang cinta mati sama wanita bernama Mayang Senja ini."
Puluhan anak tangga rumah itu sudah terlewati, namun mulut Ibram tak berhenti menebar gula. Hingga Al muncul dan memprotesnya, "Pa, udahan ya, gombalin Bunda. Al mau pinjam Bunda sebentar."
Pemuda itu mengambil alih Mayang lalu membawanya masuk ke kamarnya.
"Itu istri Papa, Al! Dasar anak Ibram!" dengusnya lalu menyusul kedua orang yang telah menghilang di balik pintu kamar putera bungsunya itu.
***
"Kamu, Bim, mau lamaran kenapa mendadak begini? Pakde harus siapin apa buat dibawa ke rumah Reksa?" Atma menyesap tehnya yang sudah menghangat. Dia dan Bima sedang membahas hal yang terjadi bak mimpi semalam."Mbak Mayang sudah mengurusnya, Pakde. Mereka sedang di jalan menuju ke sini." Bima menjawab dengan kepala sedikit menunduk karena rasa hormatnya pada pria tua itu, dia adalah kakak tertua dari Indah, ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...