Lantai ke empat rumah Bima, malam ini ramai seperti beberapa tahun yang lalu saat Bima dan adik-adiknya itu masih berstatus jomlo. Dulu mereka sering menghabiskan waktu di mana ada fasilitas home theater dan beberapa alat olah raga itu.
"Udah lama kita nggak kumpul di sini, padahal dulu hampir tiap hari. Apalagi waktu Opa masih ada. Di ruangan ini aroma tubuh beliau bahkan masih terasa." Celetuk Arsa yang tengah memegang tongkat bilyard. Insinyur pertanian itu mengerjap lalu memperhatikan lagi bola berwarna-warni yang tengah berada di meja berwarna hijau di depannya.
"Lo sama Rangga kebanyakan main di kebun sayur sih," balas Jordy.
"Dan lo sibuk di meja operasi." Rangga tak mau kalah.
"Pantaslah, kemana-mana Kak Bim lebih milih ngajak Bang Raga." Arsa berkata lagi, "karena cuma dia yang meski sibuk sama mahasiswanya tapi sesekali masih ke sini."
"Dia dosen rasa pengangguran." Ledek Rangga, dan yang tengah diledek hanya diam dan tak berniat membalas, bahkan tersenyum juga tidak. "Lo nggak asyik, Ga! Marah kek! Lo yang gue ledek, tapi gue yang kesel!"
"Al kemana, Kak? Dia nggak ikut?" tanya Jordy pada Sean.
Sean yang juga melakukan hal yang sama dengan Arsa, menjawab dengan tatapan yang tak beralih dari bola warna warni di depannya. "Dia pergi sama Bang Arman dari siang belum balik."
"Kemana?" tanya Rangga.
"Tanya saja sama Kak Bim." Balas Sean.
Tanpa ditanya lebih dulu, Bima berbaik hati menjawab. "Jalan-jalan ke Ancol."
"Serius, Kak?" Arsa memastikan. Rasanya tak percaya saja jika anak seusia Al itu pergi hanya berdua dengan Arman, apalagi ke Ancol sampai selarut ini.
Bima yang tengah duduk berdampingan dengan Raga dan Jordy di sofa sudut pun mengangguk. "Kalian sibukkan saja anak itu, biar nggak melulu memikirkan Alana."
Rangga nampak antusias dengan tema yang baru saja Bima angkat ke permukaan. Ini masalah hati, dan Bima si pebisnis itu yang memulai membuka topik ini. Serasa bukan Bima saja.
"Jadi Al beneran suka sama si Cicak?" tanya Rangga.
"Namanya Alana." Raga membenarkan.
"Duh ... Dosennya protes. Gue cuma ngikutin Al aja, kalo manggil adiknya si Jerry itu 'kan begitu, Ga." Rangga berkilah. "Tapi, apa nggak masalah dengan kepergian Jerry? Meski gelap, tapi bisnisnya 'kan banyak."
"Tapi gue rasa malah ada yang syukuran karena kepergian ketua mafia itu," jawab Arsa. "Preman kampung yang nyulik Jerry waktu itu entah bagaimana ceritanya, udah menggantikan posisi Jerry yang kosong."
"Jerry yang minta." Bima berkata lalu menyesap kopi dalam cangkirnya.
"Harusnya kita bahas mantan pacarnya Jerry saja." Raga memberi ide. Pria tampan yang meski lebih banyak diam tapi kharismanya terpancar itu, nampak serius dengan perkataannya.
Jordy menyahut cepat. "Ingat Raina, Ga. Jangan bahas cewek, ketahuan Sukma, bisa nangis kejer dia. Gue tahu adik lo itu sesayang apa sama kakak iparnya itu."
Raga tahu, Jordy hanya menggodanya saja. Jadi dia diam saja saat pria berprofesi seorang dokter itu merangkulnya sambil terus melanjutkan ledekannya. Memancing reaksi Raga agar marah sepertinya pekerjaan yang amat sulit terlaksana."Susah banget sih, bikin Pak Dosen ini kesal. Tapi kalo ada yang nyolek Sukma atau Raina sedikit saja, langsung keluar futoon: Choodama Rasenshuriken milik Naruto."
Setelah dibercandai soal anime favoritnya, barulah dosen muda itu mau tersenyum.
"Apa kita akan main detektif lagi? Udah lama kita nggak rusuh! Kayaknya kata-kata Raga sedang menjurus ke sana. Iya 'kan, Pak Dosen?" Rangga bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubungan Bodoh ✔ LENGKAP
RomanceDisarankan sebelum membaca novel ini, lebih baik membaca lapak Romantic Rhapsody dulu ya ... BLURB Atas permintaan sang kakak, Bima Andika Tama harus menerima seseorang yang dia benci di masa remajanya untuk menjadi sekretarisnya. Wanita itu bera...